Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Awan ketidakpastian menggayuti Aleppo


Masa depan Aleppo, kota terbesar Suriah, kian buram. Hujan bom dari armada tempur udara rezim Bashar Assad, terutama nyaris sepekan terakhir, semakin menderas. Intensitas demikian bertolak dari putusnya kesepakatan gencatan senjata antara pasukan pemberontak dengan pemerintah yang didukung Amerika Serikat dan Rusia.

Padahal, tanah itu telah didiami sejak 5000 tahun sebelum Masehi, dan tak tersentuh perang Suriah pada tahun pertama kecamuk bermula. Permata Suriah--begitu Aleppo pernah bergelar--beranjak lupa pada kilaunya setelah pada 2012 menjadi arena penting pertumpahan darah.

Anak-anak jadi salah satu kaum korban paling menderita. Dalam lima hari terakhir saja, 96 tewas dan 220 menanggung luka.

Laman The New York Times memberikan gambaran:

Mereka tak bisa bermain, tidur, atau bersekolah. Sekarang makin banyak yang tidak bisa makan. Cedera atau penyakit bisa berujung maut. Banyak anak hanya bisa berhimpun dengan orang tuanya di lokasi perlindungan bawah tanah tak berjendela. Di sana, mereka tidak terlindung dari bom berkekuatan besar yang telah mengubah Aleppo timur menjadi arena pembunuhan.

Menurut pemerintah Amerika Serikat, Moskow dan Damaskus bersalah atas kejahatan perang karena telah membidik warga sipil, rumah sakit, pekerja penyelamat, dan kurir bantuan.

Suriah dan Rusia mengklaim bahwa target mereka hanya para militan.

Kedua negara bersekutu itu justru menuding para petempur dari pihak oposisi telah memanfaatkan khalayak luas sebagai tameng hidup. Namun, bom yang mendera sekolah, rumah sakit, pasar, dan target sipil lain, tulis The Guardian, malah menyiratkan serangan terkoordinasi.

Dalam salah satu serbuan, dua rumah sakit besar di Aleppo timur porak-poranda.

"Kalian tidak tahu apa yang kami lihat tiap hari: anak-anak datang dengan tubuh koyak-moyak. Kami mengumpulkan serpihan tubuh mereka dan mengafaninya sebelum melakukan penguburan," ujar seorang perawat di sebuah rumah sakit yang hancur, seperti dilansir The Guardian.

Rumah sakit dengan kode M2 dan M10--sandi yang dipakai para dokter setempat untuk mengaburkan lokasi--terhantam bom pada pukul 4 pagi. Enam jam kemudian, bom kembali menguji kekuatan M2.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon, melukiskan bahwa kondisi Aleppo sekarang "lebih buruk dari rumah jagal (hewan)".

The Washington Post menerakan horor itu:

Pengeboman yang terjadi di waktu malam adalah yang terburuk. Listrik di kawasan yang dikuasai pemberontak di Aleppo timur tidak mengalir. Jet tempur yang meraung-raung di langit menyasar cahaya apa pun yang merobek kegelapan.

Keluarga lantas berkumpul dalam kelam. Mereka berdiam di satu ruangan sehingga maut tidak hanya dialami sendirian. Telinga menyimak suara pesawat. Bom menjadi penantian.

Setelah bom terbanting, para pekerja penyelamat merayapi gelap dan menyusuri reruntuhan bangunan untuk mencari korban. Korban yang telah ditemukan diangkut ke rumah sakit yang lantainya telah dipenuhi pasien. Para dokter yang bertugas nyaris tidak tidur. Mereka mesti memilih siapa yang bisa diselamatkan, dan siapa yang harus dipasrahkan.

Seminggu setelah gencatan bersenjata tak lagi berlaku pada 19 September, setidaknya 1.700 bom menimpa wilayah Aleppo timur.

Warta di The Atlantic menyebutkan pihak pemerintah mencabut gencatan senjata dengan dugaan bahwa kampanye udara Amerika Serikat telah menewaskan pasukan rezim.

Efek pun kontan dirasakan. Sebuah iring-iringan bantuan yang memuat makanan dan perlengkapan kebersihan untuk ribuan orang yang terperangkap di Aleppo diserang. Dari 31 truk yang berkonvoi, 18 di antaranya menjadi sasaran.

Aleppo berada di titik genting. Tolok ukurnya: untuk kali pertama dalam sejarah, pihak berwenang setempat menganjurkan shalat Jumat ditiadakan. Kebijakan itu ditujukan untuk menjaga keselamatan warga.

Di tengah situasi gawat, dokter yang tertinggal hanya 30 orang. Sementara, jumlah penduduk yang terjebak di area itu 300 ribu orang.

Wartawan Al Jazeera, Charles Stratford, melaporkan bahwa bertambahnya korban luka berarti pula pasokan obat-obatan menurun drastis, atau malah habis sama sekali.

"Para petugas medis bilang bahwa mereka tidak bisa memindahkan orang ke rumah sakit lain yang terletak di lokasi aman. Soalnya, Aleppo timur dikepung pasukan pemerintah," ujarnya.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...ggayuti-aleppo

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Kolektor jeroan wanita dari Sleman

- Beli motor Rp33 juta dengan satu drum koin seribu

- Jangan bangga mempunyai anak terlalu penurut

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
2.3K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan