Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rudiasmanAvatar border
TS
rudiasman
[Survei Ilmiah] Generasi Millenial Terancam Tak Mampu Beli Rumah
emoticon-Om Telolet Om!
numpang berbagi info
super penting nih gan millenial

emoticon-Om Telolet Om!



Generasi Millenial Terancam Tak Bisa Beli Rumah! Demikian tajuk survei yang dilakukan KarirCom dan RumahCom terhadap gaji dan kemampuan membeli rumah generasi millenial di Jakarta. Berdasarkan data yang dihimpun dari survei tersebut, gaji kotor generasi millenial atau generasi yang lahir antara tahun 1981-1994 di Jakarta adalah Rp 6.072.111/bulan.

Sedangkan untuk dapat mencicil rumah di Jakarta dibutuhkan gaji minimal Rp 7,5 juta. Dengan penghasilan Rp 7,5 juta, Gen Y hanya bisa membeli hunian dengan kisaran harga Rp 300 juta. Hal ini dengan mempertimbangkan cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), sekitar 30% dari gaji atau sekitar Rp 2,2 juta/bulan.

Faktanya, hanya 17% saja profesional millenial di Jakarta yang memiliki gaji Rp 7,5 juta atau lebih. Artinya, ada 83% generasi millenial yang terancam tidak bisa beli memiliki hunian permanen. Terlebih, kenaikan harga properti yang gila-gilaan yang tidak diikuti oleh kenaikan gaji secara signifikan.

Hunian diprediksi naik hingga 150% lima tahun mendatang, sedangkan menurut kenaikan gaji dengan periode yang sama hanya berkisar 60%. Survei ini menegaskan pentingnya membeli hunian secepat mungkin mengingat kenaikan harga properti terus terjadi setiap tahunnya.

Misalnya, dengan estimasi kenaikan harga rumah 20% per tahun, harga rumah yang saat ini Rp 300 juta akan menjadi Rp 750 juta. Sedangkan penghasilan Gen Y dengan prediksi kenaikan 10%, maka penghasilan pada 2021 ada di angka Rp 12 juta.

Dengan penghasilan Rp 12 juta per bulan, Gen Y tidak lagi mampu membeli rumah yang sebenarnya terjangkau oleh mereka saat ini. Pasalnya, saat harga rumah mencapai Rp 750 juta, cicilan yang harus dibayarkan adalah Rp 5,6 juta, padahal kemampuan mencicil mereka hanya 30% gaji, yakni Rp 3,6 juta.

Jika ditelusuri secara historis sejak 2009-2012 yang merupakan era ledakan (booming) properti, kenaikan harga rumah bisa mencapai 200 persen, atau 50 persen per tahun.



Dalam kondisi normal tersebut, generasi millenial di Jakarta hanya mampu membeli unit apartemen tipe studio atau dua kamar yang dijual di kisaran harga Rp 198 juta – Rp 300 jutaan, alih-alih bermimpi membeli rumah tapak yang layak.

Menjadi rasional mengapa kemudian pengembang fokus membangun hunian vertikal untuk generasi millenial yang notabene merupakan anak muda atau keluarga muda.

Dilansir oleh Kompas.com, apartemen Podomoro Golf View di Cimanggis yang dibangun oleh Agung Podomoro Land misalnya, dibanderol dengan harga Rp 198 juta untuk tipe satu kamar dan Rp 330 juta untuk tipe dua kamar. Rentang harga tersebut disesuaikan dengan kemampuan finansial keluarga muda.

Agung Podomoro Land memang mendukung program sejuta rumah melalui apartemen yang akan dibangun sebanyak 37.000 unit itu. Konsep transit oriented development (TOD) yang diusung, yaitu mengandalkan sistem transportasi Jabodetabek, didesain agar menekan pengeluaran penghuni kawasan superblok seluas 100 hektar tersebut.

"Ini akan menjadi sunrise property  di Jabodetabek, selain Bekasi, Serpong dan Bintaro. Untuk itu kami serius membangun PGV” ujar Agung seperti diberitakan Kompas.com. Untuk diketahui, posisi apartemen ini di perbatasan Depok-Jakarta-Bogor dan memiliki stasiun LRT sendiri serta hanya berjarak 150 meter dari pintu tol Cimanggis.

Quote:


KOMPAS.com — Ada fenomena menarik yang ditemukan pada kecenderungan bertempat tinggal para generasi milenium atau mereka yang usianya berada dalam rentang 18 hingga 34 tahun saat ini.

Sebuah studi gabungan mengenai hunian di Harvard University pada 2014 lalu memaparkan bahwa orang-orang pada usia 25 hingga 34 tahun menunda pembelian atau tinggal di rumah. Mereka lebih senang tinggal di apartemen. 
Alasan teratas bermuara pada finansial. Namun, setelah dikaji lagi, finansial bukanlah faktor utama.

Faktor tren menempati alasan paling kuat. Tren sewa atau tinggal di apartemen menyurutkan pilihan mereka pada rumah.

Berkaca pada fenomena generasi milenium tersebut di Amerika Serikat, kecenderungan itulah yang juga sedang terjadi di Indonesia. Tren tersebut mulai tumbuh, terutama pada kota-kota yang sedang mengembangkan hunian vertikal. Dengan pertimbangan lokasi dan semakin sempitnya lahan, apartemen menjadi solusi tempat tinggal di kota-kota besar. 

Link http://properti.kompas.com/read/2015....di.Apartemen.
Diubah oleh rudiasman 21-12-2016 23:58
0
4.2K
53
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan