Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

m60e38Avatar border
TS
m60e38
[TAMAT] Kembalilah (Tak Terungkap) | Kisah Nyata Cinta Tiga Hati | R-17



Apa kau percaya dengan Hukum Kekekalan Energi?
Kalau aku percaya dengan Hukum Kekekalan Cinta.
Bahwa Cinta itu tidak dapat dibuat atau dimusnahkan.
Tetapi hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
Itulah cinta yang kupercaya.

Ini adalah kisah nyata tentang mereka.
Tentang semua cinta yang tak terbalas.
Tentang semua rasa yang tak terungkap.
Yang terukir indah dalam 874 lembar buku harianku sejak SMA.

Maka, saat kau bertanya, mengapa kau masih ingat?
Buku harianku yang mengingatkanku.
Disana tertulis nama lengkap mereka.
Disana tertulis semua perkataan antara aku dan mereka
Disana tertulis semua proses pendewasaanku.

Ini kisah nyata.
Buku harian 874 lembar letter size itu saksi sejarahnya.
Ditulis dengan font Times New Roman 10 Pt.
Dan akan kutulis ulang semuanya untuk kalian.
Bidadari yang pernah datang mengisi hariku.
Bidadari yang mendewasakanku.



Pernahkah, kalian berada diantara dua bidadari yang saling mencintaimu?
Dua sosok bidadari terindah dalam hidupmu, yang tidak pernah kau bayangkan?
Aku cinta Kamu, Aku cinta Dia, dan Mereka mencintai Aku?
Dengan ketulusan dan cinta yang tidak pernah diragukan?

Aku pernah, sampai saat ini, sampai aku berumah tangga dengan salah satunya.
Ini ceritaku bersama Mereka.
Elya dan Nadine.



Kembalilah (Tak Terungkap) | Kisah Nyata Cinta Tiga Hati




MAKLUMAT

Cerita ini berdasarkan kisah nyata, nama karakter disamarkan sesuai dengan kebutuhan untuk melindungi privasi dari tokoh yang ada di dalam cerita ini. Dan cerita ini sebisa mungkin menggunakan kaedah sastra secara teknis, sehingga akan dibutuhkan waktu yang lama untuk dicerna.

Rating dalam cerita ini adalah RESTRICTED-17, dengan kata lain, cerita ini mengandung bahasa yang kasar dan juga isi cerita yang menyerempet ke dalam hal yang berbau dewasa, sehingga hanya cocok untuk pembaca berusia 17 tahun ke atas, dan atau usia di bawahnya dengan bimbingan orang yang lebih dewasa.

Mohon untuk pembaca memahami bahwa dalam cerita ini ada adegan yang mengandung unsur dewasa, sehingga tidak diperkenankan dicontoh atau ditiru, kecuali dilakukan dengan pasangan pernikahan yang sah. Pembaca dimohon untuk mengambil hikmah dari cerita ini sebaik-baiknya.

Kritik dan saran dari pembaca sangatlah saya harapkan, dan mohon maaf apabila banyak tulisan dari karya saya yang masih jauh menyimpang dari Sastra Indonesia. Saya mohon koreksinya dari pembaca, karena saya ingin tetap mempertahankan kaedah menulis Sastra, bukan asal cerita.

Demikian maklumat dari saya, Terima Kasih.


Quote:


Quote:


Quote:


Penggalan reffrain lagu tersebut mewakili perasaanku kepadanya, ya lagu yang aku buat ketika aku merasa gundah karena aku kehilangan orang yang kucintai saat itu. Hanya lagu itu yang setia menemaniku sejak kepergiannya dahulu, dan semenjak saat itu kurasa harapanku kepadanya sudah sirna.


Entah apakah aku bodoh atau aku terlalu percaya kepadanya, hingga pada suatu ketika aku menemukan titik balik dari semua perjuanganku. Manis dan pahit yang kualami menjadikanku lebih dewasa dalam meniti jalan hidupku yang sudah berubah semenjak ada dirinya dan kepergiannya. Dan itu meninggalkan kenangan yang akan kubawa hingga aku mati nanti


Selamat malam teman-teman Story From The Heart, izinkan saya M60E38 untuk bercerita tentang sebuah kisah, yang ringan tetapi bermakna sangat dalam, khususnya bagi saya pribadi. Mungkin ada yang bertanya M60 E38, apakah saya seorang Bimmeryes I am a Bimmer, M60 adalah V-8 90' Engine untuk 1996 E38 730iL. Sudah cukup intermezzo-nya mengenai BMW, saya rasa tidak penting dibahas.

Ini adalah cerita mengenai seorang laki-laki yang merasa cintanya diabaikan dan berharap bahwa keajaiban akan membawanya kembali kepada gadis itu. Hingga saat ini, perasaan itu tidak akan pernah terlupa, meskipun sudah beberapa tahun berlalu, dia adalah cinta pertama yang tidak pernah bisa hilang begitu saja.

Tentang judul Kembalilah (Tak Terungkap) adalah sebuah lagu yang mewakili perasaan laki-laki itu, dan saya benar-benar menciptakan lagu tersebut karena kenangan tentang gadis itu tidak akan bisa dilupakan begitu saja, dan kini meskipun laki-laki itu sudah berkeluarga, ia tidak akan pernah lupa akan perasaan cinta itu kepada gadis tersebut.

Selamat membaca sebuah kisah ini, dan saya berharap masukan dari teman-teman Kaskus agar saya bisa terus update dan menceritakan kisah yang masih on progress ini. Terima Kasih sebelumnya semoga teman-teman Kaskuser bisa menikmatinya.

Quote:


Quote:


Quote:


Silakan Add BBM ID 59FB010Batau Line ID cauthelia untuk kabar terbaru dari thread ini, terima kasih.
Polling
0 suara
Siapa Karakter Perempuan Favorit Reader dalam Cerita Ini?
Diubah oleh m60e38 29-06-2023 11:20
kedubes
lelakiperantau
jalakhideung
jalakhideung dan 29 lainnya memberi reputasi
30
1.7M
9.6K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
m60e38Avatar border
TS
m60e38
#9158
Sebuah Awalan yang Menentukan | Bagian 21
SEBUAH AWALAN YANG MENENTUKAN (BAGIAN 21)


Aluna! Pekikku dalam hati, seketika aku berada di ruangan lain saat ini. Huh, untunglah hanya sebuah mimpi, gumamku ketika aku sudah benar-benar membuka mata ini, memandang ke seluruh ruangan yang disesaki oleh orang-orang yang peduli dengan keadaanku ini. Kedua orangtuaku, mereka memandangku dengan senyum karena melihatku sudah siuman, sementara para Bidadari itu, sejak tadi memandangku antara cemas dan sedih.

Nadine dan Shinta berada di sebelahnya memberikan belaian terhangatnya ketika aku sudah membuka mata ini, Teana juga seakan tak mau kalah mengusap tanganku yang saat ini dipasang selang infus dengan begitu lembutnya, Aluna berdiri tepat di depanku, ia memandangku dengan wajah yang sangat sedih, entah apa yang ia sembunyikan di balik tatapan matanya itu.

Sesaat, mereka saling pandang dan tersenyum kepadaku, Cauthelia, Nadine, Shinta, dan Teana berjalan perlahan meninggalkanku, hanya menyisakan wangi tubuh mereka yang masih dapat kuendus dengan begitu kental saat ini. Aluna masih di depanku, masih memandang dengan tatapan yang sama sejak tadi, membuat kepalaku berpikir tentang apa yang ia sembunyikan. Sesaat, Aluna memandang dengan sedikit menunduk kepada orangtuaku, dan mereka lalu tersenyum.

Ada hal yang sepertinya ingin ia bicarakan kepadaku, kedua orangtuaku bahkan tampak ingin bergegas keluar dari kamar tempat aku berada saat ini. Aku mencoba melongok ke arah luar pintu yang terhalang oleh tubuh Aluna, agak sakit rasanya tubuh ini sehingga aku tidak tahu siapa saja yang berada di sini saat ini. Aku memandang kedua orangtuaku, mereka tersenyum dan sekadar menanyakan keadaanku.

Ayahku memang sengaja tidak datang dan keluar pada saat itu, ia mengatakan mau melihat sejauh mana tanggung jawabku untuk melindungi apa yang aku nyatakan, dan Ayahku cukup bangga dengan apa yang kulakukan, tetapi wajah sedih juga tidak bisa disembunyikan dari tiap sorot matanya yang begitu teduh saat ini. Kedua orangtuaku lalu melangkahkan kaki untuk keluar dari ruangan ini, seraya Aluna mengantarkan kedua orang tuaku untuk keluar, lalu ia menutup pintu perlahan dan menguncinya.

Deg, detak jantungku langsung melonjak tajam, seraya cara ia memandangku sama seperti apa yang terjadi dalam mimpiku barusan, rasanya ingin aku lari dan keluar dari ruangan ini, tetapi separuh tubuhku masih sangat nyeri. Ia menghampiriku dengan tatapan mata yang sama persis, lalu tersenyum dan duduk di kursi di sebelahku, mendekatkan kepalanya kepadaku, dan mendaratkan Labia orisnya di Labia orisku, seraya aku menahan kepalanya untuk tidak terus melakukan ini.


“Aluna, stop, gue mohon,” ujarku lalu menahan kepalanya, “kenapa Tam?” tanyanya pelan, “gue mau penjelasan loe dulu, okay,” ujarku lalu berusaha untuk menahannya dengan tubuh yang begitu kepayahan menahan segala rasa sakit akibat perkelahian semalam, “penjelasan apa yang kamu mau?” tanya Aluna pelan, “apa yang kamu lakuin ke kita semalem bukan sebuah penjelasan?” tanya Aluna lagi, ia tersenyum kepadaku.

“Bukan penjelasan itu yang gue pengen denger,” ujarku pelan, “apa hubungan loe sama mereka?” tanyaku pelan, aku lalu menatap wajahnya, ia hanya memandangku dengan ekspresi yang begitu berbeda, “ma…maksud kamu gimana Tam?” tanyanya, sedikit gugup dengan pertanyaan yang terlontar dari lisanku barusan, “loe kenal Dimas kan?” tanyaku pelan, seketika wajahnya pucat saat itu, ia terdiam memadangku dengan lisan yang sepenuhnya terkunci.

“Kenapa gue tanya hal ini, soalnya ada yang janggal sama perilaku loe pas ketemu sama Dimas kemaren,” ujarku lalu memadangnya, “kalo emang loe gak kenal sama Dimas ato minimal Agung, kenapa loe bisa tahu detail apa yang pengen dilakuin Dimas ke Shinta ato ke gue?” tanyaku datar, “jarak duduk loe sama Dimas gak memungkinan loe buat denger apa yang diomongin sama Dimas,” ujarku lalu memandang Aluna, “loe jujur, ato gue yang cari tahu sendiri,” ujarku setengah mengancamnya.

“Maafin aku Tam,” ujarnya lirih, suasana mendadak hehing beberapa detik, “awalnya emang aku diminta sama Dimas buat nyari informasi tentang kamu,” ujar Aluna pelan, aku lalu mengangguk, “gue udah paham, pasti ada yang gak beres, semenjak kemunculan loe, perasaan gue ada yang ganjel aja,” ujarku berusaha memahami tiap kata-katanya, “Shinta aja enggak tahu tentang ini,” ujarnya pelan, lalu memandangku, kuhela napas begitu panjang, masih memandangnya dengan tatapan yang sama.

“Gue sadar pas loe balikin hapenya Shinta, di sana gue paham banget loe itu dateng buat ngacoin ini semua kan?” tanyaku lalu menatapnya tajam, ia hanya tertunduk dan diam dengan apa yang kukatakan barusan, “masa iya hape temen loe sendiri ada di tas loe tapi loe gak sadar, itu bego namanya,” ujarku agak tinggi, Aluna hanya memandangku dengan tatapan yang sama.

“Awalnya, aku informan buat Dimas, tapi bukan mau aku,” ujar Aluna, air matanya lalu menetes pelan, “Dimas yang bayarin kontrakan aku sama Cici di sini,” ujar Aluna pelan, “aku juga mau lakuin itu karena dia yang ngancam bakalan mempermaluin Cici kalo aku gak jadi mata-mata buat Dimas,” ujar Aluna pelan, ia lalu menyeka sendiri air matanya, “dan loe tahu, hidup gue seakan penuh kejutan saat loe dateng, dengerin semua hal yang gue pikir non sense, sampe yang akhirnya bikin gue setengah gila kayak gini,” ujarku datar, aku melempar pandanganku keluar jendela.

“Cuma satu hal yang gue heran, kenapa sih dunia ini begitu sempit, jadinya loe loe pada itu saling kenal, saling berhubungan, seakan jerumusin gue ke dalem sebuah lobang yang dalem banget?” tanyaku, tanpa menoleh sedikitpun kepada Aluna, “aku minta maaf Tama,” ujarnya pelan, “apa motivasi Dimas deketin Shinta?” tanyaku pelan, “virginnya Shinta,” ujarnya pelan, “cuma pengen bikin Shinta gak virgin lagi?” tanyaku ketus, masih tidak menoleh kepadanya.

“Iya Tam, bahkan semua rencananya udah aku tahu,” ujar Aluna pelan, “aku yang sengaja kasih tahu kamu pake Vios biar kamu bisa menang balapan,” ujar Aluna, “aku sayang kamu Tam, aku cinta kamu Tam,” ujarnya dengan nada yang setengah tinggi, sontak aku terkejut mendengar kata-kata yang keluar dari lisan gadis itu, “cinta ya, aneh loe Lun, jatuh cinta sama cowok jelek kayak gue,” ujarku lalu memandangnya, ia masih menangis pelan rupanya.

“Kamu yang aneh, kenapa kamu baru kenal sama aku tapi segitunya ke aku?” tanya Aluna, ia memandangku, menyeka air matanya dan tersenyum, “aku tersentuh pas kamu mau anterin aku pulang, padahal itu cuma mau bikin Shinta jealous,” ujarnya pelan, “terus kamu nungguin aku pas di sana, padahal bisa aja kamu tinggal aku kan?” tanyanya, aku lalu tersenyum kecut, “terus gara-gara itu loe jadi cinta?” tanyaku, mengejek apa yang sebenarnya ia rasakan.

“Kamu beda Tam,” ujarnya pelan, “aku tahu gimana Dimas di depan Cici aku, aku sering ngegepin apa yang Dimas lakuin, tapi kenapa kamu gak kayak gitu?” tanyanya pelan, “aku kapok kenalan sama cowok baru, hati aku bahkan udah aku tutup buat semua cowok, karena mereka biasanya cuma manfaatin badan cewek doang sebagai pelampiasan,” ujarnya pelan, aku menggeleng, “maaf, bukan gue kalo maenannya gitu,” ujarku lalu menghela napas begitu panjang.

“Terus kelanjutannya gimana?” tanyaku lalu memandangnya, “loe gak mungkin kan lepas gitu aja dari Dimas?” tanyaku pelan, ia hanya mengangguk, “berapa kontrakan loe sebulan?” tanyaku pelan, ia hanya terdiam, dua atau tiga menit, kemudian ia menyebutkan sejumlah nominal, aku hanya memandangnya dengan tidak percaya, “segitu butuhnya ya loe sama Dimas sampe jumlah segitu aja harus ngemis sama dia?” tanyaku sinis, ia hanya menundukkan kepalanya, “aku tahu, itu salah,” ujar Aluna pelan.


Aku hanya memandang wajah gadis itu, ada kesedihan yang tampak dari wajahnya yang begitu putih, seolah ada beban berat yang menggelayutinya, mengalunginya dengan masalah yang membuatnya begitu murung. Ia memandangku, air matanya masih mengalir dengan begitu deras, menganak sungai di pipinya, sesekali ia masih menyekanya sembari mencoba tersenyum kepadaku.

Ia menggenggam tanganku, begitu lembut jemarinya berusaha untuk menyusuri tiap-tiap ruas di jemariku, memandangku dengan ekspresi yang tidak dijelaskan dengan untaian lisan yang mungkin ingin berujar saat ini. Ada kata-kata maaf yang terucap dari bibir tipisnya itu, ia bahkan berulang kali mencium tanganku, begitu merasa bersalah ketika tahu aku begini karena Dimas dan teman-temannya.


“Makasih Tam,” ujarnya pelan, “gak banyak orang bisa nerima pengkhianat macem aku,” ujar Aluna pelan, “udah berapa kali aku lakuin ini cuma demi bertahan hidup,” ujarnya lalu memandangku, “bertahan hidup?” tanyaku lalu tertawa kecut, “loe aneh aja, bertahan hidup gak gitu juga mbak caranya,” ujarku meledeknya, “seandainya aku bisa milih, aku juga gak mau cara gini,” ujar Aluna, ia lalu memandangku, deg, jantungku berdetak dengan sangat cepat saat melihat sorot matanya yang begitu menyimpan kepedihan yang amat sangat.

“Tapi loe gak perlu harus nurutin apa kata Dimas juga kan?” tanyaku pelan, ia menggeleng, “aku harap ada cara lain selain itu,” ujar Aluna, ia lalu tertunduk, “ada gak yang gue bisa bbantu buat loe?” tanyaku pelan, ia menggeleng, “selain loe bisa jauhin gue dari Dimas sama temen-temennya, gak ada cara lain Tam,” ujar Aluna, “loe tahu, gue sering dipandang sebelah mata sama banyak orang karena gue Chinese,” ujarnya lagi.

“Yang bedain manusia bukan ras, apalagi warna kulit Lun,” ujarku lalu menatap wajahnya, “sikapnya sama sifatnya yang bisa bikin kita tahu, mana yang baik ato enggak,” ujarku, saat itu wajahnya memerah sambil menatapku, “justru itu Tam,” ujarnya pelan, “dari semua cowok yang aku kenal, cuma kamu yang bisa begitu,” ujar Aluna, ia lalu menggenggam tanganku, “yang gak mandang aku sebelah mata.”

“Terus dari temen Dimas yang mana yang loe maksud?” tanyaku pelan, “jelas-jelas temen-temennya dia yang kemaren gak ada yang kenal sama loe,” ujarku lagi, ia menggeleng, “bukan temennya yang itu Tam, tapi kakak kelas aku pas aku masih kelas X dulu,” ujarnya pelan, “Cici aku sering berkorban buat aku, sampe aku kasihan sama dia, terus aku janji kalo Shinta sampe gak jatoh di pelukan Dimas, aku yang gantiin.”

“Gila,” ujarku singkat namum tajam, bak mesin 053 yang berteriak tajam dan singkat pada 20,000 RPM, “itu otaknya diisi sama apaan sih?” tanyaku dengan begitu kesal, “gampang banget perasaan maenin orang kayak maenin boneka,” ujarku, geram hingga tak sadar aku meninju sendiri Femurku, “kalo kamu menang, aku yang kalah, kalo kamu kalah, Shinta yang kalah, pilihan sulit kan buat aku?” tanya Luna pelan.

“Loe kenal siapa keluarganya Dimas?” tanyaku pelan, ia menggeleng pelan, “yang aku tahu Bapaknya punya kuasa,” ujar Aluna pelan, “mirip kayak Dino, dulu dia begitu sombong dengan apa yang Bokapnya punya,” ujarku lalu menghela napas, “yang pasti, Senin aku pasti gak akan masuk sekolah, aku pasti akan dikerjain abis-abisan sama Dimas,” ujarnya pelan, air matanya lalu mengalir begitu deras, “tapi setidaknya aku tahu ada orang yang rela ngelakuin apa aja demi aku,” ujarnya lalu tersenyum kepadaku.


Aku terdiam, mendengar kenyataan dari lisan Aluna, satu hal yang seharusnya tidak perlu aku tahu, dan tidak perlu aku ikut campur, tetapi ada amarah yang menanjak seraya aku mendengar satu pengakuan yang begitu menyakitkan dari seorang Aluna. Ia masih memandangku, dengan isakan yang begitu pilu, sesekali ia menyeka air mata yang mengalir deras dan membasahi pipinya, aku memejamkan mata sejenak mencoba untuk tetap tersadar atas semua yang ia katakan.

Lagi, ia mendaratkan Labia orisnya di sana, mencoba merengkuh sebuah kebahagiaan semu di antara rasa sakit yang begitu pedih di hatinya, juga di ragaku. Melumatkan segala perasaannya, tersamarkan di antara getirnya kenyataan yang harus ia hadapai saat ini, aku tahu ia terus mencoba bertahan, hingga di satu titik, ia melenguh begitu panjang, mengembuskan napas yang begitu berat, begitu terasa hingga ke seluruh leherku.

Entah apa yang memimpinnya untuk melakukan ini, ia lalu menumpukan kedua lututnya untuk berada di atasku, memandangku dengan wajah yang begitu merah, tersenyum dengan ekspresi yang begitu tidak kusuka, layaknya Cauthelia apabila sedang dalam keadaan seperti itu, seolah sudah mengerti apa yang ia akan perbuat, jemarinya mulai bermain lincah di atas sana, seraya tubuhnya menahan tubuhku agar tidak bergerak.


“I love you Tam,” ujarnya pelan, wajahnya hanya berselisih satu centimeter dari wajahku, “sama kayak Shinta kan, kalo dia juga gak mau sama Dimas,” ujarnya pelan, “aku juga sama Tam,” ujarnya membisikkan kata-kata tersebut dengan nada yang menggelitik di telingaku, “Lun, sadar Lun!” bentakku, sementara separuh tubuhku tidak dapat digerakkan, “aku mau kamu jadi yang pertama buat aku,” ujarnya pelan, “buka pintunya!” ujar suara itu, membentak kami, dan sedikit mengejutkanku, celaka itu suaranya.

jenggalasunyi
jenggalasunyi memberi reputasi
1
Tutup