Tidak bisa dipungkiri beragam kasus hoax bertebaran di berbagai platform media sosial sebelum dan menjelang pemungutan suara. Tumbuh suburnya hoax terjadi dikarenakan kurangnya budaya literasi masyarakat untuk mau mencari tahu kebenaran dari sebuah isu yang sedang hangat diperbincangkan.

Hoax yang banyak bertebaran sepanjang perjalanan Pemilu 2019 tentunya menjadikan iklim demokrasi kita berantakan. Masyarakat yang seharusnya menerima informasi secara benar dan transparan harus dicekoki oleh beragam informasi hoax yang tidak mendidik.



Sampai saat ini Polri memang telah menindak para pelaku penyebaran hoax yang bertebaran di masyarakat. Namun PR besar ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Polri, masyarakat juga harus mampu berbenah diri untuk mengubah mindsetdalam menerima informasi hoax. Masyarakat harus mencari kebenaran di portal-portal berita yang kredibel dan terpercaya dalam menanggapi isu-isu yang berkembang.

Dalam hal Pemilu, tentunya KPU dan Bawaslu perlu membuat inovasi-inovasi baru untuk mencegah terjadinya penyebaran informasi mengenai Pemilu yang tidak benar. Melansir dari IDNtimes, Ketua KPU Jawa Barat Rifqi Ali Mubarok juga sepakat bahwa dampak dari adanya hoax dapat memengarui proses pendewasaan demokrasi bagi masyarakat Indonesia.

“Berita bohong tersebut sangat berbahaya, karena bisa memengaruhi proses demokrasi di Indonesia. Saya harap warga Jabar berhenti menyebarkan berita bohong, yang hanya menguntungkan sebagian pihak saja,” katanya, dalam sambutan di CFD Bandung, Minggu (27/1).



Setelah penyelenggaraan Pemilu 2019 yang cukup menguras banyak tenaga ini, kiranya kita sebagai masyarakat harus mampu memilah-milah kebenaran informasi yang diterima. Masyarakat harus melek dengan kesadaran arus informasi yang begitu cepat dalam perkembangan dunia digital saat ini.