Agak gila pengakuan dari seorang temanku. Dengan terang-terangan dia bilang, dulu sangat ingin jadi perempuan!

Teringatlah aku pada teman yang lain. Ketika itu kami tinggal di asrama dalam rangka seleksi siswa baru di sebuah SMA.

Waktu itu sore hari, sebagian calon siswa sudah berganti pakaian, sebagian sedang mandi, sisanya masih mengantre tapi di kamar tidur berupa ruangan dengan banyak bed.

Salah seorang teman yang baru keluar kamar mandi, melenggang melewati kami. Mengenakan celana pendek agak ketat, dengan atasan apa ya, aku tak paham fashion. Disebut singlet terlalu tebal, dibilang baju juga bukan.

Aku sih melihatnya biasa saja. Teman yang baru mandi itu tak terlalu cantik (relatif kan!) badannya mungkin bagus, karena memang untuk masuk sekolah ini, ada syarat tinggi badan dan berat yang proporsional.

Ia berjalan sambil menghanduki kepala, yang menurut sebagian besar kami ya biasa saja. Tapi salah seorang teman, yang juga perempuan, nyeletuk dengan ringannya. “Aku kalo nengok cewek abis mandi, apolagi seksi, naik kejantanan aku!”

Meledaklah tawa satu ruangan. Dasar gila, pikir kami semua.

Nyatanya, ia tidak sedang bercanda. Malam hari pada jam yang dijadwalkan tidur, dan lampu seluruh ruangan telah dimatikan. Ada kejadian yang menarik perhatianku.

Salah seorang teman mungkin kegerahan. Karena gelap, ia mengira semua orang sudah tidur, sehingga memutuskan mengganti pakaian dekat dengan kasurnya. Buka dan pakai baju serta celana di sana, seolah hanya dia yang ada di ruangan itu.

Aku melihat, jarak sekian bed dari tempatnya, seseorang tengah memperhatikan dengan saksama. Bias lampu dari luar yang membuatku bisa melihat mereka.

Sejak itu aku yakin, pengakuan sore kemarin itu adalah sebuah kejujuran. Maka setiap mengganti pakaian, aku memilih masuk ke kamar mandi.  Walau di kamar ia tak ada, bisa jadi di antara kami ada yang serupa dengannya.

Kita kembali ke teman pada alinea pertama. Oh ya, kita kasih nama dulu biar mudah. Yang laki-laki ingin jadi perempuan itu Y, yang perempuan suka perempuan kita namai X.

Belasan tahun aku tak bertemu X. Kucoba cari di FB, tapi namanya yang pasaran menghasilkan banyak pilihan. Akhirnya tak kupilih satu pun.

Sedangkan Y, sampai hari ini aku masih berinteraksi rutin dengannya. Ia sudah menikah, punya anak, dan rumah tangganya nampak baik-baik saja.

Dalam memilih barang, kecenderungannya pada warna-warna yang terkesan feminin masih jelas. Dalam banyak hal dia juga lebih perasa, kadang tidak logis layaknya laki-laki. Meski demikian, kulihat dia cukup menjaga jarak dengan perempuan.

Apakah itu karena menjaga diri dan hati istrinya, atau memang tak tertarik, entahlah. Yang pasti ia jauh berubah dibanding dulu ketika masih suka bernyanyi di panggung. 

Beda dengan Y yang lentik dan tergila-gila pada artis ganteng asal India. Dia sekarang jadi bapak yang menaungi anak-istri.

Dalam beberapa kali pertemuan, kulihat ia menasihati banyak pasangan agar memahami istri, memahami perempuan. Tetap adil, ia juga menasihati para istri agar menghormati suami untuk mendapatkan kasih sayang mereka.

Apa yang dilakukan Y sehingga bisa hidup normal layaknya laki-laki? Ternyata menurut pengakuan yang tidak gamblang ia jelaskan, Y lebih banyak menghabiskan waktunya bersama laki-laki normal. Ia bergaul sebagaimana laki-laki bergaul.

Makan dengan gaya laki-laki, bercanda ala laki-laki, sampai ia bisa jatuh cinta seperti laki-laki. Dalam salah satu pengalaman yang ia bagi, Y mengaku pernah suka pada perempuan yang bukan istrinya (wah, makin laki dia!) tapi tidak menuruti perasaan itu. Karena dengan demikian ia pasti menyakiti istri, sekaligus anak-anaknya.

Jadi kusimpulkan, pergaulanlah yang menyelamatkan Y. Bagaimana dengan X, sampai kini tak kuketahui rimbanya. Berharap ia sama selamatnya dengan Y.

Lalu kuingat-ingat lagi. Aku juga kan dulunya tomboi, mungkin sampai sekarang. Tapi menikah, punya anak, dan gak naksir perempuan. Lain waktu kita bahas ya!