Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

belajarislamAvatar border
TS
belajarislam
BUTA DAN BAHAYANYA
BUTA DAN BAHAYANYA

Buta secara harfiah memiliki arti tidak dapat melihat. Tapi ada beberapa kata Buta lainnya yang memiliki arti yang berbeda. Contohnya Buta Huruf, yang berarti tidak dapat membaca karena tidak mengenali huruf-huruf. Ada lagi Buta Warna, yang berarti tidak dapat membedakan warna-warna karena ketidakmampuan mata dalam menangkap spektrum warna-warna tertentu yang biasanya disebabkan oleh faktor genetik/turunan.

Namun diantara jenis-jenis Buta di atas, ada satu jenis kebutaan yang sangat berbahaya, karena ini menentukan keselamatan di hari akhir, yaitu Buta Hati. Seorang yang buta hatinya tidak dapat membedakan kebenaran dari kebathilan, hatinya terlalu keras dan cuek dengan ayat-ayatNya sehingga yang ia ikuti hanyalah hawahu (hawa nafsu) nya semata. Bahkan Allah menggambarkan, seorang yang buta hatinya di dunia ini karena tidak mau mengikuti kebenaran (Al Haq), kelak di hari akhir akan lebih buta dan lebih tersesat lagi.

وَمَن كَانَ فِى هَـٰذِهِۦۤ أَعۡمَىٰ فَهُوَ فِى ٱلۡأَخِرَةِ أَعۡمَىٰ وَأَضَل سَبِيلا
Dan barangsiapa yang buta hatinya di dunia ini, niscaya di akhirat nanti ia akan lebih buta dan lebih tersesat dari jalan yang benar (QS. Al-Isra’ : 72)

Mengapa Allah begitu tegas memperingatkan kita agar jangan sampai buta hatinya? Tidak lain karena petunjuk dan ayat-ayatNya hanya dapat diterima dan difahami oleh mereka yang memiliki penglihatan hati yang awas. Sebaliknya, sejelas apapun petunjuk dan ayat-ayatNya disampaikan, jika kita buta hatinya percuma saja karena semua bukti-bukti kebenaran itu tetap tidak akan masuk ke dalam hati kita. Itulah bedanya orang yang “melihat” dan orang yang “buta” hatinya.

قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِى ٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡبَصِيرُ‌ۚ أَفَلَا تَتَفَكرُونَ
Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?" (QS. Al-An’am : 50)

أَفَمَن يَعۡلَمُ أَنمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن ربكَ ٱلۡحَق كَمَنۡ هُوَ أَعۡمَى‌ۚ إِنمَا يَتَذَكرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَـٰبِ
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu kebenaran, sama dengan orang yang buta? Sesungguhnya yang dapat mengambil pelajaran hanyalah Ulul Albaab. (QS. Ar-Ra’d : 19)

وَٱلذِينَ إِذَا ذُڪرُواْ بِـايَـٰتِ رَبهِمۡ لَمۡ يَخِرواْ عَلَيۡهَا صُم۬ا وَعُمۡيَانا
Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Rabb mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta. (QS. Al-Furqan : 73)

Tentulah berbeda jauh orang yang melihat dan orang yang buta. Orang yang melihat bisa mengetahui kondisi/keadaan sekitarnya dengan sebenar-benarnya, sedangkan orang buta yang meng-iya-kan saja keterangan yang didapat dari orang lain.
Misalkan saja di samping kita ada orang buta, dan kita katakan bahwa bajunya berwarna putih, bisa saja ia percaya begitu saja. Atau jika kita katakan bahwa beberapa langkah di depannya ada tiang listrik, ia pun bisa saja percaya sehingga ia berbelok arah menghindari tiang listrik yang belum tentu ada tsb.

Demikian pula orang yang buta hatinya, akan dengan mudah percaya dan membenarkan keterangan yang didapatnya tanpa mau bersusah payah memikirkannya. Apalagi jika yang menyampaikan itu seorang yang dikenal sebagai tokoh agama, semakin mudah saja ia percaya dan meng-iya-kan apapun yang disampaikan atas nama ajaran Islam tsb, padahal belum tentu itu yang disampaikannya adalah kebenaran.
Lantas, apa yang dapat kita lakukan untuk membedakan kebenaran dan kebathilan ? Allah adalah dzat yang Maha Adil. Setiap dari kita sudah terlahir dengan memiliki modal yang sama, yaitu pendengaran, penglihatan dan hati/jiwa yang dapat dan harus dipergunakan untuk memahami ayat-ayatNya.

وَٱللهُ أَخۡرَجَكُم منۢ بُطُونِ أُمهَـٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡـ۬ا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَـٰرَ وَٱلۡأَفۡـدَةَ‌ۙ لَعَلكُمۡ تَشۡكُرُونَ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia menjadikan untuk kamu (satu) pendengaran, (banyak) penglihatan dan af’idah, mudah-mudahan kamu bersyukur. (An Nahl : 78)

Dalam surat An Nahl ayat 78 di atas, kata sam’a / “pendengaran” disampaikan dalam bentuk mufrod / tunggal sehingga artinya adalah “(satu) pendengaran”, sedangkan kata abshor / “penglihatan” disampaikan dalam bentuk jama’ / plural, sehingga artinya adalah “(banyak / beberapa) penglihatan”. Tentu kita harus awas dan teliti dalam memahami kalamullah di atas. Kenapa pendengaran dituliskan dalam bentuk tunggal sedangkan penglihatan dituliskan dalam bentuk jama’/banyak?

