ceuhettyAvatar border
TS
ceuhetty
Cinta Terhapus Hasutan Neraka


Mencintai adalah takdir, dan menikah adalah nasib. Sebab hati hanya bisa dibolak-balik sang pemiliknya. Sementara nasib bisa kau ubah dengan kekuatan do'a dan kerja keras.

Katanya jatuh cinta itu berjuta rasanya. Senang, rindu, cemburu, dan sedih bercampur menjadi satu. Gegara nih event, ane jadi berusaha nginget-inget lagi gimana rasanya jatuh cinta.


.


"Ayo, Bu! Mampir, Bu! Masuk aja dulu, liat-liat doang juga boleh," Teriakan para penjaga toko langsung memenuhi gendang telinga begitu kaki menjejak di kawasan pasar.

Aku melenggok diantara pembeli yang lalu lalang. Sesekali langkah terhenti karena terhalang oleh kerumunan. Aku lebih suka memilih menepi ketimbang harus berdesakkan.

Suatu ketika, disaat aku terpaku menunggu jalanan sedikit lengang, tiba-tiba saja seseorang menarik lenganku. Setengah menyeret ia membawaku ke dalam toko pakaian balita.

"Mbak, sini aja! Liat-liat dulu, tanya-tanya doang juga gak apa-apa."

"Mas, saya gak mau belanja," tukasku sambil berusaha melepaskan cengkeramannya.

"Iya, tau. Mbak-nya pasti belum punya anak, kan? Diliat aja dulu. Siapa tau kapan-kapan Mbak-nya butuh baju buat anak ... kita mungkin," ujarnya sambil cengengesan. Tak dipedulikannya tatapan tajam serta seringai wajah tak sukaku.

"Mas! Lepas!" Aku menghentakkan tangan, tetapi cowok berambut ikal itu malah tertawa kesenangan tanpa menghiraukan wajahku yang sudah merah padam.

Hampir saja kesabaranku memuncak ketika tiba-tiba seorang pemuda masuk.

"Wah, Dion! Bukan begitu caranya memperlakukan cewek," ujarnya seraya melemparkan senyum ke arahku. Manis. Tatapan matanya teduh tetapi tajam menghunjam perasaan.

Gambar

Kami saling berpandangan cukup lama, seolah dua pasang mata memiliki kekuatan magnet yang sukar dilepaskan. Astagfhirullah! Aku menyadari keadaan dan segera memalingkan pandangan. Ada debar yang tidak biasa di dalam sana.

Cowok berambut ikal sudah melepaskan cengkeramannya sedari tadi tanpa kusadari.

"Kamu kenal dia, Fen?" tanyanya dengan raut muka penasaran.

"Dia kerja di toko DaWan," Sahutnya santai sembari mengulum senyum. Sementara aku segera bergegas meninggalkan mereka dengan muka telah merona.

"Salam kenal ya, Neng!" teriak pemuda bernama Dion.

"Lain kali, jangan sentuh tangannya. Dia tidak suka," tutur Uda Effendi menjelaskan, samar masih kudengar.

.

Dahulu, pasar tradisional di salah satu sudut kota hujan tersebut sangat ramai. Apalagi menjelang puasa hingga lebaran, bisa dikatakan musin panen bagi para penjual pakaian dan sejenisnya.

Mungkin karena itu, majikan abangku menginginkan pekerja tambahan. Maka, dijemputlah aku dari kampung. Bahkan selepas lebaran pun aku masih dipekerjakan, kerjamu bagus kata si bos.

Bekerja menjadi penjaga toko menurutku sangat menyenangkan. Selain memiliki banyak teman dari berbagai suku, juga menambah wawasan tentang dunia fashion sekaligus belajar berbisnis yang menguntungkan.

Ketika pasar sepi kami sering kali berkumpul bercengkrama. Tanpa ada jeda. Aku yang merupakan pejaga toko paling kecil umurnya merasa memiliki banyak abang. Sungguh menyenangkan memiliki banyak orang yang melindungi. Aku merasa menjadi seperti tuan putri.

Pertemanan rasa persaudaraan yang terjalin tanpa mengurangi rasa saling menghargai. Kuncup-kuncup kebahagiaan semakin bermekaran ketika hubunganku semakin dekat dengan salah seorang pemuda penghuni pasar tersebut, Uda Utsman Effendi. Seorang pemuda dari kota Pariaman, Sumatera Barat.

Benar adanya, pepatah yang mengatakan. Ketika hati penuh rindu, menunggu sehari rasanya seminggu. Kebersamaan kami hanya sebatas pertemuan di pasar. Di luar itu kami tidak pernah bertemu.

Di satu siang yang lenggang. Aku baru saja selesai sholat dzuhur ketika bang Amin sang penjaga Mushola menyapa.

"Gimana hubungan kamu sama Fendi?" selidiknya.

"Baik," jawabku singkat saja. Sejujurnya aku paling tidak suka ditanya tentang masalah pribadi.

"Sebaiknya tidak usah diteruskan," sarannya dengan wajah serius. Sementara matanya jelalatan seperti takut ketahuan.

"Kenapa?" tanyaku dengan kerutan di kening.

"Nanti juga kau tahu," jawab bang Amin membuatku semakin dilanda penasaran setengah mati.

Sejak mulai saat itu aku mulai menerka-nerka, kenapa? ada apa? Hingga pada akhirnya kutemukan juga jawabnya. Tanpa sengaja kudengar dari sahabatnya Uda Fendi, Dion.

"Inul, kau tau? Effendi baru saja menolak lamaran sebuah Toyota. Semua itu karena kau, dia bilang, tidak mau menikah menuruti adat kami. Fendi cuma mau menikah karena cinta. Ternyata cinta benar-benar bisa membuat gila."

Aku terpana sejenak. Namun cepat kusadari semuanya. Ternyata adat itu memang benar adanya. Kukira hanya sejarah belaka. Satu sisi hatiku bahagia dicintai dengan setulus hatinya. Namun sudut hatiku yang lain dilanda ketidak-percaya diri-an yang luar biasa. Aku tidak begitu banyak mengetahui tentangnya, selain baik dan tampan. Tetapi harga lamaran yang datang menggambarkan seberapa tinggi derajatnya di mata manusia. Sejurus hatiku mengkerut dan berkata, "Aku tidak pantas untuknya."

Hari-hari berikutnya aku lalui dengan kegalauan. Dua sisi batinku berperang. Antara menginginkan melihatnya dicintai dengan kelayakkan serta keegoisanku untuk tetap bersamanya. Tanpa disadarinya, aku pun mundur teratur.

Aku pulang kampung dan menikah dengan jodoh pilihan bapak. Aku tetap melanjutkan hidup meski hatiku tertinggal di sana dan mati untuk selamanya.

Hai, kau yang di sana! Apa kabar cinta?









NadarNadzAvatar border
swiitdebbyAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 69 lainnya memberi reputasi
70
978
46
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan