Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

karlktarnAvatar border
TS
karlktarn
Uang Pajak Rakyat Dipakai buat Proyek Kereta Cepat, Begini Dampak dan Risikonya


Pemerintah akhirnya memutuskan untuk ikut mendanai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dengan APBN. Padahal sebelumnya pada 2015, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung disetujui tanpa ada andil APBN di dalamnya.

Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, penggunaan APBN dalam proyek kereta cepat jadi indikasi bahwa secara bisnis proyek tidak layak. Sehingga harus ada uang negara yang masuk.

"Enggak bisa pakai Business to Business lewat konsorsium, pasti uang pajak juga yang harus suntik dana pembangunan. Pembengkakan biaya proyek yang cukup tinggi sebenarnya alarm bagi keberlanjutan proyek kereta cepat," ujar Bhima kepada kumparan, Sabtu (9/10).

Menurutnya, sejak awal pembangunan memang sudah terlihat perlunya andil pendanaan dari pemerintah dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.
"Ya enggak bisa, tanpa pandemi saja, memang pemerintah harus terlibat jadinya G to B (Government to business)," tuturnya.

Masuknya instrumen APBN dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, menurut Bhima, bisa mengganggu alokasi APBN 2022. Pasti akan ada pos anggaran yang digeser demi pendanaan kereta cepat ini.

"Dampak jangka pendeknya suntikan ke proyek kereta cepat bisa ganggu alokasi APBN pada 2022. Padahal pemerintah juga punya alokasi untuk perlindungan sosial, belanja rutin sampai pembayaran bunga utang," kata dia."Dengan target defisit APBN di bawah 3 persen tahun 2023, pertanyaan besarnya dana kereta cepat mau ambil dari pos belanja yang mana? Pasti ada belanja prioritas yang digeser untuk kereta cepat," lanjutnya.

Sementara secara jangka panjang, kereta cepat akan berdampak pada besaran subsidi untuk operasional. Bhima memprediksi subsidi untuk operasional kereta cepat akan sangat mahal. "Gambarannya sederhana, biaya proyek bengkak, sementara yang memakai kereta cepat kan kalangan menengah atas karena enggak mungkin tiketnya murah. Di sini lah proyek yang dipaksakan jalan, akhirnya jadi beban bagi belanja pemerintah dan masyarakat. Apakah masyarakat yang bayar pajak ke pemerintah rela uangnya digunakan untuk subsidi kereta cepat?" tutupnya.

Untuk diketahui, Presiden Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) No. 93 Tahun 2021 perubahan atas Perpres No. 107 Tahun 2015, tentang Percepatan 

Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung. Dalam revisi tersebut, Jokowi menambah opsi skema pendanaan bisa dari APBN.

Padahal dalam aturan lama, di Pasal 4 Perpres No 107 tahun 2015, pendanaan kereta cepat hanya bersumber dari penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan; pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan luar negeri atau multilateral; dan pendanaan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


Sumber

Ada pos yang perlu digeser untuk membiayai pembengkakkan kereta cepat.  Alokasi untuk bayar bunga hutang dan biaya rutin pegawai tentu tidak bisa digeser.   Mungkin dana untuk BPJS, Bansos dan pembangunan lainnya yang  bisa  dikurangi





areszzjay
ketadopamine
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 dan 4 lainnya memberi reputasi
1
2.8K
88
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
laziale.idAvatar border
laziale.id
#1
Dari dulu saya malas bicara kereta cepat Jakarta-Bandung. Bagi saya tidak masuk akal.

Tapi entah kenapa Presiden getol betul masukkan barang ini menjadi proyek strategis nasional. Ketika biaya bengkak hingga Rp113,9 triliun saat ini, dibuatkan revisi Perpres pula (Perpres 93/2021) yang memungkinkan APBN membiayai proyek itu, suatu hal khas Jokowi yaitu menelan ludah sendiri (sebelumnya ia bilang tidak akan pakai APBN).

Inti Perpres itu sederhana saja: mengangkat Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung. Mengubah KAI menjadi pimpinan konsorsium. Menyuruh LBP mengatasi bagian kewajiban perusahaan (PT Kereta Cepat Indonesia China/KCIC) dengan mengupayakan perubahan porsi saham dan syarat utang. Lalu menegaskan dukungan pemerintah via APBN/Penyertaan Modal Negara dan penjaminan pemerintah kalau mau utang lagi.

Coba kita pikir hal-hal berikut ini:

1. Urgensi bisnisnya saja tidak jelas. Dulu KA Parahyangan ditutup. Lalu menjadi KA Argo Parahyangan. Basis penumpangnya itu-itu saja. Kok, sekarang membangun bisnis yang sama lagi. Jika yang dibangun adalah proyek jet cepat, balon terbang kilat, atau gorong-gorong virtual Jakarta-Bandung masih masuk akal.

2. Coba lihat susunan pengurus KCIC. Komposisi saham adalah 60% PT Pilar Sinergi BUMN (Wijaya Karya, PTPN VIII, PT KAI, dan Jasa Marga) dan 40% Beijing Yawan HSR Co. Ltd (China Railway International Co. Ltd, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corporation). Dengan kepemilikan mayoritas, posisi strategis malah diduduki tetangga sebelah: Presiden Komisaris GuoJiang, Direktur Keuangan Zhang Chao, dan Direktur Teknis HSR Xiao Songxin. Ada yang kenal nama-nama inikah?

3. Urusan keuangan dan teknis mereka yang kontrol dan sekarang senegara sibuk bertanya mengapa biaya membengkak. Alasannya simpel: karena pihak sana yang menghitung RAB-nya. Kenapa begitu? Komposisi saham bolehlah kita 60% (mayoritas) dan itu berarti jangan dipikir untungnya saja tapi jika ada beban (utang) kita menanggung lebih besar. Posisi strategis justru dipegang mereka, yaitu kontraktornya!

Konsorsium kontraktornya (HSRCC) adalah 30% WIKA, 70% pihak China. Kalau mereka kontraktornya, mereka yang atur perencanaan, teknis, hingga bahan/materialnya. Proyek kereta cepat meningkatkan demand atas material seperti baja, beton, dsb. Itulah kenapa pada bulan lalu ada berita di "China Daily" tentang impor rel besi baja seberat 5.550 metrik ton untuk proyek ini yang dikirim dari Pelabuhan Fangchenggang di Provinsi Guangxi.

Bengkaknya biaya tidak semudah ocehan Kementerian BUMN karena pandemi atau dalih KCIC karena biaya pembebasan lahan dan fasum/fasos. Itu ngeles saja!

4. Karena biaya bengkak maka utang juga bengkak. Ingat, 75% proyek ini dibiayai utang dari China Development Bank berbunga 2%, tenor 10 tahun. Bengkaknya itu dari awalnya US$5,5 miliar, US$6,1 miliar, dan sekarang US$8 miliar (Rp113,9 triliun).

Hitung saja. 75% dari Rp113,9 triliun adalah Rp85,4 triliun. Total bunga pinjaman 10 tahun adalah 20% kali Rp85,4 triliun. Sama dengan: Rp17 triliun!

Sisa 25% dari kas KCIC. 60% Indonesia sebesar Rp17,08 triliun, 40% China sebesar Rp11,3 triliun.

Artinya apa? China sudah dapat keuntungan bunga, pemasukan dari pembelian bahan baku, dividen 40%, mengatur cashflow perusahaan... Sementara kita? Lahan di negara kita, keluar duit APBN, rating utang pemerintah terancam jeblok kalau batuk-batuk bayarnya, risiko kerusakan lingkungan di wilayah kita...

5. Mau bilang proyek itu menciptakan lapangan kerja buat rakyat? Tunggu dulu. Saya kutip dari "thepeoplesmap.net", sebuah riset yang dilakukan oleh Trissia Wijaya (4/8/2021), proyek ini katanya akan menciptakan 39 ribu lapangan kerja yang 2.400-nya untuk masyarakat lokal. Tapi peneliti itu mewawancarai HRD KCIC dan mendapatkan fakta top-level management KCIC mayoritasnya adalah ekspatriat China, sementara orang lokal hanya dipekerjakan sebagai buruh saja. Bisa jadi TKA-TKA China juga ikut nimbrung sebagai pekerja lapangan.

6. Para orang 'pintar' pendukung proyek ini boleh saja berkoar tentang potensi masa depan kereta cepat. Tapi tetap saja itu baru analisis, belum terjadi, masih prediksi. Yang jelas-jelas sudah terjadi adalah utang proyek ini ke China sejak 2017 (advisor dari pihak Indonesia untuk utang ini adalah HHP Law Firm dan Baker McKenzie Wong & Leow), pembelian bahan baku, kepemilikan 40% saham, keuntungan bunga pinjaman...

Ingat juga, bisnis kereta cepat ini di China rugi besar dan pemerintahnya melakukan moratorium. Tahun lalu utang China State Railway US$850 miliar yang 80%-nya disebabkan tingginya biaya pembangunan rel dan konstruksi.

7. Kalau lihat promonya, termasuk oleh presiden, enak saja bilang proyek ini untuk konektivitas dan juga pariwisata di lokasi transit seperti Karawang dan Walini. Tapi kan tidak dibilang bahwa pengembang kawasan industri juga ikutan untung karena akses, kenaikan nilai lahan, dsb.

Salah satu yang diuntungkan contohnya adalah Podomoro Industrial Park (Agung Podomoro Group) yang menguasai 500-an hektare kawasan industri di situ. Soal ini saya sudah dengar lama bahwa inti bisnis mereka adalah bagaimana investor itu cuma modal kacamata hitam kalau ingin investasi di Indonesia. Dari bandara melintasi tol menuju TKP, ditambah sekarang ada kereta cepat. Semua sudah diurus rapi oleh negara untuk mereka.

Agung Podomoro, asal tahu saja, juga pernah tergabung dalam konsorsium proyek PLTU Jabar 1 tahun 2007, bersama Consortium of China Construction Bank.

8. Terakhir adalah masalah hukumnya. DPR saja mungkin tidak bisa akses perjanjian utang proyek ini. Apalagi rakyat jelata.

Studi yang dipublikasikan "Deutsche Welle" (31/3/2021) berjudul "China's secret loans to developing nations pose problems, study finds" mengungkap tabir di balik sedikitnya 142 perjanjian utang yang melibatkan bank pemerintah China di 24 negara berkembang. Mayoritas utang itu berkaitan dengan proyek ambisius China's Belt and Road Initiative.

Hal pertama adalah ketatnya klausul tentang kerahasiaan. Ada pula klausul yang memungkinkan pemberi pinjaman mempengaruhi kebijakan ekonomi dan luar negeri negara debitur. Lebih dari 90% kontrak yang diteliti itu menunjukkan China dapat mengakhiri kontrak dan menuntut pengembalian jika terjadi perubahan kebijakan atau hukum yang signifikan di negara peminjam.

Lalu ada juga temuan klausul yang memberikan prioritas kepada bank pemerintah China di atas kreditur lainnya. Pemutusan hubungan diplomatik yang dianggap sebagai wanprestasi. 30% dari kontrak yang diteliti terdapat klausul negara penerima pinjaman harus menyetorkan agunan di rekening khusus yang dipegang bank pemerintah China. Jika terjadi kebangkrutan, bank China bisa menyita aset. Mekanisme restrukturisasi utang melalui Paris Club tidak dimungkinkan.

Kerahasiaan adalah yang paling penting. Bahkan tertulis begini dari riset tersebut: "Most importantly, citizens in lending and borrowing countries alike cannot hold their governments accountable for secret debts." Jadi ini utang rahasia. Rakyat tak bisa meminta pertanggungjawaban pemerintah.

Proyek ini bakal jadi bom waktu, tunggu meledak saja beberapa tahun lagi, ketika Jokowi sedang enak-enaknya berlibur menikmati duit dan fasilitas pensiun. Tinggal rakyat yang ketiban petakanya.

Kalau begini ceritanya, apa jeniusnya presiden ini?

Salam.




Copas tulisan orang di fb
hantupuskom
muhamad.hanif.2
buncitbubar
buncitbubar dan 9 lainnya memberi reputasi
8
Tutup