harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
Cerpen: Satu Miliar Rupiah


  

"Bagaimana ini, mau nya gimana?" Kata

Herman kepada kedua orang temannya. Namun tak satu pun  dari temannya tersebut buka suara, mereka hanya bingung sambil menatap satu sama lain tanpa mengucap sepatah kata pun.



   Mereka bertiga duduk di sofa usang yang hampir tak layak, namun jauh lebih baik dari kursi besi yang membuat bokong mereka sakit. Temaram lampu bohlam yang menerangi seadanya, tapi masih bisa untuk membaca ataupun menulis. Asap rokok melayang-layang seirama dengan sepoi-sepoi angin laut yang masuk melalui ventilasi kapal mereka. Kapal ikan yang kini berada di tengah laut Jawa, saat itu malam datang dengan begitu dingin. Langit terlihat berwarna berkat titik-titik cahaya bintang yang mewarnai gelapnya malam, ya sangat indah. Ombak pun tidak seganas biasa nya, begitu tenang dan damai.


  Mereka bertiga bernama Herman, Jaka dan Jack. Tiga orang nelayan ikan yang memiliki sebuah kapal berukuran lumayan luas dan besar untuk tiga orang awak, kapal yang memiliki 2 lantai serta 3 kamar tidur dan dapur. Mereka bukanlah nelayan independen yang kita kira, mereka bekerja mencari ikan oleh perusahaan yang menyediakan kapal untuk mereka. Saat itu mereka bingung setelah menemukan sebuah koper besi yang terombang-ambing di tengah lautan dan Jack mengambilkannya menggunakan jaring yang biasa di pakai untuk menangkap ikan. Apa isi nya? Uang 1 Miliar rupiah. Ya, mereka baru saja menemukan uang 1 Miliar rupiah terombang-ambing dengan bebas di lautan tanpa pemilik yang jelas. Jaka menghisap rokok nya perlahan, dan mengeluarkan asap rokok disertai nafas panjang nya dan bersiap untuk buka suara.


"Kalau uang ini uang panas, mati kita. Gue gak mau ambil resiko." Ucap Jaka.

"Jak, uang ini terombang-ambing di lautan, siapa juga yang punya?" Balas Jack kemudian.

"Lagi pula, kita ini nelayan. Apa yang kita dapat dari laut, sudah menjadi hak dan milik kita." Ujar Herman.

"Tapi man-"

"Jaka!" Ucap Herman yang memotong perkataan Jaka dengan nada yang agak tinggi.


"Kalau kita bagi rata duit ini, bisa berguna Jak! Lu bisa renovasi rumah lu yang sebentar lagi roboh itu. Coba pikir hal positif nya Jak." Lanjut Herman.


"Tapi bisa aja man, ini duit ada yang punya dan sekarang dia cari-cari dimana duit nya man. Lu bisa bayangin betapa susah nya dia sekarang. 1 Miliar itu gak kecil man! Gue gak mau renovasi rumah tapi bikin orang lain susah! Gak! Gak ikut-ikutan deh gue!" Jawab Jaka dengan nada tinggi. Kemudian menghisap rokok nya lagi.


"Terus gimana? Lu mau lapor ke petugas? Hah! Pasti mereka juga berfikiran sama kaya kita Jak! Lu mikir lah! Kita yang nemu duit ini, masa orang lain yang nikmatin. Iya gak Jack?" Ujar Herman yang tampak mencari dukungan.

"Iya!" Jawab Jack setuju.

"Seterah kalian aja deh, gue gak ikutan!" Ucap Jaka yang mematikan rokoknya, menaruh nya di asbak kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.


  Sesaat suasana hening, kini giliran Jack mengeluarkan rokok dari kantung baju nya. Menyelipkan nya di mulut dan menyalakan dengan korek kayu milik nya. Ruangan kembali penuh oleh asap yang menari di udara, Herman dan Jack saling menatap. Menunggu salah satu dari mereka membuka suara, dengan tenang Jack terus merokok sambil menatap Herman.


"Jack, gue mau. Kalau kerjaan kita sudah selesai dan kita sampai di darat. Lu gak perlu bicara tentang duit ini, ini jadi rahasia kita paham?" Tanya Herman.

"Iya, iya.. gue paham. Santai aja." Jawab Jack sambil menghempaskan asap rokok.

"Yaudah Jack, gue mau cari angin keluar sambil minum kopi. Lu beresin ya." Ujar Herman yang kemudian berdiri dan meninggalkan Jack sendiri yang sedang menikmati rokoknya. Jack kemudian mengambil koper dan menyimpan nya dengan rapi di samping meja dan lemari kayu yang usang.


