Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Dimusuhi, Mesir cari pinjaman ke luar kawasan Teluk

Wisatawan mengendarai kereta kuda saat mengunjungi piramida, di pinggiran Kairo, Mesir, Sabtu (29/10/2016).
Mesir bagai anak sebatang kara. Ketegangan yang terjadi antara Riyadh dan Kairo membuat negara-negara kawasan Teluk mengubah arah dukungannya dengan lebih memilih berada di poros Arab Saudi.

Tak ayal, Mesir yang telah menerima utang miliaran dolar AS dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Bahrain sejak 3 Julli 2013, kini menjadi kekeringan dan terbelit dengan peliknya defisit neraca keuangan negeri Piramid itu.

Mesir pun dikabarkan tengah mencari sokongan kepada negara di luar kawasan. Sebuah sumber di Kementerian Keuangan Mesir yang dilansir dalam Daily News Egypt, Minggu (13/11/2016), menyebut Mesir sedang melakukan pendekatan dengan Indonesia untuk mendapatkan pinjaman dana segar sebesar USD500 juta (Rp6,6 triliun) pada akhir 2017.

Sayangnya, belum ada pihak Indonesia yang bisa mengonfirmasikan kebenaran kabar ini.

Mesir sendiri terbilang sudah masuk dalam kondisi kritis dengan membengkaknya utang luar negeri. Saat ini nilainya telah mencapai lebih dari USD55 miliar, dan jumlah itu sangatlah besar bagi Mesir.

Pada Sabtu (12/11/2016), Dana Moneter Internasional (IMF) baru saja menyetujui permintaan pinjaman Mesir sebesar USD12 miliar dengan jangka waktu 3 tahun. Gubernur bank sentral Mesir (Central Bank of Egyt/CBE), Tarek Amer dalam Reuters mengatakan, pinjaman ini akan membuat cadangan devisa negara ini naik menjadi USD23,5 miliar.

Cadangan devisa bank sentral Mesir turun sejak pemberontakan 2011 yang menggulingkan mantan presiden Hosni Mubarak dari USD36 miliar menjadi USD19,6 miliar per September 2016.

Awal November, CBE juga mengumumkan devaluasi pound Mesir sebesar 48 persen yang besar kemungkinannya akan membuat mata uang Mesir mengambang di pasar keuangan berdasarkan permintaan dan penawaran.

Langkah ini dimaksudkan untuk membatasi kenaikan dan penurunan dolar AS, mendorong investasi asing dan memenuhi permintaan utama IMF untuk memberikan Mesir dengan pinjaman.

Mantan Dekan Ilmu Ekonomi dan Politik di Universitas Kairo, Mesir, Alia El-Mahdy, menyebut utang Mesir yang seperti gelombang besar ini kemungkinan besarnya tidak dapat dilunasi. "Pemerintah Mesir harus melihat bahwa mereka tidak memiliki sumber untuk mata uang asing dan harus berhenti melakukan pinjaman," ujar Alia.

Belum lagi kewajiban bank sentral Mesir yang harus membayar pinjaman sebesar USD3 miliar yang merupakan warisan pemerintahan Presiden Mohamed Morsi. Bahkan, simpanan beberapa negara Teluk di bank sentral Mesir terancam akan ditarik di tengah kondisi yang tidak berpihak kepada Mesir ini.

Kondisi keuangan Mesir bisa berbalik jika tingkat produk domestik bruto (PDB) menunjukkan pertumbuhan ekstrem hingga 5-6 persen, yang mana hal itu akan memerlukan kerja lebih mengingat tingkat PDB Mesir atas ekonomi dunia saat ini berada di tingkat 0,53 persen.

Ketegangan antara Mesir dan Arab Saudi terjadi setelah Mesir menyatakan dukungannya untuk menyokong resolusi Rusia di Dewan Keamanan PBB. Dukungan Mesir itu kemudian memicu perang dingin Arab Saudi dan Mesir.

Utusan Khusus Arab Saudi untuk PBB menyebut keputusan Mesir ini sangat menyakitkan. Negosiator Arab Saudi yang berkedudukan di Washington, Amerika Serikat, Salman Al-Ansari, juga mengecam keputusan Mesir itu.

Beberapa hari setelah pemungutan Dewan Keamanan PBB rampung, perusahaan minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, membekukan pasokan minyaknya ke Mesir. Sebagai dampaknya, Menteri Pertambangan Mesir, Tarek El Molla, mengunjungi Iran pada 6 November 2016 untuk menawarkan kesepakatan baru tentang minyak.

Di sisi lain, Indonesia mungkin menjadi negara tujuan yang kurang tepat bagi Mesir. Pasalnya, Indonesia sendiri tengah berkutat dengan utang dan defisit anggaran. Meski utang Indonesia belum melebihi batas 30 persen terhadap PDB, namun defisit yang terus membengkak tetap menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah.

Per 31 Agustus 2016, pemerintah diketahui telah melakukan penarikan utang neto hingga 101 persen dari target APBN 2016 yang senilai Rp364 triliun. Sementara utang bruto yang telah ditarik mencapai 89 persen dari target Rp611 triliun.

Utang neto adalah utang untuk membiayai APBN. Utang bruto adalah utang APBN ditambah dengan utang untuk membayar pokok utang jatuh tempo pada tahun berjalan.

Hingga Juli 2016, total utang pemerintah pusat mencapai Rp3.362,74 triliun. Bahkan, jika dibagi secara rata-rata kepada 250 juta penduduk, maka setiap penduduk dibebankan utang sekitar Rp16 juta. Sementara, sejak 2007, defisit terus bertambah dari minus Rp29 triliun hingga minus Rp298 triliun pada 2015.

Dalam nota RAPBN 2017, pemerintah berencana menarik utang kembali untuk menutup defisit sebesar Rp332,8 triliun rupiah. Sementara dalam periode 2011-2015, cicilan pokok dan bunga utang yang telah dibayarkan sebesar Rp1.527,118 triliun.

Dan, diperkirakan pada 2016, kewajiban utang yang akan dibayarkan mencapai Rp480,324 triliun rupiah yang terdiri atas bunga utang Rp184 triliun dan cicilan pokok Rp295 triliun.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...-kawasan-teluk

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Sejumlah suara dunia melunak setelah Trump terpilih Presiden

- Elektabilitas parakandidat dan isu agama pada Pilkada DKI 2017

- Saat ikhtiar perbaikan masjid terganjal tudingan anti-Islam

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
7.8K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan