Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nasura2101Avatar border
TS
nasura2101
BAB-05 TERJEBAK DI DALAM HUTAN 2
Entah berapa lama kami berada dalam ketegangan, hewan itu bergerak sangat pelan. Namun akhirnya ekornya terlihat. Sedikit lega melihat ekornya mulai melintasi jalan. Dari ujung ke-ujung terasa lebih lama dari sebelumnya. 

Saat ujung ekor sudah masuk ke semak belukar aku masih menunggu. Dua puluh menit berlalu, aku masih menunggu. Setelah hati ini begitu yakin hewan itu telah jauh, hati-hati aku meletakkan kepala Dewi yang terkulai ke sandaran kursi, entah dia tertidur atau pingsan. 

"Bismillah...," bibirku bergetar saat mengucap basmallah, dengan perasaan was-was aku menghidupkan mesin, tanganku gemeteran saat memegang kunci mobil. Berkali-kali berusaha menghidupkan mesin tapi gagal. 

“Gusti, aku mohon…,” aku berdoa di dalam hati. Jantungku hampir copot saat kurasakan seseorang memegang bahuku. Reflek aku menoleh, ternyata ibu mertua, ‘’kupikir ibu tidur.’’ Sapaku. Wajah ibu mertua pucat pasi, bagai mayat. Aku yakin ibu mertua juga ikut menyaksikan semuanya. Ibu mertua tidak berkata sepatah kata pun, hanya tersenyum. Meski senyum itu jelas dipaksakan, setidaknya aku merasa ada seseorang bersamaku.

Sebelum kembali menghidupkan mesin, aku mengehela nafas dalam-dalam lalu kuhempas perlahan. Kuulangi berkalikali, saat aku yakin bahwa aku tidak setakut tadi, aku kembali mencoba menghidupkan mesin. Alkahmdulilah, mesin mobil menyala. Kuinjak pedal gas sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara gaduh, mobil mulai bergerak perlahan meninggalkan tempat itu, beban seberat gunung perlahan seolah terlepas dari dada, sesak di dada juga berangsur membaik. 

Aku mengintip dari spion, tidak ada apa-apa selain gelap, samar terlihat rimbun dedaunan melambai. Aku menambah kecepatan mobil, dari kaca spion kulirik ibu mertua tampak kelelahan. Kulihat Indri masih terkulai, entah tertidur atau pingsan. Aku meletakkan tanganku di kening Riyana, panas badannya tinggi. Apa boleh buat, aku tidak bisa berhenti, aku menambah kecepatan mobil, hinga mobil terguncang lebih kencang.

"Wa, pelan-pelan nyetirnya," ucap ibu mertua dari jok belakang, "iya bu, maaf," jawabku canggung. 

"Suhu badan Riyana tinggi, bu, makanya saya mau cepat sampai," imbuhku. 

"Hah! benarkah?" tanpa menunggu jawaban atas pertanyaannya, ibu mertua berdiri lalu meletakkan punggung telapak tangannya di kening Riyana. 

‘’Kau benar.’’ Ucapnya canggung. Tak urung aku sedikit memelankan laju mobil, sungkan sama ibu mertua. Entahlah kenapa hutan ini seperti tak berujung, ‘’perasaan sudah sangat jauh memasuki hutan tapi kenapa tidak juga bertemu aspal, kenapa matahari tidak juga muncul,’’ aku melirik jam tanganku. Pukul 02. 27, aku berharap matahari, ternyata masih dini hari. Jujur aku sangat lelah, semua yang terjadi di hutan ini mulai menggerogoti kewarasanku. Aku merasa sudah sudah semalaman berada di hutan ini, tapi ternyata masih jauh dari pagi. _______________________ 


Ketenanganku menyetir ternyata harus terjeda lagi, aku merasa ada yang salah dengan ban mobil sebelah kiri belakang. Kupelankan laju mobil sebelum akhirnya berhenti sempurna. 

"Ada apa Wa? kenapa berhenti?" tanya ibu mertua, aku menangkap kekhawatiran dari nada suaranya. 

"Maaf bu, saya curiga ban kiri belakang kempes, biar saya periksa dulu," jawabku menjelaskan. Setelah itu, reflek tangan kiriku mengangkat break, detik selanjutnya kumatikan mesin. Lalu perlahan aku membuka pintu mobil, agak ragu dan sedikit was-was. Bagaimana pun aku harus memeriksa ban mobil, daripada terjadi hal yang tidak diinginkan. Dugaanku benar, ban kiri belakang kempes. Aku buka bagasi untuk mengambil ban serep dan peralatan untuk mengganti ban. Kugulung lengan kemejaku, lalu mengeluarkan dongkrak, ban dan senter kepala serta peralatan untuk bongkar pasang ban. Kupastikan semua yang kubutuhkan telah kuambil semua sebelum menutup kembali pintu bagasi. 

“Butuh bantuan, Mas?” jantungku hampir lepas, seorang laki-laki tiba-tiba sudah ada di sampingku. Ketakutan aku menatap laki-laki di sampingku, “Maaf ya, Mas. Karena saya ngagetin, saya Cuma ingin membantu.” Ucapnya, ada rasa bersalah dari sorot matanya.

“Oh, ndak papa, mungkin karena saya terlalu tegang jadi saya tidak menyadari kehadiran anda,” aku berusaha tersenyum. 

"Perkenalkan saya Cahaya," dia memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan. Ragu-ragu aku menjabat tangannya, tangannya sangat dingin. 

“Dewa,’’ ucapku, lagi-lagi laki-laki ini tersenyum, kali ini senyumnya menyerengai. Agak seram melihat seringainya, cara dia menatapku juga bikin aku ngeri. 

“Dewa! Kok malah bengong, ayo cepat dimualai nganti bannya.” Kudengar ibu berteriak dari dalam mobil. 

“I…,iya bu,” geragapan aku membalas teriakan ibu. Detik selanjutnya, aku mulai memasang dongkrak, kemudian bersiap melepas ban yang kempes. Setelah ban terlepas aku memasang ban serep dibantu laki-laki tersebut. Aku benar-benar fokus dengan pekerjaanku hingga rasa was-was di dadaku seperti mengoar. Tubuhku sedikit hangat karena bongkar-pasang ban cukup membuat tubuhku berkeringat. Kami tidak banyak mengobrol saat kami mengerjakan semua itu, begitu selesai laki-laki itu berpamitan. Dia bilang bahwa ia penduduk Desa yang ada dibalik hutan, ia baru pulang kerja. Aku menawarinya untuk sekedar merokok tapi laki-laki itu menolak, katanya ia tidak merokok. Setelah aku mengucapkan terikamsih, Ia berlalu ke arah berlawanan, aku pandangi pungungnya hinga hilang di kegelapan.

Kukembalikan semua peralatan ke bagasi setelah aku pastikan ban sudah terpasang dengan benar. Kumatikan senter lalu kulepas dari kepala. Tiba-tiba terasa ada angin yang berhembus di belakangku, hawa dingin tiba-tiba menusuk. Reflek aku meraba tengkuk, segera kututup bagasi lalu bergegas masuk ke dalam mobil. 

Kulirik kaca spion, aku sangat terkejut, ada bayangan seseorang berdiri di sana, tak jauh di belakang mobil, mematung. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Aku ingin turun untuk memastikan barangkali dia butuh tumpangan, tapi saat kuperhatikan dengan seksama dia sudah tidak ada. Dalam hati aku berfikir, ‘’dia beneran manusia atau bukan?’’ Aku berfikir beberapa saat, hatiku bimbang, antara keluar dari mobil untuk memastikan atau terus jalan. 

‘’Ada apa lagi Wa, kenapa tidak langsung jalan?’’ tanya ibu mertua, beliau tampak bingung. 

‘’Saya seperti melihat sesorang berdiri di belakang mobil, bu. Apa sebaiknya saya periksa dulu ya, bu?’’ Alih-alih menjawab pertanyaanku, ibu mertua langsung melongok ke belakang mobil melalui kaca belakang mobil. 

‘’Langsung jalan, Wa!’’ perintah ibu mertua, suaranya genetaran. Dari suaranya sepertinya ibu mertua shock. Saat beliau berbalik, benar saja, ibu mertua terlihat sangat ketakutan, wajahnya pias.

Aku sudah tidak ingin bertanya lagi meski aku khawatir, aku yakin ibu melihat sesuatu yang mengerikan. Sekarang aku juga yakin, bahwa yang kulihat tadi pasti bukan manusia. 

Aku langsung tancap gas, dalam hati aku berdo'a, "semoga setelah ini tidak ada hal mengerikan lain yang akan kuhadapi." Sungguh, aku capek, baik tubuh maupun pikiran. Perjalanan ini terasa sangat melelahkan, aku menghela nafas berkali-kali mencoba menenangkan diri. Menepis lelah yang kian mendera, aku seperti tersesat di dalam sebuah lingkaran. Aku sendiri yang masuk ke dalamnya dan tidak menemukan jalan untuk kembali. 

Aku juga tidak tahu, mengapa sejak pertama kali bertemu Indri, aku begitu ingin menolongnya? aku hanya ingin melihat senyum Riyana mungkin. Aku sering melihatnya menyembunyikan tangis, meski bibirnya selalu memintaku mengabaikan Indri dan suaminya. Namun duka di bola matanya tidak pernah bisa dia sembunyikan dariku. Aku juga melihat rona bahagia yang berusaha disembunyikan saat aku mengatakan, "apa pun caranya, aku akan terus mengusahakan kesembuhan Indri." Dia bisa menyembunyikan apa yang sesungguhnya ia rasakan dari orang lain, tapi tidak dariku.

BRRRAAAAKKKK! 

Aku terhenyak, mobilku menabrak sesuatu dengan keras, tubuhku terangkat tinggi lalu kembali jatuh membentur setir. Atara sadar dan tidak aku menyaksikan kaca mobil depan hancur, serpihannya menghambur ke segala arah, sebagian menghantam tubuhku. Serpihan kaca menghujam ke seluruh bagian tubuhku bagai belati yang menghujam deras. Aku merasakan sakit yang tiada tara di di sekujur tubuh, darah mulai merembes dari tiap bagian tubuh yang tekena hujaman serpihan kaca, terutama wajahku. Sesuatu terasa dingin mengalir di pelipisku. Gemetaran kuraba, “darah?!” 

Rupanya kepalaku juga terluka karena benturan, kugelengkan kepalaku, kasar. Berusaha mengumpulkan kesadaran, aku belum sepenuhnya paham apa yang sebenarnya terjadi. Namun pandanganku mulai kabur, samar-samar masih kudengar suara Riana meneriakkan namaku, ‘’Dewa! Bangun Dewa!” sebelum semuanya menjadi gelap.
_________________ 
TO BE CONTINUE
https://www.kaskus.co.id/thread/64d7...med=reputation
https://karyakarsa.com/Karenina/bab-...-sakit-sakitan
Diubah oleh nasura2101 12-08-2023 15:53
regmekujo
mnemonic0996810
provocator3301
provocator3301 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
1.3K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan