Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
AMOR & DOLOR (TRUE STORY)
Selamat Datang di Trit Kami

私のスレッドへようこそ




TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI TIGA TRIT GUE DAN EMI SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT INI, KAMI DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK (LAGI) DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DI SINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR!


Quote:


Spoiler for MUARA SEBUAH PENCARIAN (TAMAT):


Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (ONGOING):


Spoiler for PERATURAN:


Spoiler for FAQ, INDEX, MULUSTRASI, TEASER:



HAPPY READING! emoticon-Cendol Gan


Quote:
Diubah oleh yanagi92055 01-10-2020 14:23
sotokoyaaa
santet72
al.galauwi
al.galauwi dan 90 lainnya memberi reputasi
81
174.8K
3K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#233
Ana Yang Mengganjal_Part 2
Ana menyimpan kemeja dia di salah satu bangku tamu yang ada di hadapan gue. Perlahan tapi pasti. Gue bisa melihat lagi dengan jelas lengan Ana yang putih susu tersebut. Kemeja yang digunakan Ana kalo dilihat lebih jelas, cukup menerawang, untuk dia yang notabenenya menggunakan kerudung. Kecuali Emi kayaknya. Gue nggak pernah melihat dia menggunakan pakaian seperti ini. Baju kerja dia bahkan baju turunan dari ibunya pas kerja dulu.

Kini gue bisa melihat jelas kalo Ana tidak memakai tanktop atau kaos dalam dan sejenisnya, tetapi dia langsung menggunakan bra tanpa lapisan apapun lagi. Jika dilihat dari luar, memang tidak akan terlihat jelas kalo Ana tidak memakai baju lapisan lagi karena tertutup kerudung. Tetapi dengan kemejanya yang terbuka seperti ini, maka siapapun akan dengan mudah melihat ‘isi’ kemeja Ana tersebut.

Tubuh Ana memang tidak sekecil Emi yang banyak lekuk indah karena aktif berolahraga. Ana lebih berisi tubuhnya. Namun memang tidak gemuk. Berisi adalah kata yang tepat untuk tubuh Ana. Satu yang pasti, bagian perutnya cukup berlipat berbeda dengan Emi yang rata.

Pemandangan seperti ini benar-benar mengganggu fokus gue yang sedang mengerjakan pekerjaan dari salah satu perusahaan pelat merah ini. Sebuah proyek yang cukup besar dan bernilai cukup fantastis ini harus dikerjakan dengan penuh kehati-hatian. Taruhan nama besar kantor gue adalah konsekuensinya. Jadi gue hanya pretendingsedang bekerja saja dengan scrolling Excel yang sedang gue buka tanpa tujuan pasti.

“Gimana, Mas?” tanya Ana. Gue langsung mengarahkan pandangan gue ke arah sumber suara.

Apa yang ada di hadapan gue ini mengingatkan gue pada Emi kalo sedang mencoba menggoda gue yang terlalu fokus pada pekerjaan atau game. Emi akan bergaya seperti ini namun dengan menggunakan baju dalam yang minim dan menggunakan outter-nya baju gue. Entah itu kemeja ataupun blazer gue.

The problem is, di hadapan gue ini BUKAN EMI gue. Ini Ana.



Ana menggunakan blazernya tanpa menggunakan baju dalam sama sekali. Blazer yang ia gunakan pun tidak ia kancing sama sekali dan (sepertinya dengan sengaja) ia buka. Jadi gue bisa melihat bra dan belahan dada pada bra-nya dengan jelas sekali. Ditambah, tebakan gue benar sekali. Bentuk perut Ana jauh lebih berisi dibandingkan bentuk perut Emi. Ana betul-betul mirip dengan mulustrasi di atas, bedanya ya Ana masih menggunakan kerudungnya.

Coba kalian bayangkan gimana kabar Rocky gue saat itu?

“Mas? Jangan liatin perut aku, Mas. Kan aku bilang, aku itu gemuk…” Baru setelah bilang demikian, Ana mau menutupi perutnya tersebut.

“Eh… Gue nggak ngeliatin perut lo kok, Na! Asli. Gue nggak bilang lo gemuk juga loh ya. Lo yang bilang sendiri. Hahaha. Hmm. Bra eh blazernya bagus kok, Na. Bagus. Pas di bagian tangannya nggak kepanjangan. Bahunya juga pas, nggak terlalu kebawah. Paling bagian bawah blazernya aja sedikit dipotong. Jadi nggak kepanjangan banget sampai nutupin paha lo begitu. Apa lo sengaja nyari blazer yang sampai nutupin ke pantat lo begitu? Biar jaga aurat?” tanya gue pada Ana. Gue berusaha untuk komentar secara profesional.

Ana memutarkan badan dia dan menunjukkan bokongnya pada gue. “Segini kepanjangan ya, Mas? Aku sih nggak keberatan kalo harus motong jadi agak keatas begini…” Dia mengangkat sedikit blazernya hingga tepat berada di tengah ukuran bokongnya. “Ya namanya fashion. Aku orangnya nggak terlalu agamis banget juga sih. Hehehe.” Kata dia sembari bergaya di hadapan gue untuk memastikan penampilannya lagi.

“Ya jelas nggak agamis lah! Lo aja belom 1 bulan kenal gue, udah berani kayak begini di depan gue. I wonderada foto apa aja di Gallery HP dia atau kira-kira foto apa aja yang udah lo kirimin ke pacar lo dulu, Na?” kata gue dalam hati.

“Jadi bagus ya, Mas? Bener nih ya? Warnanya nggak terlalu gelap buat aku?”

“Bener. Lo bagus kok pake blazer warna itu. Kulit lo kan putih, makanya jadi lebih gampang kalo padu padan warna pakaian, Na.”

“Eh... Liat-liat nih yeee. Sampai tau banget kulit aku putih…” kata dia sembari menyolek pipi gue.

“Lah, gue juga tau kali. Kan tangan lo sama muka lo aja yang jelas berhadapan langsung dengan matahari setiap hari aja warnanya putih. Ya pasti bagian tubuh lo yang nggak keliatan dari luar juga lebih putih dong harusnya? Gimane? Hahaha.”

“Hehehe. Bilang aja tadi liat-liat aku ganti blazer… Atau…” Ana tidak menyelesaikan omongan dia dan kemudian membalikkan badannya lagi sembari memunggungi gue. Entah apa yang dia lakukan, karena gue kembali fokus ke laptop gue.

“Atau apaan? Hahaha. Terserah lo deh, Na.” Gumam gue. Untung Rocky tau diri, siapa majikan yang sebenarnya. Dia nggak gampang tergoda sama yang lain. Good job, Rocky!

“Mas, kalo gini gimana?” kata dia tiba-tiba. Sejurus kemudian gue melihat ada bra jatuh dari sebelah kaki Ana berpijak.

“Woy apa-apaan it---” kata-kata gue terputus seketika.



Iya, Ana saat itu tepat seperti mulustrasi di atas. Ana membuka bra yang dia pakai sebelumnya hingga meninggalkan dia dengan blazernya. Kini gue bisa melihat lebih jelas bagaimana bagian dadanya yang sangat putih sedikit kekuningan layaknya kulit orang-orang Asia Timur. UNTUNG dia masih kepikiran untuk memakai blazernya lagi. Bayangin kalo nggak? Bayangin aja dulu. Hahaha.

Pemandangan yang sungguh sangat langka di kantor ini yang mungkin hanya gue saja yang beruntung melihatnya. Mau dilihat sebentar tapi menggiurkan, tetapi jika di lihat terlalu lama malah bisa membahayakan. Membahayakan dalam konteks Ana yang kemungkinan akan berpikir kalo dengan cara ini bisa memikat gue. Gue tidak ada niatan, Na. Mohon maaf banget. Cukup menegangkan, tetapi gue tetap berusaha tenang.

Gue nggak lama-lama menikmati pemandangan yang ada di hadapan gue saat itu. Gue auto panik! Ya iyalah gimana tidak panik! Ada cewek (yang notabenenya keponakan si bos) ngebuka bra dia di hadapan gue ketika kami sedang berdua di ruangan gue pada JAM KERJA! Di luar itu banyak orang lalu lalang. Ruangan di samping kanan dan kiri gue pun ada temen kantor gue yang lain sedang kerja juga. Ini anak nggak ada angin dan hujan malah kayak begini di ruangan gue! Pikirannya dia lagi dimana ini sumpah?

“GUE ITU CALON SUAMI ORANG WOY!” jerit gue di dalam hati.

Gue langsung berdiri dari bangku gue, dengan menyempatkan diri untuk memastikan terlebih dahulu kalo Rocky pun tidak ikut berdiri pastinya. Gue sampairin Ana. Gue ambil kemeja dan bra dia. “Please, Na! Jangan kayak begini…” kata gue tanpa memandang ke arah wajah maupun badan dia. “Pake lagi please…” Gue balik ke meja gue.

“Loh? Kok dipake lagi? Kenapa, Mas? Nggak suka? Atau segini masih kurang?” Ana malah menantang dengan senyum yang sangat menggoda.

“Na, please… Pake lagi baju lo sekarang. Gue nggak mau ada masalah di kantor ini, Na.”

“Aman kok, Mas….”

Ana kemudian melangkah maju ke arah meja gue. Gue tetap berusaha tenang dan tidak terpancing sama sekali. Langkah Ana pada akhirnya berhenti tepat di samping kursi gue duduk saat ini. Gue dapat mencium aroma wangi salah satu parfum keluaran Bvlgari yang disemprotkan ke tubuhnya. Begitu wangi dan menenangkan. Tetapi gue masih bisa menahan.

“Na, pleaseya…” Kali ini gue memohon dengan nada yang sedikit di pelankan.

“Ya nggak apa-apa kali, Mas. Kayaknya semua cowok juga mau kalo ada cewek yang berpakaian kayak gini di depannya langsung…”

“Gue nggak kayak gitu, Na! Please stop.” Gue berdiri dan memegangi bahu Ana, lalu mendorongnya sedikit menjauh dari kursi gue.

“…………..” Ana kaget sampai nggak bisa berkata-kata.

“Maafin gue, Na. Jangan kayak gini. Nanti kita nggak profesional. Dan kalo udah kayak gitu, itu bisa bikin suasana di kantor ini jadi nggak asyik. Karena beberapa dari teman kita udah sadar kalo gue sepertinya terlalu dekat dengan lo, di luar urusan kantor.”

“…………..” Ana masih belum bergeming. Dia hanya diam.

“Pake lagi baju lo, Na. Oke gue jujur, gue udah liat itu belahan. Kulit lo juga putih banget di dalam. Tapi udah ya, Na. Jangan tawarin yang lebih lagi. Gue takut karir gue yang sedang bagus malah jadi kacau cuma gara-gara kayak gini. Mungkin malah worse-nya, lo juga bisa dipulangin sama Om lo.” Gue berusaha menenangkan diri gue, serta Ana.

Ana langsung membalikkan badan dia dan memakai baju dia. “Maafin aku, Mas. Aduh aku lancang banget. Kok malah jadi kayak gini sih…” Tiba-tiba di berbicara, dan gue melihat ada tetesan air mata di pipinya.

“Udah lah, Na. Kemarin dichat itu gue murni iseng. Gue nggak seriusan minta yang kayak begitu. Gue nggak nyangka kalo lo bakalan anggap chat gue itu serius. Maafin gue ya, Na.” Gue nggak menyangka masih ada cewek yang berpikiran seserius Ana begini. “Sekarang kalo kita mau chat ya kayak temen biasa aja, gue nggak lagi-lagi minta yang aneh-aneh kayak begitu kalo tau akhirnya bakalan kayak begini. Sorry ya, Na. Lo masih punya banyak kesempatan untuk dapetin cowok yang lebih oke dan lebih keren dari gue Na. Lo punya modal untuk menggaet orang-orang yang lebih kece dan oke dari gue.”

“Tapi aku maunya sama kamu.” Ana bergerak maju lagi, kali ini malah langsung memeluk tanpa aba-aba sama sekali. Gue merasakan airbagnya yang ternyata cukup di atas rata-rata dan padat. Gue diam saja, tidak bergerak, karena tangan gue seperti terikat oleh pelukan tangan Ana.

“Udah, Na. nggak mungkin lah. Nggak profesional kalo gini ceritanya.”

“Tapi masa nggak bisa sih?”

“Ya kalo lo nggak ada di kantor ini mungkin aja bisa. Tapi kalo gini keadaannya nggak mungkin, Na. gue itu staf Om lo yang kapan aja bisa di-cut, sementara lo bisa nyari kerja dimanapun lo mau. Beda dengan keadaan gue, Na. Kalo lo emang suka, biarin gue berkarir dengan tenang disini sebelum gue membuat usaha sendiri di masa depan nanti, Na.”

“…………..” Ana hanya sesenggukan di dada gue, tanpa berkata-kata apapun.

“Lah kok malah jadi nangis sih lo, Na?”

“…………..” dia hanya sesenggukan saja, tanpa menjawab pertanyaan gue.

Gue memundurkan tubuh Ana dari tubuh gue. Gue merasakan bahunya yang bergoncang karena menangis tertahan. Gue memegang kedua bahunya dengan tangan gue.

“Na, please ya. Dengerin gue. Gue nggak mau ada aneh-aneh disini. Gue tau kalo secara fisik lo itu oke banget buat dapetin siapapun yang lo mau, Na. Tapi itu berbahaya buat gue, Na. Gue sedang bekerja untuk Om lo. Bukan bekerja sama ya. Itu sesuatu yang berbeda. Tetapi kalo lo kayak gini, semua usaha gue selama ini bisa hancur berantakan, Na. mendapatkan kepercayaan itu nggak mudah, Na. Apalagi om Lo itu orangnya selektif banget kalo milih staf. Nggak asal-asalan. Jadi usaha gue untuk sampai di posisi sekarang walaupun masih freelance itu sangat berat. Belum lagi tekanan yang datang dari teman-teman kantor sini yang lebih senior. Makanya gue berusaha untuk menjaga profesionalitas kita. Gue nggak mau ada perasaan apapun.”

“Aku ngerti, Mas. Aku udah diceritain juga sama Om aku mengenai perjuangan Mas. Malah dia juga masih aja berusaha buat ngajak Mas gabung jadi karyawan tetap di kantor ini. Oke kalo memang ini susah, aku bisa jaga perasaan aku. Tapi kalo untuk senang-senang aja bisa kan, Mas?”

“Maksudnya senang-senang gimana dulu, nih?”

“Ya senang-senang…. Masa nggak ngerti sih?”

“Fisik?”

“…………..” Ana hanya mengangguk saja, sambil tersenyum kecil.

“Wah gokil. Lo ngerti apa soal hubungan fisik?”

“Ya sedikit-sedikit aku tau kok, Mas.”

“Sedikit-sedikit tapi berani amat lo nawarin fisik lo?”

“Yah, namanya juga usaha aja dulu, Mas.”

“Usaha? Buat apaan?”

“Ya buat dapetin kamu lah Mas. Perasaan nggak bisa didapetin, fisiknya aja juga nggak apa-apa.”

“…………..” Gue hanya diam dan menggelengkan kepala gue. Gue bingung mau bilang apa lagi sama dia.

Sebenarnya gue bisa saja bilang langsung ‘Na, gue sudah punya calon istri yang akan gue nikahi di tahun depan…’ Tapi bagaimana perasaan dia yang baru banget rela ngebuka baju gue bahkan sampai rela menawarkan fisik dia demi punya hubungan sama gue? Ditolak berhubungan fisik sama gue aja, dia sampai nangis. Apalagi kalau mendadak gue bilang kayak begitu? Apa dia nggak mendadak bisa malu terus mengundurkan diri dari kantor? Ujung-ujungnya bahaya di karir gue juga bukan?

Ana ini setipe dengan Hana, atau seperti yang gue sudah pikirkan sebelumnya, seperti Anin di masa lalu, saat awal-awal gue mengenal sosoknya. Kemarin saja gue berpikir Ana seperti Anin hanya karena lebih touchy dan berani untuk menggoda. Nah sekarang sudah fix, Ana benar-benar mirip dengan Anin.

Dulu Anin sempat memberikan kotak kecil hadiah yang ternyata berisikan sebuah alat kontrasepsi dan ada pesan kalo dia mau nunggu giliran untuk gantian dengan Zalina, mantan gue. Itu gila banget menurut gue di jaman dulu gue kuliah sudah ada cewek seagresif itu. Sekarang datang pula Ana, yang notabene datang dari desa, tetapi memiliki keinginan serupa, dengan cara yang hampir mirip, hanya saja memang Ana tidak ekstrim.

Tapi kalo didiamkan, apa Ana nggak akan mikir yang lebih ekstrim lagi di luar kantor nanti? Terus kalo itu terjadi, gue juga berpikir, bagaimana perasaan Emi ya kalo tau kejadian ini?
Diubah oleh yanagi92055 19-01-2021 06:53
ariel2057
Tika1909
caporangtua259
caporangtua259 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Tutup