Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

domshaiAvatar border
TS
domshai
Transmigarasi Nya Ketua Geng
‘Gue masih hidup?’

‘Dan di mana ini? Mengapa begitu asing?’

Beberapa pertanyaan itu memenuhi benaknya, ia berpikir keras, untuk mengingat kejadian sebelumnya. Di mana dirinya yang meninggal karena bun*h diri.

Flashback.

Sebuah motor sport hitam terparkir di halaman rumah. Gadis dengan pakaian serba hitam itu menuruni motornya, tatapan datar mengarah pada sebuah mobil yang terparkir.

Queenza Syaqael Sudirja, gadis dengan manik tajam itu langsung memasuki rumah besar itu.

Di ambang pintu, Queen menatap datar sepasang sajoli yang tengah bertengkar.

“SUDAH KUBILANG! DIA BUKAN KEKASIHKU!” teriak seorang pria.

PRANG!

“JANGAN MENCOBA MEMB*DOHI KULAGI, ARDAN! AKU TAU KAU BOHONG! SIANG TADI AKU MEMERGOKIMU YANG JALAN BERSAMA SI JAL*NG ITU!” bentak wanita itu dengan diselimuti amarah.

Ardan menatap nyalang wanita di depannya. Ia merasa sangat kesal dengan ucapan Nindi barusan, tangannya terangkat keudara, bersiap menampar wajah itu.

PLAK!

“DIAM KAMU SI*LAN! JANGAN PERNAH KAMU MENYEBUT WINDY DENGAN SEBUTAN JAL*NG!”

Nindi menyentuh pipinya, rasa panas dan perih menyatu menjadi satu. Maniknya memerah, menahan tangis.

D*danya naik-turun, “Kamu bahkan membelanya Ardan! Kalian pasti memiliki hubungan! Saya tidak mau tau, mulai hari ini saya ingin berpisah dari kamu!” Finalnya.

Ardan menatap tenang, ia mengangguk pelan. “Baik, saya juga ingin berpisah dari wanita sepertimu,” balas Ardan.

Queen menatap itu semua yang terjadi di depannya datar, tanpa memperdulikan mereka. Ia berjalan menaiki anak tangga, menutup kuat pintu kamarnya.

BRAK!

Ia mengunci pintu, lalu membuang kuncinya begitu saja. Napasnya tersengal-sengal, maniknya memerah disertai cairan bening.

Gadis itu berjalan ke lemarinya, mengambil sesuatu yang tengah ia cari sendiri tadi.

Ketemu! Queen menatapnya lekat, tanpa banyak berpikir. Ia langsung membuka penutup botol, mengeluarkan beberapa pil obat dan langsung memakannya.

Uhuk!

Uhuk!

Uhuk!

Ia terbatuk-batuk, memegang tenggorokan yang terasa tercekik. Queen mengerang keras, kepalanya terasa sangat pusing dan berat. D*danya terasa terhimpit sesuatu, ia terduduk lemah.

Sebuah cairan bening keluar dari mulutnya, maniknya terasa semakin berat. Gadis itu tersenyum tipis.

“Setidaknya dengan kem*tian ini, penderitaan kuakan berakhir,” gumamnya, sebelum akhirnya manik indahnya terpejam.

_____

Setelah mengingat semuanya, Queen terdiam. Maniknya itu menatap lurus dengan sendu.

“Mengapa aku tidak m*ti saja? Apakah penderitan ini belum berakhir juga? Tuhan, apakah kau masih menginginkan aku menderita?” gumam Queen lemah.

Ceklek!

Pintu terbuka, dan menampilkan seorang wanita setengah baya. Ia berjalan tergesa-gesa menuju brankar.

“Sayang, akhirnya kau bangun juga. Mommy sangat senang,” ucap wanita itu, seraya tersenyum bahagia. Bahkan matanya pun kini berair.

Queen mengerinyit, siapa wanita ini? Benaknya bertanya.

Dengan tatapan datar, Queen berkata. “Anda siapa?” tanya gadis itu dingin.

Deg!

Pergerakan wanita itu terhenti, matanya saat ini menatap Queen berkaca-kaca. D*danya terasa sesak akan ucapannya.

“H--hana, apa yang kamu ka--katakan? I--ini Mommy, sayang,” akunya dengan suara bergetar.

Queen menaikan sebelah alisnya. Tunggu! Sejak kapan wanita ini menjadi Mommynya? Dirinya mengenal saja tidak, dan apa itu? Hana? Siapa Hana? Queen tidak mengenal nama itu sebelumnya.

“Maaf, tapi saya tidak mengenal Anda. Dan ... siapa Hana? Nama saya Queen, bukan Hana,” ujarnya dingin.

Tangisan wanita itu seketika pecah, dirinya menatap Queen tak percaya.

“A--apa yang kamu katakan?”

Queen berdecih, gadis itu menatap tak suka. “Anda--- Agh!” teriak Queen kesakitan, saat rasa sakit dikepalanya begitu menyiksa. Ia menjambak kuat surainya.

Aluna tersentak, wanita itu panik seketika melihat putrinya kesakitan seperti itu.

“Hana kamu kenapa?”

“AGH! Sa--sakit,” ringisnya.

Mendengar Queen yang kesakitan, Aluna buru-buru memencet Nurse Call yang tak jauh darinya.

Kemudian wanita itu menggenggam tangan Queen erat.

“Tahan sayang, Dokter tengah menuju ke sini sekarang,” bisiknya pelan, wanita itu mencoba menenangkan Queen. Dirinya menangis pelan, merasa tak tega melihat putrinya menderita.

Ceklek!

Pintu terbuka, menampilkan seorang Dokter dan juga Suster di belakangnya.

Aluna menoleh, ia berjalan mendekati Dokter.

“Tolong putri saya, Dok. Dia tampak kesakitan.” Mohon Aluna.

Dokter itu menyentuh bahu Aluna yang bergetar, tatapan lembut ia layangkan.

“Ibu tenang saja, tidak akan saya biarkan pasien saya kesakitan seperti itu,” katanya tersenyum tipis, lalu pria itu melangkah mendekati Queen.

“Suster, suntik dia,” titahnya.

Suster itu mengangguk, kemudian ia menyuntikan sebuah cairan tangan Queen. Hingga gadis itu menjadi tenang, manik indahnya terpejam, lalu Dokter langsung saja memeriksa kondisi gadis itu.

“Dokter, apa yang Anda lakukan? Mengapa kau menyuntiknya?” tanya Aluna.

Dokter tampan, dengan nama tag Dr. Andra Ramadhan, itu menoleh.

“Ibu tenang saja, saya menyuntik putri Anda agar ia tenang. Cairan itu tidak berbahaya kok.”

Aluna mengangguk mengerti, wanita itu tersenyum tipis.

“Terima kasih, Dok,” ucap Aluna.

Dokter Andra membalas senyuman Aluna, “Ibu tidak perlu mengucapkan terima kasih, ini sudah kewajiban saya merawat pasien.”

“Kalau begitu saya permisi dulu, masih banyak pasien yang harus saya tangani,” lanjutnya, Aluna mengangguk.

Dokter Andra langsung saja pergi, bersama Suster. Aluna menatap kepergian mereka, hingga keduanya menghilang dari balik pintu. Tatapan Aluna kini teralih pada Queen yang tengah terbaring tak sadarkan diri.

Ia melangkah mendekati Queen, menatap sendu. Ia mengusap surainya.

“Cepat sembuh Hana, jangan buat Mommy khawatir,” gumamnya.

Di sisi lain, seorang gadis tengah menatap linglung ruangan yang sangat gelap. Ia menatap sekitarnya, apa ini? Mengapa gelap sekali. Queen tak bisa melihat apapun.

“Gue di mana? Kenapa tempat ini sangat gelap?” tanyanya.

“G--gue nggak bisa lihat apapun.”

“Hai, Queen.” Suara seseorang menyadarkan Queen, gadis itu mencari-cari asal suara itu.

“Siapa?” tanya Queen, celingak-celinguk.

“Hei! Aku di sini," katanya, Queen menoleh. Hingga sebuah cahaya menyilaukan matanya, mata Queen menyipit. Mencoba memperjelas penglihatannya.

Seketika pupilnya membesar kala melihat seorang gadis berwajah cantik dan imut tengah tersenyum manis padanya.

Queen menatap tak berkedip. “Menggemaskan,” gumamnya.

Gadis itu menggeleng kepalanya, ia menatap gadis berpakaian putih itu heran. “Lo ... siapa?” tanya Queen.

“Aku Hana. Diva Hana Arkania, dan wanita yang menangis tadi adalah Mommyku,” ungkap Hana.

Queen terkejut, gadis itu menatap tak mengerti. “Lo Hana? Terus itu Mommy lo, tapi kenapa dia manggil gue dengan sebutan Hana? Tolong jelaskan, gue nggak ngerti,” kata Queen.

Hana tersenyum tipis, “Mommy panggil kamu Hana, karena saat ini kamu lagi menempati tubuh aku.”

“Hah?!”

Hana menghela napasnya, tatapannya meredup. “Kamu m*ti karena bun*h diri, bukan?” Queen mengangguk.

Hana kembali tersenyum. “Tubuhmu memang sudah m*ti, tapi jiwamu belum. Sekarang ini kamu ada di dalam tubuh aku, menempati tubuh aku. Dan untuk itu aku ingin meminta tolong padamu, tolong perbaiki hidupku. Dan cari tau siapa yang telah memb*nuhku, berikan aku keadilan,” katanya.

Queen menganga tak percaya. “Jadi, lo ... m*ti dibun*h?” tanya Queen.

“Hm,” dehem Hana seraya mengangguk lucu.

Queen terdiam, gadis itu nampak kebingungan. Mengapa harus dirinya yang membantu Hana? Kenapa tidak orang lain saja?

Seakan tau isi pikiran Queen, Hana berkata. “Karena kamu orang yang tepat, Queen,” ujarnya

Queen menautkan kedua alisnya, ia menyipitkan matanya. Menatap Hana dari atas sampai bawah.

“Lo cenayang?”

Hana hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Queen.

“Kamu mau 'kan membantuku?” tanya Hana tanpa menghiraukan pertanyaannya Queen.

Queen terdiam, nampaknya gadis itu tengah berpikir. Kemudian ia menatap wajah Hana lekat, “Iya, gue mau,” Queen tersenyum tipis, tidak salahnya bukan jika ia membantu Hana? Lagian, Queen juga penasaran bagaimana rasanya mendapatkan kasih dari seorang Ibu. Karena dari kecil Queen belum pernah mendapatkannya.

Hana tersenyum sumringah, “Terima kasih, Queen.”

Queen mengangguk pelan.

“Agh! Sepertinya waktu kutelah habis. Sebaiknya aku pergi, lain kali kita akan bertemu lagi. Oh ya, nanti kamu akan melihat sebuah memori tentang kehidupanku,” kata Hana.

“Hah? Tapi---”

Belum sempat melanjutkan ucapannya, Hana sudah menghilang bersama dengan cahaya putih tadi.

Bersambung
pulaukapok
bukhorigan
bukhorigan dan pulaukapok memberi reputasi
2
1.2K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan