iluvtariAvatar border
TS
iluvtari
Sejahat-jahatnya Asap Karhutla, Lebih Jahat Covid-19


Sebenarnya tanpa event Kaskus pun aku memang mau nulis tentang pengalaman yang berkesan di agustusan. Tapi agak kurang cocok ding kalau disebut pengalaman berkesan. Lebih tepatnya kenangan yang gak enak.


Tapi dengan adanya pandemi, aku dan kita semua sepertinya diingatkan agar lebih bersyukur. Jadi begini, Agan Sista, ceritanya ….


Agustus tahun lalu, kami di Sumatra tengah dikepung asap karhutla (kebakaran hutan dan lahan). Tidak ada yang aneh kan, karena ini sudah jadi menu tahunan bangsa Indonesia.


Tahun 2015 lebih parah lagi, kemarau dan asap kayak bahu membahu “membantai” kami. Asap tak kurang-kurang karena tak kunjung hujan. Hujan tak turun-turun karena penguapan terhalang asap. Jadi lingkaran maut.


Nah 2019 kemarin, yang sempat heboh adalah merahnya langit di Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi. Ada yang menyebutnya hoaks, efek filter, dll. Padahal itu kejadian nyata.


Yang bikin kadar merahnya berbeda-beda adalah merek HP yang dipakai mengambil gambar. Jadi dikira berita bohong atau dilebay-lebay. Aku sih di kotanya. Langit gak sampai merah, tapi asapnya tetap sampai ke tenggorokan.


Balik ke agustusan.  Agan lihat foto-foto di bawah ini. Covid-19 belum lahir, tapi beberapa orang sudah mengenakan masker. Asapnya sendiri gak kelihatan, dihalau filter otomatis bawaan HP.




Kusebut berkesan karena tepat di 17 Agustus asap menebal di daerahku. Begitu bangun tidur, leher terasa lebih sakit, mata lebih perih. Ketika buka pintu, ternyata di luar asap nampak lebih pekat.


Tapi agustusan itu momen tahunan yang tak bisa (bukan tak boleh) dilewatkan. Tetap saja anak-anak dan orang dewasa kumpul di lapangan kompleks. Ikut lomba ini itu.


Aku yang alergi asap hanya mengambil gambar. Pengin sih ikut tarik tambang bareng emak-emak lain, tapi kan butuh oksigen lebih. Sementara masker dan asap menghalangi. Ya sudahlah, terima nasib.


Terima nasib, tapi gak seikhlas itu juga. Ketika anak-anak mengenang keseruan lomba mereka, aku lebih ingat dengan bencana asap karhutla itu. Anak-anak mudah mengingat hal yang menyenangkan, orang dewasa punya fokus yang berbeda.

Pagi ini, 17 Agustus 2020. Ketika kubuka pintu pagi tadi. Sedih rasanya.

Lapangan kompleks hanya sekian meter dari rumahku. Bisa terlihat dari jendela kamar anak-anak. Tahun-tahun sebelumnya, ada pohon pinang di sana. Ada tenda, tali batas untuk track lomba karung, deretan kursi untuk lomba makan kerupuk, ember berisi belut, dll.

Ada suara Pak RT dengan pengeras suara, emak-emak ketawa, anak-anak yang girang melebihi keceriaan lebaran. Sekarang semuanya tinggal kenangan. Yang tersisa hanya lapangan kosong yang sepi.

Baru aku sadar. Asap karhutla kemarin bukan apa-apa. Corona lebih gila lagi. Musim panas yang dinanti-nanti, berharap bisa melemahkan virus, tak kunjung datang.


Kabarnya sekarang sedang kemarau, tapi di sini sering turun hujan. Tahu sendiri kan, sekarang iklim sulit ditebak. Kalau zaman SD dulu kita gampang mengingat musim hujan dengan nama bulan yang diakhiri ber, sekarang sudah tak berlaku lagi.


Tapi kalau dipikir-pikir, untunglah sering hujan. Kalau tidak, besar kemungkinan kami dikepung asap lagi. Bayangkan, sudahlah pandemi, dibonus asap pula!

0
270
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan