Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Rekaman 2,5 tahun dan olok-olok menteri pada pejabat BPK

Anggota BPK, Eddy Mulyadi, bersaksi untuk terdakwa kasus suap pemberian opini WTP, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (27/9/2017)
Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan RI kaget karena percakapannya melalui telepon dengan anak buahnya selama 2,5 tahun selalu direkam. Salah satu isinya menyatakan ia jengah karena sering diolok-olok menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Anggota BPK itu, Eddy Mulyadi Soepardi, bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap pemberian opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) untuk Kementerian Desa periode 2016, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/9/2017). Terdakwanya Irjen Kemendes, Sugito, dan Kabag Tata Usaha dan Keuangan Itjen Kemendes, Jarot Budi Prabowo.

Sedangkan "anak buah" yang dimaksud, Auditor Utama BPK, Rochmadi Saptogiri. Dia juga menjadi tersangka dalam kasus ini. Eddy mengaku tak habis pikir mengapa perekaman itu dilakukan, sampai kurang tidur hingga sebulanan.

"Kalau tidak salah, saya direkam selama 29 jam, selama 2,5 tahun," ujar Eddy kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dikutip Kompas.com.

Ironisnya, menurut Eddy, ponsel yang digunakan Rochmadi untuk merekam percakapan mereka, adalah pemberian darinya. Eddy memberikan ponsel itu sebagai "sindiran" lantaran Rochmadi sulit dihubungi. Dia baru sadar adanya rekaman tersebut saat diperdengarkan oleh penyidik KPK, ketika ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.

"Saya baru tahu seluruh pembicaraan saya direkam setelah saya diperiksa KPK. Kalau nggak salah saya direkam 29 jam selama 2,5 tahun. Saya kan orangnya terbuka saya bicara apa adanya. Kadang mungkin di luar konteks. Tapi saya akui itu suara saya. Saya tahunya dari penyidik setelah saya diperdengarkan," kata Eddy yang dilaporkan Detikcom.

Dalam BAP yang dibacakan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Eddy menyatakan bahwa Rochmadi pernah melaporkan mestinya opini untuk Kemendes turun menjadi WDP. Eddy lalu meminta kepada Ali Sadli agar jangan dulu menurunkan opini, karena ada moral obligation.

Eddy merasa sering memberi opini Disclamer kepada menteri asal partai PKB, sehingga diolok oleh menteri-menteri tersebut. Karenanya ia mengontrol pemberian opini pada 2015 itu, agar tidak tampak membabi buta.

Lalu ia pun berulang kali berpesan, untuk opini WDP ini jangan pernah menerima apapun. Eddy menegaskan tidak punya utang budi dengan Menteri Desa, Marwan Jafar. Pada akhirnya Ali Sadli menyampaikan bahwa nilai aset antara Kemendes dan DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) belum clear.

Saat dikonfirmasi oleh Jaksa M Takdir Subhan, Eddy mengakui pernah mengatakan itu saat pemeriksaan di KPK. Namun ia menegaskan, pemberian opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian) pada 2015, dan tidak terkait dengan opini WTP 2016 sebagai biang kasus suap di BPK yang tengah disidangkan.

"Pak, itu Kemendes masih WDP. Saya khawatirkan membabi buta sehingga saya menjadi jelek, maka saya kontrol. Konteks kasus ini tahun 2016 beda, mohon maaf saya nggak tahu kalau itu direkam," kata Eddy lagi.

Pemberian opini oleh BPK dalam satu periode tertentu tidak mempengaruhi penilaian opini tahun selanjutnya. Opini BPK merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah atau lembaga lain yang mengelola keuangan negara.

Terdapat empat jenis opini yang biasa diberikan pemeriksa BPK terhadap laporan keuangan, yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP) opini Tidak Wajar, dan pernyataan menolak memberikan opini (Disclaimer).

Dalam kasus ini, Sugito dan Jarot Budi Prabowo didakwa memberikan uang sebesar Rp240 juta kepada Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK, dan Ali Sadli, selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK.

KPK menangkap tangan kedua auditor bersama pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) pada 27 Mei lalu. Sugito dan Jarot disangka memberikan uang kepada Rochmadi dan Ali agar Kemendes laporan keuangan Kemendes 2016 mendapat opini WTP dari BPK.

Uang senilai Rp40 juta disita KPK dalam tangkap tangan itu, yang merupakan sisa dari komitmen fee sebesar Rp240 juta. KPK kemudian menggeledah ruang kerja Rochmadi dan menemukan uang Rp1,145 miliar dan US $3.000 atau setara dengan Rp39,8 juta di dalam brankas yang terletak di ruang kerja Rochmadi.

Selain itu, Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli dijerat KPK dengan pasal pencucian uang. Keduanya disangka telah berupaya menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga hasil tindak pidana korupsi.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...da-pejabat-bpk

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Warganet tak percaya Setnov sakit

- Dua bos Allianz jadi tersangka lantaran persulit proses klaim

- Perempuan korup yang diurusi KPK

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
12.1K
50
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan