- Beranda
- Komunitas
- Story
- B-Log Personal
Life at a Time
TS
archaengela
Life at a Time
Life at a Time itu sebenernya judul blog baru ane Gara2 pindahan blog, dari blog Destination, ya udah pilih judul blog itu aja.
Isinya penggalan2 kisah hidup ane pada satu waktu tertentu.
Seperti blog2 terdahulu di sini boleh nimbrung, ngobrol, komentar, tp dilarang post gambar/cerita BB17++, gambar dan cerita horor, gambar DP/kekerasan, iklan/promosi/spam, dan long cat/gambar yg harus scroll berulang2.
B-log ini juga ada di wordpress, yaitu di
thelifeatatime.wordpress.com
Isinya penggalan2 kisah hidup ane pada satu waktu tertentu.
Seperti blog2 terdahulu di sini boleh nimbrung, ngobrol, komentar, tp dilarang post gambar/cerita BB17++, gambar dan cerita horor, gambar DP/kekerasan, iklan/promosi/spam, dan long cat/gambar yg harus scroll berulang2.
B-log ini juga ada di wordpress, yaitu di
thelifeatatime.wordpress.com
Quote:
Original Posted By archaengela►Beberapa minggu terakhir ini aku sempat senang main satu game di hp. Awalnya aku bisa install game ini karena melihat iklannya yang menyebutkan bahwa 90% (atau berapalah itu angka persisnya, aku gak hafal) orang itu gak bisa menyelesaikan level 23. Melihat itu aku jadi penasaran. Memang level 23 sesulit apa?
Jadi, game-nya itu ada sekumpulan mobil yang diposisikan di satu area, lalu tugas pemain adalah kita harus menentukan urutan mobil yang harus dijalankan supaya semua mobil bisa keluar dari area yang tersedia. Awal main masih gampang karena baru pengenalan cara bermain. Jadi, aku terus bermain sampai level 23.
Di level 23, aku coba bermain dan bisa selesai level itu. Ternyata iklannya menyesatkan. Sesudah itu, aku lihat ternyata ada kompetisinya. Jadi, aku ikut di kompetisinya dan itu yang membuat lebih semangat bermain karena ada saingan.
Sekian lama bermain, aku jadi semakin terbiasa sampai terkadang itu seperti auto pilot saking sudah paham. Ada level tertentu yang sepertinya susunan mobilnya pun sama. Lalu karena suka ada informasi tingkat kesulitan level-nya, begitu ada tulisan ‘Hard’ atau ‘Super Hard’ itu aku jadi lebih waspada tapi justru terpacu untuk menyelesaikan level itu.
Waktu awal-awal melihat informasi level ‘Hard’ dan ‘Super Hard’ itu aku lebih fokus untuk berhati-hati, tapi sesudah sekian lama bermain dan terbiasa dengan aturan dan cara bermain, informasi level sudah tidak ada pengaruhnya lagi buatku. Malahan, dalam beberapa kali bermain, justru aku membuat kesalahan saat menjalankan mobil yang seharusnya kesalahan itu tidak terjadi. Kenapa? Karena saking terbiasanya memainkan game itu sampai sudah otomatis saja menjalankannya.
Di dalam hidup bisa jadi kita juga seperti itu. Waktu memulai sesuatu, bisa jadi kita selalu mencari Tuhan dengan giat karena kita tidak tahu apakah ini yang harus kita lakukan atau yang lain, lebih hati-hati dalam bertindak, merencanakan dengan saksama, dst. Sesudah sekian lama, saat kita sudah memiliki pengalaman dan proses di dalam hal yang kita lakukan, bisa jadi kita lebih percaya pada pengalaman, pengetahuan, kemampuan yang sudah kita miliki ketimbang mengandalkan Tuhan.
Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! (Yeremia 17:7)
Di saat itu, saat kita lupa mengandalkan Tuhan, bisa jadi kita jatuh dan melakukan kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak kita lakukan karena memang kesalahan itu terjadi karena kecerobohan kita, karena kita menganggap kita sanggup. Kesombongan kita itu bisa menjadi awal kejatuhan kalau kita tidak segera mawas diri dan memperbaiki diri.
Pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan itu adalah sesuatu yang diberikan Tuhan kepada kita supaya kita bisa mengerjakan tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban yang ada. Akan tetapi, saat kita berfokus dan mengandalkan pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan kita lebih daripada fokus dan mengandalkan Tuhan, sebenarnya kita sedang membuat berhala.
Orang yang tidak mengakui keberadaan Tuhan atau yang sering disebut sebagai ateis (‘a’ artinya tidak dan ‘theis’ artinya Tuhan, sehingga ateis artinya tidak bertuhan) pada dasarnya tidak ada karena semua orang selalu memuja/menyembah sesuatu. Kalaupun tidak pada satu objek/sesembahan tertentu, bisa jadi pada diri sendiri.
Kalau melihat berbagai macam komentar orang yang sepertinya mengisyaratkan bahwa dirinya sebagai seorang ateis, aku melihat bahwa orang yang mengatakan, “Tuhan tidak ada”, itu karena bersumber dari pengalaman pribadi. Bisa jadi saat mereka dalam kesulitan, mereka mencari Tuhan dan meminta pertolongan Tuhan tapi tidak menemukan Tuhan saat itu dan mereka tidak mendapatkan solusi dari permasalahan mereka. Terlebih kalau yang kehilangan anggota keluarga yang sangat dikasihi, rasa kehilangan dan kesedihan itu bisa menjadi kepahitan dan kekecewaan.
Bahkan bagi orang-orang yang beragama sekalipun, termasuk kristiani, kita tidak lepas dari hal itu. Hal yang membedakan adalah seberapa kita bisa menundukkan diri kepada kehendak Tuhan atau lebih ke pemikiran dan keinginan diri kita sendiri.
Maksudnya gimana? Saat kita dalam kesulitan, tentu respons alamiah kita adalah meminta pertolongan Tuhan dan berharap Tuhan menolong kita, bukan? Aku cukup yakin bahwa tanpa perlu disuruh, hal itu akan otomatis kita lakukan. Permasalahannya adalah saat pertolongan, solusi, jalan keluar, terobosan, pemulihan yang kita harapkan itu belum terjadi atau bahkan tidak terjadi, bagaimana kita meresponi hal itu?
Kalau kita menempatkan Tuhan sebagai Tuhan, bahwa Dialah yang tertinggi yang pantas menerima segala hormat, sembah, pujian, dan segalanya yang bisa kita berikan, sebagai Pencipta dan kita sebagai ciptaan-Nya, tentunya kita akan sadar bahwa karena Tuhan adalah Tuhan, Dia tentu tidak berada dalam kendali kita. Tuhan bukan robot, bukan Doraemon, atau bahkan jin yang saat kita meminta harus saat itu juga Tuhan mengabulkan permintaan kita.
“Tapi permintaan saya itu bukan permintaan yang jahat, kok. Kenapa Tuhan tidak mengabulkannya juga? Katanya Tuhan baik. Kalau Tuhan baik, kenapa Tuhan membiarkan saya menderita? Apa jangan-jangan tidak ada Tuhan itu?” Mungkin ada di antara kita yang bilang begitu saat di tengah begitu banyak penderitaan.
Ini seperti seorang anak dengan orang tuanya. Saat anak meminta sesuatu dan hal itu baik, orang tua kalau memang bisa memenuhi permintaan anaknya pasti akan memberikannya. Berkaitan dengan Tuhan, Dia tidak terbatas: Maha Besar, Maha Kuasa. Dia sanggup melakukan apa pun. Jadi, kalau kita minta sesuatu, tentu Tuhan sangat bisa, bahkan sangat mudah untuk melakukannya.
Lalu, pertanyaannya: kenapa Tuhan tidak mengabulkan permintaan kita? Karena hal yang menurut kita baik, tidak selalu itu adalah hal yang baik bagi Tuhan.
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. (Roma 12:2)
Kehendak Allah itu baik, berkenan kepada-Nya, dan sempurna. Hal yang baik menurut kita, belum tentu baik menurut Tuhan. Kalaupun hal itu baik, bisa jadi Tuhan ingin memberi yang lebih dari itu. Sementara, kalau kita terus terpaku bahwa hal yang kita inginkan itu yang kita mau, lalu menjadi kecewa pada saat kita tidak mendapatkannya, padahal Tuhan ingin memberikan yang lebih daripada itu, bukankah sangat disayangkan?
Itu sebabnya pengajaran yang mengatakan ‘claim and receive’ dan ‘manifested’ itu pengajaran yang sesat dan berbahaya. Kenapa? Karena mengandalkan kepada harapan dan keyakinan diri sendiri bahwa Tuhan akan memberikan hal yang kita mau. Tidak semua hal yang kita mau akan menjadi kenyataan. Tidak semua hal yang kita klaim akan menjadi milik kita itu benar-benar akan kita terima sebagai milik kita. Dugaanku, cukup banyak orang yang meninggalkan Tuhan, menganggap Tuhan tidak ada, itu karena pengaruh ajaran-ajaran sesat semacam ini.
“Tapi ada juga orang yang melakukan itu, terus mereka benar-benar mendapatkannya. Jadi, ajaran itu benar, dong?” Untuk menguji sesuatu benar atau tidak, kalau dilakukan eksperimen itu harus memiliki kadar kesuksesan yang sangat tinggi. Katakan ada 100 orang yang melakukan itu dan 80-95 orang mendapatkan hasil positif (sukses dalam eksperimen), berarti bisa dikatakan hal itu terbukti benar. Kalau dari 100 orang hanya 20 yang berhasil dapat hasil positif, bagaimana bisa dikatakan hal itu benar?
Melakukan ‘claimed and receive’, mengatakan ‘manifested’ dan segala jenis klaim yang fokusnya seolah-olah pada iman yang dimiliki, berapa banyak orang yang benar-benar mendapatkan yang diinginkannya? Jangan lupa bahwa di dalam hidup ini ada kedaulatan Tuhan di atas segalanya. Kalau Tuhan tidak berkenan, kalau itu bukan kehendak Tuhan, mau kita katakan ‘claimed and received’, ‘manifested’, ‘menerima dalam nama Yesus’, dan apa pun itu kata-kata yang kita ucapkan, tidak akan terjadi.
Saat kita mendewakan metoda dan teknik lebih dari pengakuan kepada Tuhan sendiri, inilah berhala. Bagaimana mungkin ajaran sesat ini bisa menjadi suatu hal yang benar, sementara ajaran sesat itu sendiri sebenarnya adalah berhala.
Itu sebabnya pengajaran-pengajaran sesat semacam ini tumbuh subur di negara-negara yang miskin. Kenapa? Karena orang-orang membutuhkan harapan, ingin penderitaan mereka berakhir. Masalahnya bukannya mengarahkan orang-orang ini pada Sang Sumber Harapan, justru mereka diarahkan pada metoda-metoda sesat dan tidak bertanggung jawab. Bahkan biasanya para pengajar sesat ini justru malah makin menyengsarakan orang-orang ini dengan tiupan ‘angin surga’ bahwa “Kalau kamu memberi, kamu akan mendapatkan sekian kali dari yang kamu beri.” Inilah kejahatan.
“Ah, itu orang-orang itu aja yang bodoh. Kenapa juga mereka mau termakan hal itu?” Ketika orang-orang yang seharusnya mereka ajar dan bimbing malah mereka manfaatkan, terlebih mereka mengajarkan hal-hal yang baik, suci, dan mulia, bukankah ini sangat mengerikan?
Pada dasarnya saat orang membawa nama Yesus dan menggunakan nama Yesus untuk memanfaatkan orang lain demi kepentingan/kesejahteraan diri sendiri, bahkan menekan orang lain dengan menggunakan kata-kata yang manis dan mulia, padahal itu semua adalah kebohongan dan penipuan, mereka inilah yang Yesus sebut sebagai orang-orang yang munafik, pemimpin-pemimpin buta, ular-ular, dan keturunan ular beludak (Matius 23:23-33).
Kenapa Yesus bicara sangat keras mengenai orang-orang ini? Di zaman Yesus, hal itu ditujukan kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Di zaman sekarang, ucapan Yesus ini sangat tepat ditujukan kepada orang-orang yang mengajarkan ajaran sesat demi kepentingan diri sendiri, untuk memenuhi kantong mereka sendiri, memperkaya diri dengan menindas jemaat mereka dengan menggunakan ayat Alkitab yang diputarbalikkan.
Alasannya sederhana. Para ahli Taurat dan Farisi dan juga para pengajar sesat ini tentu bukan orang yang tidak tahu isi Alkitab. Mereka bahkan mungkin hafal luar dalam isi Alkitab. Mereka adalah para pengajar dan yang dicari oleh jemaat untuk mengajarkan mengenai firman Tuhan. Bagaimana mungkin malah para pengajar ini justru yang menindas dan menekan jemaat Tuhan dengan ayat-ayat Alkitab yang diselewengkan?
Lalu, ketika para jemaat ini semakin sengsara karena ajaran-ajaran sesat tersebut dan mereka bertanya kepada para pengajar sesat ini, dengan enteng mereka akan melarikan diri dari bertanggung jawab atas kesalahannya dan menimpakan kesalahan justru kepada jemaat-jemaat itu sendiri. Inilah kejahatan yang berlapis-lapis. Tidak heran kenapa Yesus bisa berkata sekeras itu mengenai mereka.
Memang ada sejumlah pengajar sesat yang mengajarkan ajaran-ajaran sesat karena mereka tidak paham. Akan tetapi, lebih banyak pengajar sesat itu karena mereka tahu benar isi Alkitab dan dengan sadar sepenuhnya melakukan penyimpanan karena mereka menginginkan keuntungan yang haram. Inilah kejahatan besar.
Banyak orang telah dibutakan mata dan pikirannya karena mendukung para pengajar sesat sehingga lebih banyak lagi orang yang disesatkan. Di akhir zaman ini memang antara benih gandum dan lalang (rumput liar) tumbuh bersamaan, tapi pada akhirnya akan menjadi jelas yang mana yang sungguh-sungguh gandum dan yang lalang. Akan menjadi jelas, mana yang merupakan para pengajar yang benar dan setia untuk mengajarkan firman Tuhan dengan sebenar-benarnya dan mana yang merupakan para pengajar sesat yang curang. (Matius 13:30, 37-39).
Tantangan kita sebagai umat Tuhan adalah untuk terus fokus kepada Tuhan dan firman-Nya sehingga saat pengajaran sesat itu masuk, kita bisa dengan mudah menolaknya. Kalau kita tidak tahu yang mana yang merupakan ajaran yang sejati dan yang palsu/sesat, bagaimana kita bisa membedakannya bukan? Itu sebabnya penting bagi kita untuk rutin membaca Alkitab.
Membaca Alkitab itu bukan hanya untuk menjaga supaya kita tidak disesatkan. Lebih dari itu, dengan membaca Alkitab, kita akan kembali belajar mengenai Yesus, mengenai hal-hal yang sudah Dia lakukan untuk kita, mengenai hal-hal yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Setiap kali membaca Alkitab, kita akan bisa menemukan hal-hal baru yang tidak kita temukan sebelumnya. Jadi, memang sangat kaya akan hikmat firman Allah itu. Sangat tidak rugi kalau kita membacanya secara rutin.
Dengan membaca Alkitab juga kita bisa semakin mengasihi Yesus, dan pada gilirannya, ayat-ayat firman Tuhan itu juga mengoreksi diri kita akan dosa dan kesalahan kita, menuntun kita dalam hidup ini. Semoga semakin hari, kita semakin mengenal Tuhan, mengasihi-Nya, dan terus hidup seturut kehendak dan rancangan-Nya sebab itu yang terbaik bagi kita.
Tetap semangat! Tuhan memberkati kita semua. Amin!
Jadi, game-nya itu ada sekumpulan mobil yang diposisikan di satu area, lalu tugas pemain adalah kita harus menentukan urutan mobil yang harus dijalankan supaya semua mobil bisa keluar dari area yang tersedia. Awal main masih gampang karena baru pengenalan cara bermain. Jadi, aku terus bermain sampai level 23.
Di level 23, aku coba bermain dan bisa selesai level itu. Ternyata iklannya menyesatkan. Sesudah itu, aku lihat ternyata ada kompetisinya. Jadi, aku ikut di kompetisinya dan itu yang membuat lebih semangat bermain karena ada saingan.
Sekian lama bermain, aku jadi semakin terbiasa sampai terkadang itu seperti auto pilot saking sudah paham. Ada level tertentu yang sepertinya susunan mobilnya pun sama. Lalu karena suka ada informasi tingkat kesulitan level-nya, begitu ada tulisan ‘Hard’ atau ‘Super Hard’ itu aku jadi lebih waspada tapi justru terpacu untuk menyelesaikan level itu.
Waktu awal-awal melihat informasi level ‘Hard’ dan ‘Super Hard’ itu aku lebih fokus untuk berhati-hati, tapi sesudah sekian lama bermain dan terbiasa dengan aturan dan cara bermain, informasi level sudah tidak ada pengaruhnya lagi buatku. Malahan, dalam beberapa kali bermain, justru aku membuat kesalahan saat menjalankan mobil yang seharusnya kesalahan itu tidak terjadi. Kenapa? Karena saking terbiasanya memainkan game itu sampai sudah otomatis saja menjalankannya.
Di dalam hidup bisa jadi kita juga seperti itu. Waktu memulai sesuatu, bisa jadi kita selalu mencari Tuhan dengan giat karena kita tidak tahu apakah ini yang harus kita lakukan atau yang lain, lebih hati-hati dalam bertindak, merencanakan dengan saksama, dst. Sesudah sekian lama, saat kita sudah memiliki pengalaman dan proses di dalam hal yang kita lakukan, bisa jadi kita lebih percaya pada pengalaman, pengetahuan, kemampuan yang sudah kita miliki ketimbang mengandalkan Tuhan.
Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! (Yeremia 17:7)
Di saat itu, saat kita lupa mengandalkan Tuhan, bisa jadi kita jatuh dan melakukan kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak kita lakukan karena memang kesalahan itu terjadi karena kecerobohan kita, karena kita menganggap kita sanggup. Kesombongan kita itu bisa menjadi awal kejatuhan kalau kita tidak segera mawas diri dan memperbaiki diri.
Pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan itu adalah sesuatu yang diberikan Tuhan kepada kita supaya kita bisa mengerjakan tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban yang ada. Akan tetapi, saat kita berfokus dan mengandalkan pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan kita lebih daripada fokus dan mengandalkan Tuhan, sebenarnya kita sedang membuat berhala.
Orang yang tidak mengakui keberadaan Tuhan atau yang sering disebut sebagai ateis (‘a’ artinya tidak dan ‘theis’ artinya Tuhan, sehingga ateis artinya tidak bertuhan) pada dasarnya tidak ada karena semua orang selalu memuja/menyembah sesuatu. Kalaupun tidak pada satu objek/sesembahan tertentu, bisa jadi pada diri sendiri.
Kalau melihat berbagai macam komentar orang yang sepertinya mengisyaratkan bahwa dirinya sebagai seorang ateis, aku melihat bahwa orang yang mengatakan, “Tuhan tidak ada”, itu karena bersumber dari pengalaman pribadi. Bisa jadi saat mereka dalam kesulitan, mereka mencari Tuhan dan meminta pertolongan Tuhan tapi tidak menemukan Tuhan saat itu dan mereka tidak mendapatkan solusi dari permasalahan mereka. Terlebih kalau yang kehilangan anggota keluarga yang sangat dikasihi, rasa kehilangan dan kesedihan itu bisa menjadi kepahitan dan kekecewaan.
Bahkan bagi orang-orang yang beragama sekalipun, termasuk kristiani, kita tidak lepas dari hal itu. Hal yang membedakan adalah seberapa kita bisa menundukkan diri kepada kehendak Tuhan atau lebih ke pemikiran dan keinginan diri kita sendiri.
Maksudnya gimana? Saat kita dalam kesulitan, tentu respons alamiah kita adalah meminta pertolongan Tuhan dan berharap Tuhan menolong kita, bukan? Aku cukup yakin bahwa tanpa perlu disuruh, hal itu akan otomatis kita lakukan. Permasalahannya adalah saat pertolongan, solusi, jalan keluar, terobosan, pemulihan yang kita harapkan itu belum terjadi atau bahkan tidak terjadi, bagaimana kita meresponi hal itu?
Kalau kita menempatkan Tuhan sebagai Tuhan, bahwa Dialah yang tertinggi yang pantas menerima segala hormat, sembah, pujian, dan segalanya yang bisa kita berikan, sebagai Pencipta dan kita sebagai ciptaan-Nya, tentunya kita akan sadar bahwa karena Tuhan adalah Tuhan, Dia tentu tidak berada dalam kendali kita. Tuhan bukan robot, bukan Doraemon, atau bahkan jin yang saat kita meminta harus saat itu juga Tuhan mengabulkan permintaan kita.
“Tapi permintaan saya itu bukan permintaan yang jahat, kok. Kenapa Tuhan tidak mengabulkannya juga? Katanya Tuhan baik. Kalau Tuhan baik, kenapa Tuhan membiarkan saya menderita? Apa jangan-jangan tidak ada Tuhan itu?” Mungkin ada di antara kita yang bilang begitu saat di tengah begitu banyak penderitaan.
Ini seperti seorang anak dengan orang tuanya. Saat anak meminta sesuatu dan hal itu baik, orang tua kalau memang bisa memenuhi permintaan anaknya pasti akan memberikannya. Berkaitan dengan Tuhan, Dia tidak terbatas: Maha Besar, Maha Kuasa. Dia sanggup melakukan apa pun. Jadi, kalau kita minta sesuatu, tentu Tuhan sangat bisa, bahkan sangat mudah untuk melakukannya.
Lalu, pertanyaannya: kenapa Tuhan tidak mengabulkan permintaan kita? Karena hal yang menurut kita baik, tidak selalu itu adalah hal yang baik bagi Tuhan.
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. (Roma 12:2)
Kehendak Allah itu baik, berkenan kepada-Nya, dan sempurna. Hal yang baik menurut kita, belum tentu baik menurut Tuhan. Kalaupun hal itu baik, bisa jadi Tuhan ingin memberi yang lebih dari itu. Sementara, kalau kita terus terpaku bahwa hal yang kita inginkan itu yang kita mau, lalu menjadi kecewa pada saat kita tidak mendapatkannya, padahal Tuhan ingin memberikan yang lebih daripada itu, bukankah sangat disayangkan?
Itu sebabnya pengajaran yang mengatakan ‘claim and receive’ dan ‘manifested’ itu pengajaran yang sesat dan berbahaya. Kenapa? Karena mengandalkan kepada harapan dan keyakinan diri sendiri bahwa Tuhan akan memberikan hal yang kita mau. Tidak semua hal yang kita mau akan menjadi kenyataan. Tidak semua hal yang kita klaim akan menjadi milik kita itu benar-benar akan kita terima sebagai milik kita. Dugaanku, cukup banyak orang yang meninggalkan Tuhan, menganggap Tuhan tidak ada, itu karena pengaruh ajaran-ajaran sesat semacam ini.
“Tapi ada juga orang yang melakukan itu, terus mereka benar-benar mendapatkannya. Jadi, ajaran itu benar, dong?” Untuk menguji sesuatu benar atau tidak, kalau dilakukan eksperimen itu harus memiliki kadar kesuksesan yang sangat tinggi. Katakan ada 100 orang yang melakukan itu dan 80-95 orang mendapatkan hasil positif (sukses dalam eksperimen), berarti bisa dikatakan hal itu terbukti benar. Kalau dari 100 orang hanya 20 yang berhasil dapat hasil positif, bagaimana bisa dikatakan hal itu benar?
Melakukan ‘claimed and receive’, mengatakan ‘manifested’ dan segala jenis klaim yang fokusnya seolah-olah pada iman yang dimiliki, berapa banyak orang yang benar-benar mendapatkan yang diinginkannya? Jangan lupa bahwa di dalam hidup ini ada kedaulatan Tuhan di atas segalanya. Kalau Tuhan tidak berkenan, kalau itu bukan kehendak Tuhan, mau kita katakan ‘claimed and received’, ‘manifested’, ‘menerima dalam nama Yesus’, dan apa pun itu kata-kata yang kita ucapkan, tidak akan terjadi.
Saat kita mendewakan metoda dan teknik lebih dari pengakuan kepada Tuhan sendiri, inilah berhala. Bagaimana mungkin ajaran sesat ini bisa menjadi suatu hal yang benar, sementara ajaran sesat itu sendiri sebenarnya adalah berhala.
Itu sebabnya pengajaran-pengajaran sesat semacam ini tumbuh subur di negara-negara yang miskin. Kenapa? Karena orang-orang membutuhkan harapan, ingin penderitaan mereka berakhir. Masalahnya bukannya mengarahkan orang-orang ini pada Sang Sumber Harapan, justru mereka diarahkan pada metoda-metoda sesat dan tidak bertanggung jawab. Bahkan biasanya para pengajar sesat ini justru malah makin menyengsarakan orang-orang ini dengan tiupan ‘angin surga’ bahwa “Kalau kamu memberi, kamu akan mendapatkan sekian kali dari yang kamu beri.” Inilah kejahatan.
“Ah, itu orang-orang itu aja yang bodoh. Kenapa juga mereka mau termakan hal itu?” Ketika orang-orang yang seharusnya mereka ajar dan bimbing malah mereka manfaatkan, terlebih mereka mengajarkan hal-hal yang baik, suci, dan mulia, bukankah ini sangat mengerikan?
Pada dasarnya saat orang membawa nama Yesus dan menggunakan nama Yesus untuk memanfaatkan orang lain demi kepentingan/kesejahteraan diri sendiri, bahkan menekan orang lain dengan menggunakan kata-kata yang manis dan mulia, padahal itu semua adalah kebohongan dan penipuan, mereka inilah yang Yesus sebut sebagai orang-orang yang munafik, pemimpin-pemimpin buta, ular-ular, dan keturunan ular beludak (Matius 23:23-33).
Kenapa Yesus bicara sangat keras mengenai orang-orang ini? Di zaman Yesus, hal itu ditujukan kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Di zaman sekarang, ucapan Yesus ini sangat tepat ditujukan kepada orang-orang yang mengajarkan ajaran sesat demi kepentingan diri sendiri, untuk memenuhi kantong mereka sendiri, memperkaya diri dengan menindas jemaat mereka dengan menggunakan ayat Alkitab yang diputarbalikkan.
Alasannya sederhana. Para ahli Taurat dan Farisi dan juga para pengajar sesat ini tentu bukan orang yang tidak tahu isi Alkitab. Mereka bahkan mungkin hafal luar dalam isi Alkitab. Mereka adalah para pengajar dan yang dicari oleh jemaat untuk mengajarkan mengenai firman Tuhan. Bagaimana mungkin malah para pengajar ini justru yang menindas dan menekan jemaat Tuhan dengan ayat-ayat Alkitab yang diselewengkan?
Lalu, ketika para jemaat ini semakin sengsara karena ajaran-ajaran sesat tersebut dan mereka bertanya kepada para pengajar sesat ini, dengan enteng mereka akan melarikan diri dari bertanggung jawab atas kesalahannya dan menimpakan kesalahan justru kepada jemaat-jemaat itu sendiri. Inilah kejahatan yang berlapis-lapis. Tidak heran kenapa Yesus bisa berkata sekeras itu mengenai mereka.
Memang ada sejumlah pengajar sesat yang mengajarkan ajaran-ajaran sesat karena mereka tidak paham. Akan tetapi, lebih banyak pengajar sesat itu karena mereka tahu benar isi Alkitab dan dengan sadar sepenuhnya melakukan penyimpanan karena mereka menginginkan keuntungan yang haram. Inilah kejahatan besar.
Banyak orang telah dibutakan mata dan pikirannya karena mendukung para pengajar sesat sehingga lebih banyak lagi orang yang disesatkan. Di akhir zaman ini memang antara benih gandum dan lalang (rumput liar) tumbuh bersamaan, tapi pada akhirnya akan menjadi jelas yang mana yang sungguh-sungguh gandum dan yang lalang. Akan menjadi jelas, mana yang merupakan para pengajar yang benar dan setia untuk mengajarkan firman Tuhan dengan sebenar-benarnya dan mana yang merupakan para pengajar sesat yang curang. (Matius 13:30, 37-39).
Tantangan kita sebagai umat Tuhan adalah untuk terus fokus kepada Tuhan dan firman-Nya sehingga saat pengajaran sesat itu masuk, kita bisa dengan mudah menolaknya. Kalau kita tidak tahu yang mana yang merupakan ajaran yang sejati dan yang palsu/sesat, bagaimana kita bisa membedakannya bukan? Itu sebabnya penting bagi kita untuk rutin membaca Alkitab.
Membaca Alkitab itu bukan hanya untuk menjaga supaya kita tidak disesatkan. Lebih dari itu, dengan membaca Alkitab, kita akan kembali belajar mengenai Yesus, mengenai hal-hal yang sudah Dia lakukan untuk kita, mengenai hal-hal yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Setiap kali membaca Alkitab, kita akan bisa menemukan hal-hal baru yang tidak kita temukan sebelumnya. Jadi, memang sangat kaya akan hikmat firman Allah itu. Sangat tidak rugi kalau kita membacanya secara rutin.
Dengan membaca Alkitab juga kita bisa semakin mengasihi Yesus, dan pada gilirannya, ayat-ayat firman Tuhan itu juga mengoreksi diri kita akan dosa dan kesalahan kita, menuntun kita dalam hidup ini. Semoga semakin hari, kita semakin mengenal Tuhan, mengasihi-Nya, dan terus hidup seturut kehendak dan rancangan-Nya sebab itu yang terbaik bagi kita.
Tetap semangat! Tuhan memberkati kita semua. Amin!
Diubah oleh archaengela Kemarin 03:25
ironflux04 dan 27 lainnya memberi reputasi
26
96.9K
Kutip
2.4K
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan