Nurdin berjalan mengendap-endap di kegelapan malam bagai ninja dari kesultanan Turki Usmani, tiba-tiba...
Grubyak...
Dia jatuh terpelanting, ternyata kesandung batu, mencari posisi aman
"Nah kayaknya cocok nih" pikirannya seraya ambil ponsel miliknya dan masuk ke setelan pengaturan untuk menyalakan wifi.
"Mantap! Tempat yang cocok, sinyalnya sangat kuat disini."
Quote:
Malam baru beranjak jam 21.00 namun kampung Haurgeulis tempat Nurdin tinggal tampak lengang dan sepi, biasanya sih Nurdin main sosmed beli kuota paket tiap hari namun beberapa hari yang lalu dia sedang sangat senang sebab ada wifi gratis baru yang beredar di kawasan rumahnya.
Namun sinyalnya seringnya cuma 1 dan paling mentok juga 2, makanya Nurdin cari-cari tempat bermain ponsel dengan nyaman diluar rumahnya, bahkan itu dilakukan sampai malam, seperti yang terjadi sekarang.
Kawasan RT 7 tempat Nurdin tinggal sama saja dengan kompleks perumahan lainnya, rumah tetangga Nurdin ada rumah Mpok Jamilah janda baru umur 25 tahun, rumah pak Hamid ketua RT 07, rumah pak Rendra seorang karyawan pabrik tekstil dan beberapa yang lainnya.
Namun Nurdin paling demen nongkrong di rumah Mpok Jamilah karena sering kali sinyal wifinya sangat bagus jika disini, beda jauh kalau Nurdin nyalakan ponsel di rumah sendiri.
Setelah ditinggal pergi suaminya, Mpok Jamilah hanya tinggal berdua dengan neneknya yang berusia 95 tahun, salah satu orang tertua di kampung Haurgeulis yang bahkan sudah menikah sebelum Indonesia merdeka.
Sebagaimana nenek-nenek yang sangat tua, nenek Jamilah mukanya sudah sangat keriput dan berkerut dimakan oleh zaman, dilihat saat siang-siang saja sudah bikin ketakutan apalagi malam-malam.
Beredar desas-desus di masyarakat sekitar kalau nenek Jamilah dulunya sangat cantik dan jadi pujaan pemuda-pemuda kampung Haurgeulis, disinyalir gara-gara kekuatan magis yang terpancar darinya melalui susuk Centong dan ajian pengasih Halimun, dua kekuatan gaib ini juga yang membuat nenek Jamilah susah untuk mati.
Jamilah itu nama anaknya, sedangkan nenek Jamilah nama aslinya adalah Halimah.
Nurdin meringis, menggosok-gosokkan jempol kakinya yang tadi tersandung batu, dilihatnya dan dielus-elus...
"Aduh, nggak apa-apa...
Oh, ternyata yang berdarah lutut saya"🤣
Quote:
Akhirnya Nurdin kembali asik pantengin layar hape miliknya, tanpa disadari oleh Nurdin seorang wanita renta berjalan pelan-pelan mendatangi dirinya....
Krik, krik, krik, krik
Suara jangkrik mendayu-dayu dan Nurdin masih terlarut dalam kesenangannya, lagian itu sudah biasa ia lakukan tiap hari dan palingan jam 23.00 nanti pun ia segera pulang ke rumah. Rumah Mpok Jamilah selalu gelap kalau menjelang malam, katanya sih buat menghemat pengeluaran.
Srek, srek, srek, srek
Langkah terhuyung-huyung dengan tatapan mata yang tajam kian mendekati Nurdin, namun Nurdin pun sama sekali tak mendengarkan suara tersebut.
Sebuah tangan memegang pundak Nurdin yang sedang asik main hape di tempat gelap, sambil menyeringai dalam kegelapan wanita itu berkata:
"Sedang apa kau Nurdin?"
"Astaga!" Nurdin kaget terperanjat dan makin ketakutan ketika melihat samar-samar wajah seram wanita itu di balik samar-samar lampu penerang jalan yang menerangi,
"Hihihihi, kau sedang apa disini Nurdin?"
Nurdin yang masih syok, namun beberapa detik kemudian mengetahui bahwa itu nenek Jamilah pun gelagapan menjawabnya,
"Nyari wifi nek, disini ada wifi yang bagus,..."
"Dikamar nenek lebih bagus, Nurdin!"
"Hihihihihihi"
Nurdin yang tersentak mendengar jawaban dari nenek Jamilah langsung lari terbirit-birit.
Pict: Google
@amekachi