azka81Avatar border
TS
azka81
Salahkah Takdirku Menjadi Istri Kedua?


Pada akhirnya manusia hanya bisa berencana. Namun, Tuhanlah yang menentukan segalanya.

Aku Aida, seorang gadis matang yang sebentar lagi menginjak usia 28 tahun. Teman-teman seusiaku sudah banyak yang menikah. Bahkan, hampir semuanya sudah menikah, kecuali aku.

“Aida, menikah itu saling menyempurnakan dan menerima kelebihan serta kekurangan pasangan. Bukan mencari yang sempurna,” untuk kesekian kalinya Ibu memberikan nasihat yang sama

Aku tidak tahu harus merespon apa, karena setiap aku pulang ke kampung, Ibu selalu mendesak agar aku cepat-cepat menikah, dengan begitu ada seseorang yang bertanggung jawab atas diriku. Dan aku tidak perlu hidup sendiri di tanah rantau.

Aku bukan belum ingin menikah, tetapi Mas Bayu selalu bilang belum siap jika kuajak menemui orang tuaku.

Setiap kali kutanya tentang hubungan kami, pria yang setahun belakangan mengisi hari-hariku, berdalih kalau menikah tidak seindah yang dibayangkan. Semua butuh persiapan. Dirinya sedang berjuang. Dan aku selalu diminta untuk bersabar.

“Wanita itu semakin tua, semakin tidak menarik bagi perjaka. Kamu mau menikah dengan duda atau malah mau jadi istri kedua?” celetuk Mbak Marni, iparku yang julid itu main sambar saja.

Aku berdiri dari tempatku duduk. Inilah yang membuatku lebih betah di kost-an. Hatiku yang galau ini akan semakin galau termakan ucapan Mbak Marni.

Lagipula sampai kapan pun aku tidak akan pernah mau dimadu, baik jadi istri pertama apalagi menjadi yang kedua. Pasti menyakitkan, suami yang kucintai membagi kasih dengan wanita lain. Tidak. Aku tidak mau. Untung saja Mas Bayu seorang bujangan.


***

“Mas, boleh aku bertanya?”

“Iya.”

“Apa hubungan kita hanya akan begini saja?”

“Tentu saja tidak Aida. Sabarlah sebentar lagi, kita sedang berjuang.”

“Kita memperjuangkan apa, Mas? Harta bisa dicari bersama.”

“Bukan. Bukan itu.”

“Aku lelah, Mas. Aku akan menikah dengan pria lain jika kamu tidak segera melamarku.”

Mas Bayu terkesiap mendengar ucapanku. Matanya menyiratkan ada rona cemburu yang sedang dia rasakan.

“Jika memang itu kemauanmu. Silahkan, Aida. Semoga kamu bahagia.”

Itulah obrolan terakhir aku dengan Mas Bayu. Sejak itu hubungan kami semakin hari semakin merenggang dan tidak punya titik temu.

Aku merasa kecewa dengan sikap Mas Bayu yang menggantung hubungan kami tanpa alasan yang jelas. Seharusnya sebagai sama-sama anak rantauan alangkah lebih baiknya kami segera berumah tangga untuk saling menggenapi.

***

“Bagaimana Aida? Semua keputusan berada di tanganmu.”

Air mataku mengalir perlahan, Mas Bayu membuktikan janjinya untuk melamarku. Bapak dan Ibu juga tidak melarang atau mendesak agar aku menerima lamaran Mas Bayu.

Entah air mata atau air mata kesedihan yang tertumpah ini. Aku memang akan bersanding dengan pria yang kucintai. Namun, aku sama sekali tak menyangka ternyata diriku dijadikan istri kedua oleh Mas Bayu.


Sumber Tulisan : Opini Pribadi
Sumber Gambar : Pinterest
bukhorigan
bekticahyopurno
bekticahyopurno dan bukhorigan memberi reputasi
2
607
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
pulaukapokAvatar border
pulaukapok
#4
Wah.... nyari yg sendiri Ndak ada?
azka81
azka81 memberi reputasi
1
Tutup