  Herman dengan perlahan menuang air panas ke gelas keramik yang sudah diisi kopi dan gula kemudian mengaduk nya sambil mengangkat gelas dan berjalan ke dek kapal untuk menikmati suasana. Ketika ia keluar dari pintu, angin malam yang dingin menyambutnya. Untung saja saat itu ia memakai mantel hangatnya, ia melirik kesana kemari sambil menyeruput kopi hangat nya di tengah udara dingin malam di tengah laut Jawa ini. "Lho, gue kira si Jaka kesini." Pikirnya dalam hati. Dia menaruh kopi nya di sebuah box kayu yang lumayan besar, sedangkan ia menggunakan sebuah tong sebagai tempat duduk sambil menatap ombak yang tenang di lautan.


  Di tengah lamunannya itu tiba-tiba ia mendengar derap langkah sepatu seseorang yang berjalan, suara begitu jelas saat sepasang kaki tersebut menyentuh lantai kapal yang terbuat dari kayu. Herman pun menoleh dengan santai sambil meminum kopi nya. "Jack? Jaka?" Tanya nya sambil melihat ke beberapa tempat lain. Ia mengabaikannya, namun suara itu terus terdengar dan membuatnya terganggu. Herman pun bangkit dan menuju sumber suara, ia pun beranjak menuju ke balik tumpukan box yang berantakan untuk memeriksa. Namun tak ada apa-apa disana, tak ada seseorang ataupun binatang. "Aneh." Kata Herman kebingungan. Ia masih menatap sumber suara itu, dan tanpa sadar seseorang dalam gelap di belakangnya muncul dan dengan lincah mengaitkan rantai ke leher Herman kemudian mencekik nya sekuat tenaga, membuat Herman kesulitan bernafas.


"Siapa lu?!" Tanya Herman sambil memegangi dan memukuli tangan orang tersebut.

"Ekh! Eeekkh.. lepas! baik!" Bentak Herman yang semakin kehilangan nafas.


  Urat-urat mulai terlihat di wajah Herman yang tak kuasa menafas, mata nya merah melotot dan wajah nya mulai membiru. Ia meraba-raba box di sekitarnya untuk melawan orang tersebut namun tak ada apa-apa.


"Eeekhhh... Eeekkh..." Suara Herman yang kehilangan nafas. Mata nya yang melotot berusaha melirik orang yang mencekiknya itu dan berusaha untuk bicara walaupun sulit.


"Anjing lo! Dasar munafik! Dari awal gue gak percaya sama lo! Eeeekkkhhh!!!" Ucap Herman sampai akhirnya ia lemas, kehabisan nafas dan tewas disana. Tubuhnya jatuh ke lantai begitu saja saat orang tersebut melepas rantai. Mata nya masih melotot dengan wajah membiru disertai memar di lehernya akibat lilitan rantai yang sangat kuat tersebut. Orang misterius itu mengangkat Herman, dan membuang mayat nya ke laut dengan tenang di tengah semilir angin malam yang dingin.


                                       * * *


  Sementara di dalam kapal, Jack tertidur di sofa. Rokok nya telah habis di dalam asbak. Tak lama Jaka datang dan menghampiri nya. Sesekali ia melihat keluar dan sedikit merasa heran.


"Jack! Jack.." ucapnya membangunkan Jack.

"Eh- iya iya, kenapa? Jaka." Tanya Jack yang baru terbangun.

"Si Herman kemana?" Tanya nya.

"Tadi keluar dia minum kopi." Jawab Jack yang masih mengantuk sambil mengucek-ucek mata.

"Gak ada Jack. Coba lu cari dia." Ujar Jaka.

"Masa? Di telan paus mungkin." Ujar Jack yang segera berdiri dan keluar mencari Herman.


  Ia sampai di luar dan melihat sekitar. "Herman! Man! Dimana lo?" Teriak Jack sambil memperhatikan sekeliling, namun ia tak juga menemukan keberadaan Herman. Yang ia temukan hanya kopi yang hampir dingin di atas box kayu, Jack menghampiri kopi tersebut dan meminum nya sedikit kemudian kembali melihat sekitar. "Dimana lo man?" Pikirnya dalam hati. Ia mulai berjalan mengelilingi kapal untuk mencari nya dengan cemas. Namun di sudut kapal mana pun, ia tak menemukan Herman. Jack berusaha untuk tenang dan tidak panik saat mengetahui temannya tiba-tiba menghilang tanpa jejak di tengah malam dingin ini. Ia kembali mengapitkan sebatang rokok di mulut nya dan menyalakan korek api nya. Sesaat sebelum ia menyalakan rokok, sosok misterius itu muncul lagi di belakang Jack, korek yang api nya menyala tersebut di tarik oleh sosok tersebut dan di tempelkan di mulut Jack dan membuat mulutnya melepuh terbakar api.


"Aaaaaaaakkkhhhh!!!" Teriak Jack kesakitan, rokoknya jatuh kelantai. Luka bakar terlihat serius di bibir dan sekitarnya akibat api korek yang menghantam mulutnya. Ia segera berbalik namun dengan gesit sosok misterius itu pergi dan sembunyi. Hanya satu hal yang sempat dilihat olehnya, sebuah sarung tangan dengan pola bintang berbahan kulit. Jack yang ketakutan pun berlari masuk sambil teriak kesakitan. Ia lari terhuyung-huyung kedalam, sesekali menabrak perabotan disekitarnya sampai ia sampai di ruang tengah dan menjatuhkan diri nya ke sofa.


"Aduh! Aduh! Jakaaa!" Teriak Jack kesakitan dan tak lama Jaka datang menghampiri nya.

"Kenapa? Lo kenapa Jack?" Tanya Jaka panik.

"Lo liat mulut gue! Sakit Jak!" Ucapnya sambil menunjukan luka bakar di mulutnya.

" Astaga." Jaka langsung bergegas dan mengambil es batu yang di lapisi kain untuk menghilangkan rasa panas di mulut Jack.

"Ini! Tutup mulut mu pakai ini. Semoga bisa mengurangi rasa sakitnya." Ujar Jaka, yang kemudian di turuti oleh Jack.

"Jak, ada orang lain di kapal ini. Gue gak bisa temuin Herman, ada orang jahat yang mau mencelakai gue dan mungkin dia sudah mencelakai Herman duluan Jak!" Ucapnya dengan emosional dan ketakutan.


  Jaka pun terlihat ketakutan dan bingung, ia berdiri dan mendekat ke jendela untuk mengamati keadaan di luar. Namun ia tak menemukan siapa pun.


"Dia pasti sembunyi Jak!" Ucapnya sambil terus menutup mulutnya dengan es.

"Ok Jack, ikuti apa kata gue. Lo pergi ke ruang navigasi, hubungin orang dermaga pakai radio, pokoknya lu minta bantuan. Gue akan cek keluar." Ucap Jaka memerintah.

"Serius lo, nanti dia bisa aja nyerang lo Jak!" Balas Jack.

"Tenang, gue bawa ini." Jawab Jaka sambil menunjukkan sebuah parang yang ia ambil di bawah meja. Jack pun mengangguk dan mempercayai Jaka.


  Sesuai perintah Jaka, Jack beralih ke ruang navigasi sedangkan Jaka keluar membawa parang. Di ruang navigasi Jack menyalakan radio dan mulai mencoba terhubung dengan dermaga untuk meminta bantuan. Ia sesekali memukul-mukul radio itu yang sudah jarang terpakai serta berdebu. "Tes.. ada orang disana?" Tanya nya dan tak ada jawaban masuk dari radio butut itu. Namun ia tak patah semangat, dengan gigih ia terus mencoba dengan sabar berharap keajaiban terjadi. Dan semakin lama ia mencoba ia radio itu semakin melemah sinyal nya dan beberapa saat, radio itu kehilangan sinyal. Jack kembali berusaha mencari sinyal-sinyal tapi usaha nya nihil dan tak berbuah kan hasil. "Anjing!!!" Teriak dia yang kesal sambil memukul meja dengan keras.


  Kemudian ia beranjak dari ruang navigasi, berjalan sambil terus menutup mulutnya dengan es berlapis kain dengan tangan kiri nya dan tangan kanannya memegangi tembok sambil berjalan dengan tertatih-tatih menahan rasa sakit sekaligus panas yang ada di mulutnya. Ia takut untuk keluar, sesaat ia mengintip keluar, dan sangat hening di luar sana. Ia tak bisa menemukan Jaka. Ia melihat melalui jendela lainnya, tetap saja tak ada Jaka, setelah berkeliling ruangan, Jaka tetap tak ada dimana pun. "Anjing! Duh, Jaka. Sekarang gue sendiri." Gumamnya ketakutan. Ia memecahkan kaca berisi kapak darurat yang terpasang di dinding lorong, kemudian membawa nya ke kamar untuk bersembunyi. Sial, di tengah laut seperti ini, kenapa harus terjadi!? Ucapnya dalam hati.


  Ia duduk di samping pintu kamarnya, mengunci pintu dan tetap memegangi kapaknya bersiap jika sosok itu mendadak muncul. Suasana sunyi, angin laut masuk dari ventilasi udara kamarnya, begitu dingin. Tak lama berselang, kesunyian itu akhirnya berakhir, sebuah suara langkah kaki seseorang memecah kesunyian, suara langkah yang berasal dari luar kamar nya. Dan tentu saja, mengarah ke kamarnya.


"Jack, buka Jack. Ini gue Jaka!" Ujar Jaka dari luar.

"Haaaahh.." Jack pun bernafas lega. "Jak, gue kira siapa." Ia menjatuhkan kapaknya dan membukakan pintu.

"Itu kapak, kaca nya lo yang pecahin?" Tanya Jaka yang kemudian masuk ke kamarnya sambil membawa segelas kopi.

"Iya Jak, buat jaga-jaga." Jawabnya.

"Tapi gue cek keluar gak ada siapa-siapa Jack. Dan gue juga gak ketemu Herman." Ucap Jaka.

"Dia pasti sembunyi! Dia ada disini Jak! Dia itu kaya ninja, pintar sembunyi. Buktinya Herman hilang sekarang Jak! Dan mulut gue Jak, lu lihat!" Ucap Jack dengan penuh emosi.

"Wow.. sabar dulu, lo udah hubungi pihak dermaga belum? Bantuan?" Tanya Jaka.

"Belum, Jak. Radio nya mati." Jawab Jack yang sudah lebih tenang sekarang.

"Haduuhh.. gimana kalau begini. Siapa yang mau bantu kita?" Ucap Jaka yang mengeluh.

"Habis kita Jak!" Balas Jack yang mulai putus asa.

"Jack, tenang. Kita hadapi aja. Setelah selesai minum kopi ini. Kita cari dia, tenang aja kita berdua, gak perlu takut!" Ujar Jaka meyakinkan.

"Iya, Jaka. Gue percaya sama lu."


  Sesaat suasana terasa lebih tenang, keberadaan Jaka membuat Jack lebih tenang sekarang. Jaka adalah orang yang bisa diandalkan dalam berbagai situasi, dia nelayan senior yang berpengalaman. Jack melamun sambil terus menutupi mulutnya dengan es berlapis kain pemberian Jaka. Tatapannya lurus ke arah jendela, melihat ombak lautan yang begitu tenang di malam hari, langit malam yang cerah, bersih tanpa ada awan disekitarnya. Bisa terlihat dari air laut yang memantulkan cahaya rembulan dan warna-warni bintang di langit. Sesaat ia menoleh ke Jaka. Wajah nya begitu terlihat lelah dan raut wajahnya seakan sedang bingung dan stress, ya seperti itulah keadaannya saat ini. Temannya hilang entah kemana dan sesosok pria misterius menunggu mereka di luar. Siapapun akan cemas dan ketakutan saat menghadapi situasi ini. Di tengah suasana yang hening, Jack basa-basi dan memulai pembicaraan.


"Jak, tumben lu pakai sarung ta-" ucapannya terhenti, ya, ucapan yang hendak di ucapkan Jack terhenti, ia terlihat shock dan terdiam. Keringat dingin keluar dari tubuh Jack, ia mulai ketakutan setelah melihat Jaka yang menggunakan sarung tangan kulit dengan motif bintang. Jaka melihat Jack dengan tatapan aneh.


"Kenapa Jack?" Tanya Jaka.

"Jadi lu ya Jaka." Jawab Jack.

"Kenapa?" Tanya Jaka lagi dengan serius.

"Lu kira gue gak tahu? Jak, gue lihat tangan orang yang mau celakai gue." Jawabnya sambil menunjuk tangan Jaka yang memakai sarung tangan kulit bermotif bintang. "Lo apain Herman Jak?"


  Jaka pun berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia menatap dingin ke arah Jack, berjalan ke pintu kemudian mengunci pintu nya. Jack pun perlahan meraih kapak yang di jatuhkan nya. Sedangkan Jaka, mengeluarkan parang dari sarung nya.


"Gak ada pilihan lain Jack, lu udah tau. Mau gimana lagi." Ucap Jaka yang memegang parang. Jack memegang kapaknya bersiap menghujam tubuh Jaka jika ia menyerang, Jaka lagi-lagi hanya menatap nya dengan tatapan dingin.

"Oh... Ok!" Ucap Jaka dengan datar.


  Jaka pun mengayunkan parang ke arah Jack, dan Jack berhasil menahan dengan kapaknya. Jaka mundur dan menjauh sementara Jack bangkit dari kursi nya. Jaka kembali mengayun kan parang nya dan kali ini Jack menghindar. Saat itu jarak mereka berdekatan. Jaka kembali mengayunkan parang nya dan berhasil mengenai tangan Jack. "Aaaaaakh...!!!!" Teriak Jack kesakitan. Darah segar mengalir dari tangannya, ia menjatuhkan kapaknya karena kesakitan dan memegangi luka dengan tangan nya yang lain. Jaka dengan liarnya kembali mengayun kan parang nya, Jack menahannya dengan tangan kosong, parang itu pun menancap di sela-sela jari nya dengan begitu menyakitkan.


"Jack, gue udah bilang. Gak ada pilihan lain." Ucap Jaka.

"Jak! Anjing!!" Bentak Jack sambil kesakitan, air mata nya mengalir seiring ia menahan sakit, mata nya melotot menatap Jaka dengan penuh amarah.


  Jaka pun melepas parang yang menancap di tangan Jack. "Jak, lu bangs-" belum sampai menyelesaikan perkataannya, parang tersebut lebih dulu menancap di leher Jack, setelah Jaka mengayunkan nya. Darah dan kental mengucur layaknya air mancur, baju nya menjadi merah karena darah membasahi bajunya. Mata Jack melotot dan ia tampak kesulitan bernafas sambil memegangi parang yang di biarkan menancap oleh Jaka, terlihat sangat mengerikan lubang di lehernya yang mengeluarkan darah segar dan deras. Sampai beberapa saat kemudian ia tewas di tempat, sesaat ruangan itu banjir darah dan bau amis tercium sangat menyengat.


  Jaka pun membuka pintu, dan keluar dari kamar. Berjalan ke ruang utama dengan baju dan wajah yang di penuhi cipratan darah Jack. Ia sampai dan mengambil koper berisi uang 1 Miliar rupiah. Ia duduk di sofa, menaruh koper di meja kemudian membuka nya. Terlihat susunan yang tertata rapi dari sebuah lembaran-lembaran uang dengan pecahan seratus ribu rupiah. Jaka mendekatkan wajah nya ke uang tersebut dan menghirup aroma uang itu layaknya babi gila yang kelaparan. Setelah itu ia bersandar di sofa, mengambil sebatang rokok kemudian mengapitkannya di mulut, menyalakan korek dan membakar ujung rokok. Ia pun menghembuskan asap rokok yang dihisap nya, ruangan penuh dengan asap yang menari-nari di antara remang cahaya lampu.


"Apa yang nelayan dapat, maka itu menjadi miliknya. Bagaimana kalau kita ganti kata 'nelayan' menjadi 'pemenang'. Maaf kawan-kawan aku tak setuju uang ini di bagi rata." Ucapnya seperti orang gila.


                                  * * *


  2 Hari kemudian, Jaka berhasil melabuhkan kapalnya di dermaga. Ia terlambat 1 hari, para petugas dermaga sempat khawatir ia terkena badai. Jaka telah merapikan semua nya dengan teratur, tak ada lagi darah, dan mayat dalam kapal. Sebuah permainan yang cantik dari seorang nelayan.


  Jaka berjalan keluar kapal sambil membawa tas dan koper 1 miliar itu dengan santainya, dan disana ia bertemu kekasih Jack yang terlihat cemas karena pacarnya terlambat pulang 1 hari. Terlihat dari wajah nya yang penuh harap menatap kearah Jaka.


"Bang, Bang Jack mana?" Tanya nya saat Jaka sudah dekat dengannya. Jaka pun memasang wajah sedih.

"Ada gelombang tinggi menghantam kapal kita, gue udah usaha semampu nya. Tapi maaf. Cuma gue yang selamat, Jack hilang terbawa ombak bersama dengan Herman." Jawabnya. 


"Maaf, gue gak bisa bantu cowok lo." Ucapnya lagi sambil berwajah simpatik dan memeluk kekasih Jack tersebut. Namun, saat Jaka memeluknya, wajah simpatik nya berubah menjadi senyum iblis dari seorang paling brengsek saat itu. Tangannya masih memegang koper berharga nya itu.


End.


Cerpen karya Harry Wijaya.

2019.
Diubah oleh harrywjyy 18-05-2020 06:02
0
856
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan