Dear belahan jiwaku,
Aku tahu, kau tidak mungkin membaca surat ini. Sebab lidahmu belum fasih mengeja. Lagi pula, nalarmu belum cukup untuk mengartikannya.

Tidak mengapa, karena aku tidak benar-benar berharap kau tau apa yang kurasa saat ini. Aku menulis tidak untuk kau baca, melainkan hanya sekedar melukiskan rasa. Karena kuyakin semesta akan menyampaikan getarnya padamu.

Andai ... umurku tak banyak lagi. Hingga tangan ini tak sempat memeluk ragamu. Aku hanya berharap kelak kau menemukan jejak cintaku. Meski hanya serupa butir debu yang akan kau temui. Sebab, yang sejati terpatri rapi dalam sanubari.

Ketahuilah, sebesar apa pun cinta yang kau temui. Itu tidak akan mungkin melampui besarnya cintaku padamu.

Kuakui, aku tidak mempunyai bukti yang cukup memadai atas perasaanku. Mungkin saja kelak kau akan berteriak "bulshit!" dengan pernyataan cintaku. Karena memang, aku hanya memiliki pengakuan.

Tak mengapa, jika kau menyangsikan rasaku. Tersebab jarak yang kini membentang. Dikarenakan raga yang berjauhan. Tersebab kata rinduku yang tidak kau fahami.

Duhai malaikat hatiku ....
Namamu selalu kusebut dalam setiap helaan nafas yang terhembus. Panjatku dipenuhi dedo'a untuk kebahagiaanmu.

Ketahuilah, aku pergi bukan karena membencimu. Aku mengasingkan diri dan mengabaikan rindu agar kau baik-baik saja. Supaya kau bisa hidup lebih layak dariku. Meski, untuk itu aku harus menggadaikan kebahagiaan. Tak mengapa, aku yakin, tidak akan ada hal yang sia-sia.

Cintaku .... Uwais al-qarni.
Di sini, tatkala aku tidak bisa mendekapmu. Aku merintih teriris perasaan berdosa. Terkadang aku merutuki diri karena tidak bisa melindungimu, bahkan dari gigitan nyamuk.

Maaf karena aku tak berada di samping tatkala kau terbangun. Aku tau, kau pasti mencari dan merindukanku meski kau tidak berkata-kata. Aku tau, kau pasti merasa kehilangan tempat bersandar dan berkeluh kesah. Aku juga tau, kau pasti kehilangan tempat ternyaman untuk bermanja. Aku juga tau, kau lelaki kuat. Karenanya kau tidak pernah menangis mencariku.

Dalam hatimu mungkin kau bertanya-tanya tentang keberadaanku. Tapi kau diam karena tau itu percuma. Ketika bisa melihatku namun, tidak bisa menyentuh, kau pun tetap diam. Mungkin kau mengira aku serupa fatamorgana.

Maafkan Mama, Al ....
Jika kau sangka aku telah lalai dalam tugas. Aku yang seharusnya mengusap air mata saat kau menangis. Aku yang semestinya merawat saat kau sakit. Aku yang seharusnya menghibur saat kau bersedih. Tetapi, aku bahkan tidak bisa melihat binar bola matamu saat kau tersenyum.

Maafkan aku malaikat kecilku,
Tangan yang seharusnya mengelus punggung menjelang tidurmu. Kini aku gunakan untuk mencari sesuap nasi.
Tangan yang seharusnya membimbing dan mengajarimu berjalan. Kini kugunakan untuk menghidupimu.

Aku jauh, tapi hatiku bersamamu. Bersabarlah, karena terkadang cinta tidak harus dimaknai dengan kebersamaan. Jika Tuhan berkehendak, yakinlah kelak kita akan kembali bersama-sama seperti dulu. Aamiin.


Love you.😘😘💞💞