Jawabannya adalah Allah ingin menegaskan kepada kita, bahwa dalam memahami kebenaran, penglihatan akan lebih optimal dalam mendeteksi dan membuktikannya dibandingkan dengan pendengaran. Dengan kata lain, dibutuhkan banyak penglihatan dibandingkan dengan pendengaran untuk menentukan sebuah kebenaran.

Ambil contoh jika kita baru pertama kali bertemu dengan hewan yang bernama kucing. Untuk mengenali seeokor kucing dari suaranya, cukup satu kali kita saja kita mendengarnya, maka selanjutnya jika ada suara kucing, pasti kita bisa mengenalinya dengan baik. Dari sisi atau posisi manapun kita berada, suara kucing akan tetap sama bunyinya “meoonng…”. Namun untuk mengenali kucing dari bentuknya, kita tidak cukup hanya sekali melihat dari satu sisi. Diperlukan “banyak” penglihatan dan pengamatan dari berbagai sisi/posisi untuk menentukan object tsb benar seekor kucing atau bukan. Jika kita hanya melihat dari arah depan dengan jarak yang begitu dekat, mungkin seekor kucing bisa jadi mirip dengan seekor harimau. Tapi dengan semakin sering kita melihat kucing dari berbagai sisi, semakin baik kita bisa mengenali hewan tsb dan tidak akan tertukar dengan hewan lainnya.

وَلَقَدۡ ذَرَأۡنَا لِجَهَنمَ ڪَثِيرا منَ ٱلۡجِن وَٱلۡإِنسِ‌ۖ لَهُمۡ قُلُوب لا يَفۡقَهُونَ بِہَا وَلَهُمۡ أَعۡيُن لا يُبۡصِرُونَ بِہَا وَلَهُمۡ ءَاذَان لا يَسۡمَعُونَ بِہَآ‌ۚ أُوْلَـٮكَ كَٱلۡأَنۡعَـٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَل‌ۚ أُوْلَـٮكَ هُمُ ٱلۡغَـٰفِلُونَ
Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami, dan mereka mempunyai mata tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai. (Al A’rof : 179)

Seperti itulah Allah menggambarkan orang-orang yang tidak mau menggunakan modal yang diberikan Allah berupa pendengaran, penglihatan dan hatinya untuk memahami ayat-ayatNya. Jangan sampai kita menjadi buta hati karena enggan menggunakan ketiga modal yang Allah berikan di atas, karena perumpamaan yang Allah gunakan sangat jelas sekali bagi orang-orang yang demikian, bahkan dibanding binatang ternak pun lebih sesat lagi. Analogi binatang ternak yang dimaksud diantaranya dikarenakan ciri-ciri binatang ternak yang hidupnya selalu dibatasi/dikurung dalam sebuah kandang tertentu, tidak berdaya dan tidak pernah berfikir untuk keluar dari kandang tsb.

Demikian pula dengan orang yang Allah analogikan sebagai binatang ternak, paradigma berfikirnya dibatasi oleh ajaran-ajaran pendahulunya yang sudah dianggap mapan dan benar, tidak pernah bersikap kritis dan berusaha membutkikan bahwa apa-apa yang diikutinya itu sebuah kebenaran atau bukan. Penglihatan akal/nalar yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya tidak digunakan untuk mengembangkan pengamatan dan menjadi alat pembuktian kebenaran yang dianutnya. Cukup baginya mendengar apa kata tokoh/pemuka agamanya, tidak berani bertanya apalagi menentang arus, dan bahkan cenderung mencari aman dengan hanya mengikuti arus kebiasaan di masyarakat.

Itulah bahayanya buta hati, pantas saja Allah memperingatkan kepada kita untuk tidak menghiraukan orang-orang semacam ini karena baginya, diberi peringatan atau tidak sama saja.

وَمَآ أَنتَ بِهَـٰدِ ٱلۡعُمۡىِ عَن ضَلَـٰلَتِهِمۡ‌ۖ إِن تُسۡمِعُ إِلا مَن يُؤۡمِنُ بِـايَـٰتِنَا فَهُم مسۡلِمُونَ
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri (QS. Ar Ruum : 53).

أَفَلَمۡ يَسِيرُواْ فِى ٱلۡأَرۡضِ فَتَكُونَ لَهُمۡ قُلُوب يَعۡقِلُونَ بِہَآ أَوۡ ءَاذَان يَسۡمَعُونَ بِہَا‌ۖ فَإِنہَا لَا تَعۡمَى ٱلۡأَبۡصَـٰرُ وَلَـٰكِن تَعۡمَى ٱلۡقُلُوبُ ٱلتِى فِى ٱلصدُورِ
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al Hajj : 46)
0
888
2
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan