Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tyasnitinegoroAvatar border
TS
tyasnitinegoro
TITIP SUKMO
CERITA HOROR

-TITIP SUKMO-





PART 2 PART 2
PART 3 SELESAI PART 3




Sosoknya kurus kering, kaki dan tangannya panjang. Dia dlm posisi tiduran ngangkang. Di depannya ada lelaki telanjang yg sesekali bergoyang maju-mundur.

"Itu adlh ritual pesugihan lendir yg menurut saya menjijikkan."

Ini adalah cerita pesugihan yang begitu menjijikkan dan bikin mual (kalo menurut saya)

Di pedalaman hutan, di tempat yang tak bisa saya sebutkan.

Bayangkan, ada sosok perempuan jangkung, wajahnya hancur, rambut panjang kusut, tangan dan kakinya di rantai di atas ranjang besi di dalam ruangan seperti penjara.

Sedangkan, di luar ruangan itu, beberapa lelaki tampak sedang mengantri. Seakan bau amis dan busuk itu tak pernah ada.

---------

Namanya Mas Gunawan (samaran), seseorang yang dulunya pernah menjadi sopir pribadi di keluarga kaya raya dan mempunyai banyak usaha yang tersebar di mana-mana. Dan dari Mas Gunawan inilah cerita itu ada. Cerita tentang pengalaman beliau waktu masih aktif menjabat sebagai sopir pribadi di keluarga tersebut.

Kisah yang di bagikan Mas Gunawan ini benar-benar di luar akal sehat manusia, bahkan beliau pernah berkata.

“Gila! Benar-benar manusia Gila! Kalo saya tahu lebih dulu, mungkin saya tidak mau bekerja sama dia.”

****

Di pedalaman hutan, di tempat, tahun yang tak bisa disebutkan pastinya.

Gunawan masih benar-benar mengingatnya, bahkan masih terbayang, bagaimana malam itu, sosok lelaki yang sudah dua puluh lima tahun ini menggaji, memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan menyekolahkan kedua anaknya, melakukan persekutuan dengan sosok yang begitu menyeramkan dan menjijikkan. Dan yang paling mengejutkan lagi, Gunawan mengetahui satu hal.

“Bayangkan, Mas. Sosok yang saya sebutkan itu tadi.... adalah istrinya sendiri!”

Malam itu Gunawan sedang duduk di depan teras rumah sederhana, di temani segelas kopi dan beberapa camilan kering. Rumah sederhana pemberian dari juragannya karena ketekunannya. Gunawan adalah sosok pekerja keras dan disiplin. Itulah sebabnya, jasanya masih di pakai.

Hujan tak kunjung reda, niat untuk masuk ke dalam kamar belum juga datang. Karena bagi Gunawan, hal yang membuatnya bahagia yaitu ketika menyendiri sambil melihat video dua bocah cilik dari ponselnya. Mereka adalah anak-anak Gunawan. Walaupun mereka satu rumah, tapi Gunawan tak ingin mengganggunya istirahat. Terlebih lagi, minggu ini Gunawan masih ada beberapa jadwal untuk mengantar juragannya ke luar kota, cabang tempat juragannya membuka usaha. Membuatnya harus siapa siaga jikalau ada panggilan mendadak.

Sebenarnya dia lelah, tapi ia tak pernah menyesali pilihannya untuk menjadi sopir pribadi. Walaupun waktu istirahatnya terganggu, tapi itu merupakan kepuasan batin tersendiri bagi Gunawan. Apalagi, Gunawan sudah berkeluarga, uang tentu menjadi prioritas utama untuk kesejahteraan keluarganya.

Sampai akhirnya ponsel yang sejak tadi ia pegang, berdering dengan begitu kencang. Membuatnya begitu terkejut, dan buru-buru memencet tombol hijau pada layar, ketika tahu, kalau nama orang yang menelfon adalah juragannya.

“Halo, Mas Gun...”

Suara dari seorang lelaki yang dikenalnya, terdengar tegas dan tak asing bagi Gunawan.

“Sampean lagi dimana? Bisa ke sini sekarang?”

Sudah jelas, kalau si penelfon adalah juragannya. Tapi Gunawan menangkap ada sedikit kejanggalan dari suaranya. Tak seperti biasanya, ia berbicara dengan nada terburu dan sedikit panik. Dan entah karena apa, yang biasanya Gunawan merespon cepat tanpa bertanya, tapi malam itu ia lebih memilih untuk menanyakan hal yang tak pernah ia tanyakan sebelumnya.

“Iya, Pak. Saya lagi di rumah. Gimana ya, Pak?”

“Jadi gini,....” ada jeda sejenak, tapi terdengar cukup jelas, bahwa lelaki itu sedang berbicara dengan orang lain. Tapi Gunawan belum tahu, apa yang sedang mereka bicarakan.

“Malam ini Sugeng gak bisa nganter saya, katanya gak enak badan. Jadi, sebagai gantinya Mas Gunawan, ya. Saya tunggu di rumah.”

Aneh! Kenapa tiba-tiba Sugeng sakit? Gunawan bingung. Apalagi tempat tujuan juragannya ada di daerah pedalaman hutan, jaraknya juga lumayan, bisa memakan dua jam perjalanan jauhnya. Itu pun kalau tanpa kendala.

Tapi di sisi lain, sebenarnya Gunawan juga penasaran, manakala baru pertama kali ini Gunawan akan mengantar juragannya ke tempat biasa Sugeng mengantar. Bukan tanpa sebab, melainkan, jadwalnya menjadi sopir itu mulai dari waktu subuh hingga menjelang magrib. Ia merasa, kalau ini adalah waktu yang tepat untuk mencari tahu.

“Baik Pak. Saya meluncur sekarang.” Spontan Gunawan berujar.

Gunawan kemudian menutup telepon sebelum memutar tubuhnya ke belakang, masuk ke dalam rumah untuk bersiap. Ternyata, di sana, tampak wanita memakai setelan daster, berbalut sarung sedang berdiri, menahan hawa dingin. Wanita itu adalah Ratna, istrinya.

“Mau kemana, Mas!?”

Ratna bertanya, cenderung sedikit mengintimidasi kepada Gunawan yang sedang memakai celana dinasnya. Matanya mendelik tajam.

“Astaga!” Gunawan tampak terkejut menjawab. Seakan ia tak melihat adanya Ratna berdiri. “I-ini Dek. Pak Hermawan telepon.”

“Kenapa? Apa Sugeng mendadak sakit?” kali ini suara Ratna lebih tegas balik bertanya, sembari berjalan ke arah pintu, pandangannya tajam menyorot keluar.

NEXT....

Diubah oleh tyasnitinegoro 06-02-2023 15:18
amdar07
rinandya
japraha47
japraha47 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
4.1K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
tyasnitinegoroAvatar border
TS
tyasnitinegoro
#1
TITIP SUKMO PART 2
TITIP SUKMO PART 2



Gunawan mematung, ia berpikir, sejak kapan istrinya tahu kalau Sugeng sakit. Bahkan ia sampai buru-buru memakai pakaian dinasnya. Kemudian berjalan cepat menghampiri istrinya di depan pintu. Penasaran.

“Aku punya firasat buruk malam ini, Mas. Apa sebaiknya kamu di rumah saja. Bilang ke Pak Hermawan, kalau anakmu mendadak sakit.” Ucap Ratna, pandangannya masih menyorot ke depan. Ke arah deretan pohon-pohon besar, seperti puluhan raksasa yang sedang menari-nari.


“Halah, dari kemarin firasat buruk...firasat buruk! Kamu itu mikir apa to, Dek. Sudah...sudah aku berangkat dulu!” pungkas Gunawan. Ia memilih untuk mengakhiri obrolan malam itu. Gunawan tidak ingin ada perdebatan lagi seperti beberapa hari yang lalu, di mana, Ratna meminta Gunawan untuk berhenti bekerja di tempat Hermawan. Sebab Ratna menduga, di balik kekayaan Hermawan, ada sesuatu yang hitam. Lebih hitam dari kegelapan. Yang di takutkan, kalau sampai ada kejadian yang tidak di inginkan, menimpa suaminya.


Gunawan melirik ke arah mobil minibus warna hitam yang terparkir di halaman. Membuatnya teringat kembali dengan omongan istrinya yang kini mulai mengganggu pikirannya. Tentang pesugihan yang di lakukan oleh Pak Hermawan. Padahal nyatanya, Gunawan juga memikirkan hal yang sama dengan istrinya. Gunawan jadi merasa bersalah dan itu membuatnya sedikit luluh dan kemudian memeluk istrinya sebelum berlalu.


Sepuluh menit kemudian, Gunawan sampai di halaman luas milik Hermawan. Di sana, tampak lelaki 50an berdiri di depan teras rumahnya. Hermawan sedang menunggu Gunawan.


Tak lama, mereka berangkat setelah semua perlengkapan sudah masuk ke dalam mobil. Selama perjalanan, tak ada candaan seperti biasanya. Gunawan masih terlihat canggung. Namun tak lama suasana sepi itu mulai tercairkan.


“Bagaimana kabar anak-anak, Mas?” tanya Hermawan.


“Eh... Alhamdullilah pada sehat, Pak.” Jawab Gunawan agak terbata.


“Oiya Pak. Ini kita mau kemana ya, Pak?” ucap Gunawan balik bertanya.


Ada sunyi yang tercipta, ketika Gunawan menyelesaikan pertanyaannya. Namun kemudian, Hermawan menghela nafas.


“Nanti di ujung jalan, belok ke kiri ya Mas. Setelah itu ikuti saja jalannya.” Hermawan memecah kebekuan sekaligus tak menjawab pertanyaannya. Di pandanginya Gunawan melalui pantulan cermin kabin.


Malam semakin larut, mobil mulai memasuki area hutan, yang di kanan kiri hanya terlihat rimbunan pohon tinggi menjulang. Jalanan yang awalnya aspal, kini berganti tanah bergelombang. Apalagi suasana malam itu, terlihat benar-benar sepi. Tak sekali pun Gunawan berpapasan dengan kendaraan lain. Sedangkan penerangan jalan satu-satunya hanya dari mobil yang di kendarai Gunawan. Membuat suasana tambah mencekam.


Setelah beberapa kali Gunawan membelokkan setir, kini mobil masuk lebih dalam, jauh lebih dalam. Bahkan Gunawan kalau di suruh untuk berputar balik, ia mungkin tak akan sampai rumah. Benar-benar membuatnya bingung arah. Itu adalah pertama kali dirinya mengantar Hermawan ke tempat yang menurutnya begitu asing.


Akhirnya, setelah menempuh dua jam perjalanan, sampailah mereka di ujung jalan. Gunawan seakan di buat terperangah. Bagaimana tidak, tepat di hadapannya, terpampang nyata sebuah rumah besar nan mewah. Apalagi di halaman luasnya, mobil-mobil mewah terparkir dengan rapi. Sebentar Gunawan melototkan kedua matanya, seakan tak percaya, namun setelah Hermawan berucap dengan nada perintah, Gunawan baru percaya, kalau rumah itu benar-benar nyata.


“Mas Gun, ayo turun. Kita sudah di tunggu.”


“N-njih, Pak.” Sahutnya terbata, Gunawan kemudian turun dari mobil dan berjalan mengekor di belakang Hermawan


Sesampainya mereka di depan pintu masuk, kedatangan mereka di sambut oleh seorang wanita paruh baya dengan pakaian khas suku sana. Walaupun ada sedikit rasa khawatir dan cemas dengan bangunan rumah mewah dan terkesan gelap, Gunawan masih berusaha berpikir positif. Mungkin Pak Hermawan lagi ada urusan dengan sesama pengusaha.


Apalagi si wanita yang menyambutnya, terlihat begitu ramah dan antusias. Bahkan sempat beberapa detik Gunawan dibuat terpana oleh penampilannya. Ada satu energi yang terpancar, yang membuatnya terlihat anggun, seperti perempuan suku berkelas. Namun tak lama pandangan Gunawan tak mampu beralih, ketika tiba-tiba saja wajahnya berubah.


“Muha binian tu pina bungas, ya” (Wajah wanita itu kok terlihat layu, ya) batin Gunawan.


Dan ketika Gunawan mulai memasuki rumah mewah itu, ia di buat melongo. Matanya melotot, mulutnya ternganga, ketika pandangannya menyapu ke sekeliling. Gunawan terheran-heran, barang-barang yang terpajang di dalam rumah itu, ia baru pertama kali melihatnya. Tampaknya sang pemilik rumah bukanlah orang sembarangan.


Setelah beberapa langkah melewati lorong, sampailah mereka di bagian belakang, di sebuah ruangan yang lebih luas dan terkesan lega. Namun Gunawan mulai membaui aroma yang begitu menyengat hidungnya. Seperti bau amis bercampur busuk. Tak mau terlihat seperti orang bodoh, Gunawan mengabaikannya.


“Silahkan duduk, Pak.” Ujar si wanita dengan logat khas suku, mempersilahkan mereka duduk di sebuah meja yang terbuat dari kayu berukir.


Tercipta sebentar suasana hening dan sepi. Gunawan mulai merasai ada ketidaknyamanan. Hal itu membuatnya semakin khawatir dan cemas. Tapi tak lama, muncul seorang lelaki tua dari ruangan lain, lelaki itu berpakaian serba hitam dengan penutup kepala khas suku sana.


Sejenak ia menatap semua orang yang sedang duduk, sebelum tatapannya tajam ke arah Gunawan yang kebetulan juga menatapnya, satu detik kemudian, Gunawan menunduk, ada rasa takut yang tiba-tiba saja menyeruak.


“Sudah tidak bisa di tunda lagi, Pak. Mari saya antar....” sembari berucap kepada Hermawan, tatapan lelaki itu masih saja tajam ke arah Gunawan.


Tanpa menunggu perintah selanjutnya, Hermawan berdiri di ikuti semua orang termasuk Gunawan.


“Kamu tunggu di sini saja, Mas.” Kali ini ucapannya tertuju kepada Gunawan, membuatnya tergagu dan kembali duduk.


Tiga puluh menit berlalu, Gunawan masih terpaku di kursinya. Di pandanginya sekeliling, tak ada yang aneh mau pun janggal. Ia masih berusaha untuk tetap tenang dan berpikir positif walaupun rasa cekam dan takutnya mulai mendera.


Hingga sampai tarikan nafas yang keberapa, Gunawan mulai tak sabar. Kali ini ia di buat penasaran dengan apa yang sedang di lakukan oleh orang-orang tadi. Apalagi, aroma amis bercampur busuk itu tak kunjung hilang dari penciumannya.


“Bau apa ini kok dari tadi gak ilang-ilang.” Gunawan membatin sambil bangkit dari duduknya, berniat untuk mencari tahu.


Dan di saat itulah, dia baru sadar, bahwa ia sudah satu jam menunggu. Tapi tak ada satu orang pun yang keluar atau masuk ke dalam ruangan tempat ia menunggu.


Sambil terpaku di tempatnya, Gunawan membuat gambaran. Dari sini, dia harus membuka pintu itu, namun ia belum tahu, di balik ruangan itu ada yang jaga atau tidak. Jika sampai dia ketahuan, Gunawan mau menjawab apa? Tidak mungkin kalau dia mau menemui Pak Hermawan, sedangkan dia bukan orang penting.


Gunawan terkenal setengah-setengah dalam menyelesaikan masalah, namun dalam hal pekerjaan, dia nomor satu tekunnya. Persis seperti saat ini. Gunawan terdiam sambil memandangi ganggang pintu kayu. Satu ayunan saja, pintu itu terbuka. Tapi bagaimana kalau ada orang di balik pintu? bagaimana dan bagaimana. Lagi-lagi Gunawan harus berpikir dulu.


“Mau kemana, Gun?”


Suara itu membuat Gunawan nyaris pingsan karena terkejut, untung saja dia masih bisa menahannya. Tapi, kini kedua kakinya gemetaran. Gunawan kemudian menoleh, namun tak melihat ada seseorang di belakangnya. Aneh! Pikir Gunawan.


Sekali lagi. “Mau kemana, Gun?”


Kembali Gunawan menoleh, kali ini ia di buat terkejut.


“Sugeng......!” spontan Gunawan mengumpat.


Sosok Sugeng, ia tertawa melihat tingkah Gunawan yang ketakutan setengah mati. “Jadi orang kok setengah-setengah. Tinggal buka pintu saja kok susah, Gun.”


Karena keterkejutannya itu, Gunawan sampai tak menyadari bila sosok yang menyerupai Sugeng itu bukanlah Sugeng yang asli. Gunawan pun menyambutnya dengan lega. Setidaknya malam itu ia ada yang menemani.


“Ceklek...” Sugeng membuka pintu.


Mereka berdua kemudian melangkah bersama sambil mengobrol.


“Katanya kamu sakit, Geng? Kok klayapan sampai sini?” tanya Gunawan penasaran.


“Eh Geng, Pak Hermawan sebenarnya ngapain, sih? Kamu pasti tahu kan?” sambung Gunawan semakin penasaran.


Sugeng tertawa kecil. “Memangnya kamu tidak tahu ya, Gun?”


Ucapan Sugeng barusan membuat langkah Gunawan terhenti tiba-tiba. Apa Sugeng tahu sesuatu?


“Maksudmu apa, Geng?”


NEXT...
rinandya
aripinastiko612
renggasjati101
renggasjati101 dan 8 lainnya memberi reputasi
7
Tutup