Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nerdvAvatar border
TS
nerdv
Aku kan Selalu Menunggu

Ketika kenangan yang indah terbentuk. Maka suatu hari nanti, kenangan itu akan berubah menjadi bomb waktu berjalan yang dapat membunuhmu kapan saja. Membunuh diri kita dengan masa lalu yang sewaktu – waktu akan meledak, melepaskan kenangan – kenangan indah yang dulu pernah dibuat. Dibuat oleh seseorang, yang sangat berarti. Terkadang juga, kenangan – kenangan itu meledak ketika hujan mulai turun. Disaat butir – butir air membasahi permukaan bumi, menyelimutinya dengan anugrah tuhan yang tidak terkira ini.


 Saat ini, di tempat perjanjian ini, rintik – rintik hujan mulai turun membasahi diriku yang tengah berdiri di tepi dermaga. Angin laut yang berhembus menerpa ku, seakan – akan berbisik tentang peristiwa – peristiwa indah nan kelam dulu. Peristiwa hitam yang tidak akan pernah aku lupakan selama aku masih bernafas.

“Hujan? Mengapa, hujan kali ini, terasa sangat menyakitkan?’ Ucapku sembari menatap lautan lepas di depan sana. 

“Rasa sakit ini, kenapa rasa sakit ini, setelah sekian lama muncul kembali?”
 
 Aku menatap laut lepas, biru, dengan sedikit cahaya putih di ujung, dan beratapkan awan hitam di atasnya. Pemandangan ini, mengingatkanku pada waktu itu. Waktu dimana ‘dia’ mengucapkan sebuah kalimat cinta dan menghilang. 



“Laksamana!” Teriakku sembari berlari menghampirinya.

 Laksamana yang saat itu masih berdiri di dermaga, menunggu semua kru kapalnya naik dan bersiap untuk pergi menoleh ke arahku. Andre memberikan senyuman ketika melihatku menghampiri dirinya.



“Shigure, .... Kau datang ya, ....” Ucap Laksamana dengan nada pelan.



“Jadi, kamu akan pergi hari ini?” Tanyaku.



“Iya, ....” Laksamana tersenyum kecil kepadaku.



 Aku menundukkan wajahku, memendam perasaan sedih karena dia, orang yang aku cintai akan pergi untuk menjalankan tugasnya jauh di ujung sana. Laksamana yang melihat ku langsung mengangkat dagu ku agar melihat wajahnya. Dengan senyuman yang masih terukir jelas diwajahnya itu, dia berkata, “Jangan bersedih, wajahmu itu jadi tidak manis lagi ketika kamu murung.”



Aku tersenyum kecil, “Seperti biasa, kamu memang suka ngegombal.”



Perlahan, dia mendekatkan kepalanya padaku. Dia menempelkan jidatnya dengan jidatku dan kami pun memejamkan ke dua mata kami. Suasana berubah menjadi hening, hanya suara rintikan hujan dan angin yang menemani kami. Tiba – tiba, dengan suara yang sangat pelan. Laksamana memanggil namaku, “ Shigure, ....”



Mendengar itu, aku membuka mataku secara perlahan. Terlihat tetesan air mengalir dari atas kepalanya, mengalir turun melewati wajah tampan itu.



“Di hari ini, di waktu ini, dengan dermaga dan rintikan hujan ini sebagai saksinya, aku akan mengatakan sesuatu padamu,” ucap Laksamana yang masih tetap memejamkan matanya.



Dengan perlahan, Laksamana membuka matanya lalu berkata, “Aku mencintaimu.”



Tangan kanan Laksamana yang tadi memegang dagu ku turun menggenggam tangan kiri ku, dia mengangkatnya ke atas diikuti oleh wajahnya yang perlahan menjauh dari wajahku. Menyelipkan sebuah cincin ke jari manisku dengan lembut. Lampu dermaga yang mulai menyala membuat cincin itu bersinar memantulkan cahaya. 



“Shigure, cincin ini, cincin yang telah terpasang di jari manismu, adalah sebuah tanda bahwa kamu adalah milikku. Dan cincin ini, adalah tanda terima kasih untukmu yang selama ini telah menemaniku dikala susah, senang, sedih, maupun duka.” 



“Shigure, ketika aku telah menyelesaikan tugas ini. Maukah kau menikah denganku?” Ucap Laksamana.



Aku terkejut mendengar perkataannya, air mataku perlahan jatuh bersamaan dengan air hujan yang mengalir melewati wajahku. Aku sangat bahagia mendengar kata itu keluar darinya. 


“Iya, aku mau,” jawabku sembari tersenyum bahagia.



Kami langsung berpelukan setelah aku mengucapkan iya. Posisi itu bertahan cukup lama. Hingga pada akhirnya, waktu berpisah datang. Laksamana melonggarkan pelukannya, diikuti aku dan akhirnya kami saling melepaskan pelukan kami.



“Sudah waktunya aku untuk berangkat,” ucap Laksamana.



Dengan senyuman yang masih terukir di wajahnya, Laksamana berpaling dan berjalan perlahan meninggalkan ku. Ketika dia belum terlalu jauh, aku memegang bajunya dari belakang.



“Laksamana, berjanjilah padaku, .... Berjanjilah bahwa kamu akan pulang,” ucapku lirih.



Laksamana berbalik dan memelukku lagi, “Ya, aku berjanji,” ucapnya.



Setelah itu, Laksamana kembali mengambil langkah menuju kapalnya. Bunyi langkah kaki yang tersamarkan suara hujan mengiris hatiku secara perlahan. Semakin jauh langkahnya, rasa perih akan irisan itu semakin terasa sakit. 



Ketika kapal berangkat, aku masih tetap berdiri di tepi dermaga. Menyaksikan kapal besar itu yang perlahan mulai tersamarkan oleh hujan. Dengan perasaan yang kosong ini, aku bergumam, “Kau sudah berjanji Laksamana, dan aku, .... Aku akan menunggumu disini.”

“Aku akan selalu menunggumu disini, hingga hari itu tiba.”



Setelah hari itu, aku melewati hari – hariku dengan sebuah harapan untuk bertemu dengannya lagi. Berharap bahwa dia, akan pulang dengan selamat dengan senyuman di wajahnya. Hingga suatu hari, ada berita yang mengatakan bahwa kapal perang tipe penjelajah ringan telah menghilang.



Kapal yang menghilang itu, sama dengan kapal yang dinaiki oleh Laksamana. Seketika, hatiku terasa sakit. Waktu seakan – akan telah berhenti berputar untukku. Aku mengutuk takdirku sendiri, mengutuk takdir karena telah mengambil semua orang yang ku sayangi. Tetapi aku masih terus berharap, kalau dia di sana, di sisi lain lautan ini, di suatu tempat yang tidak ku ketahui, masih hidup.



Aku, setiap hari, berdiri di tempat perjanjian ini dengan sebuah harapan. Harapan yang tidak tahu kapan akan terkabulkan. Menanti kedatangan dirinya, hingga hari ini. 



“Aku akan tetap menunggu kepulanganmu, walaupun berdekade – dekade ku habiskan, aku masih akan tetap menunggumu.”

Perlahan, air mataku menetes. Seperti waktu itu, hujan yang sangat deras ini menyamarkan air mataku yang mengalir dengan airnya. Air hujan yang semula menghantam dengan keras dengan teratur mulai mereda, hingga akhirnya hujan pun berhenti. Awan hitam yang menyelimuti langit perlahan mulai menghilang, membuat celah untuk sang mentari yang akan bersembunyi dibalik laut sana.



“Sungguh, .... Sungguh, aku akan selalu, .... Menanti kepulanganmu.”



Sumber gambar :
https://www.pixiv.net/member_illust.php?mode=medium&illust_id=69698708
Diubah oleh nerdv 28-10-2018 15:39
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
491
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan