- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Notifikasi (Short Story - Thriller - 19+)
TS
bekinyot
Notifikasi (Short Story - Thriller - 19+)
Notifikasi
Spoiler for :
Sore itu Piya yang baru turun dari mobil sedan kuning lengseran dari kakaknya berjalan menuju supermarket besar. Ini adalah supermarket terbesar yang pernah aku lihat, pikir Piya.
Piya yang tidak membawa baju ganti, terpaksa menggunakan jaket parka ekstra besar kepunyaan kakaknya juga itu. Tidak mudah untuk dirinya memutuskan untuk datang ke tempat ini. Dan juga dia tidak mau jika sampai ada yang dapat mengenalinya, dan mengetahui tujuannya ke tempat ini.
-
Supermarket ini terpisah dua kota dari tempat tinggal Piya, dengan perjalanan selama setengah hari lebih, dan tersesat beberapa kali, akhirnya Piya dapat tiba setengah jam sebelum jam tutup.
“Selamat datang,” sapa seorang wanita dengan lipstik merah menyala. “Kunjungan pertama?”
“Iya kak,” jawab Piya yang sedikit ragu harus memberikan panggilan apa kepada wanita merah tersebut.
“Baik, karena ini kunjungan pertama, apakah kakak bersedia mendengarkan sedikit penjelasan perusahaan kami.”
“Iya, boleh,” jawab Piya, lalu mereka berdua berjalan pada suatu meja dengan dua kursi yang saling berhadapan.
-
Sebuah lembaran diberikan kepada Piya, berisi logo dari perusahaan tersebut. Sang wanita merah membawa sebuah tablet dengan ukuran cukup besar, dan diarahkan kepada Piya.
Sambil menyiapkan presentasi singkat dari tablet tersebut, sang wanita merah melirik kepada Piya yang sudah meminum air mineral kemasan yang disuguhkan. Presentasi dimulai.
“Perusahaan kami bekerja dengan sistem periklanan. Dengan permintaan dari klien maka kami akan menciptakan sebuah karakter yang diimpikan klien. Untuk penciptaan dari karakter ini tidak dapat dilakukan secara instan, waktu yang kami rekomendasikan adalah enam bulan. Semakin lama waktu yang klien minta, akan membuat karakter menjadi lebih baik lagi, tentunya hal-hal tersebut dapat mempengaruhi harga dari pelayanan kami.” Wanita merah menghentikan persentasenya, dan memandang ke arah Piya. “Sampai disini apakah ada yang ingin ditanyakan?”
Piya hanya menggeleng, sang wanita merah kembali mengarahkan pandangannya kepada tablet, presentasi tersebut dilanjutkan dengan memperlihatkan slide kedua kepada Piya.
Pada layar tablet kini terlihat gambar siluet pria dan wanita dewasa dengan yang saling memunggungi. Sang pria sedang memegang handphone dan wanita yang sedang menatap layar komputer sambil duduk.
“Dengan menerapkan iklan yang ada di internet, dan produk serta jasa terbaik yang sudah kami susun sebaik mungkin, lalu kami akan merekomendasikan iklan tersebut kepada target yang sudah anda siapkan. Tentu kami dapat mencarikan target kepada anda jika anda berminat,” sang wanita merah kembali menatap Piya yang masih serius menatap ke tablet.
Tablet tersebut kembali digeser, dan terlihat rincian harga. “Disini kami menerima pembayaran secara kredit dan tunai. Setelah anda menentukan sistem pembayaran yang diinginkan maka kami akan memberikan kode akses kepada calon target. Disana anda dapat memantau target kapanpun anda inginkan. Tentunya rahasia klien dan target akan sangat kami rahasiakan.”
Presentasi berakhir dengan tulisan terimakasih dan gambar senyuman berwarna kuning.
-
“Ini calon target saya.” Piya menyerahkan secarik kertas berisi alamat, foto, dan identitas akun sosial seorang pria kepada wanita merah.
Pria tersebut bernama Ringga, ia adalah teman semasa SMA dulu. Piya memilih Ringga karena pada suatu saat tanpa sengaja menemukan akun sosialnya. Awalnya Piya hanya melihat-lihat kehidupan Ringga, dirinya yang sedang sakit-sakitan dan mentalnya yang kacau membuat Piya memutuskan untuk menjadikan Ringga ‘kelinci percobaan’. Sesungguhnya jauh di lubuk hati Piya, dirinya pernah suka kepada Ringga.
-
Berkas dari Piya diterima oleh wanita merah, dan dirinya diminta menunggu beberapa saat. Setelah sepuluh menit berlalu, sang wanita kembali dari sebuah ruangan di belakang Piya dan menyerahkan sebuah tabel harga.
Melihat berbagai macam harga yang diberikan membuat Piya memerlukan waktu untuk menimbang. Akhirnya Piya memutuskan untuk memilih jangka waktu terlama, yaitu dua tahun.
Setelah Piya menandatangani perjanjian yang tertulis jelas dalam lima lembar kertas, lalu membayarkan sejumlah uang muka, dirinya mendapatkan sebuah alamat website. Piya menelusuri alamat tersebut, dan beberapa saat kemudian terlihat sebuah wajah pria yang memenuhi satu layar handphonenya.
Piya dan wanita merah sama-sama memperhatikan pria dengan wajah serius tersebut. Beberapa saat kemudian wajah pria tersebut terlihat lega, dan handphonenya dilemparkan ke sampingnya. Dari letak handphone tersebut, terlihat sang pria berjalan menuju pintu tanpa menggunakan pakaian sama sekali.
Handphone Piya langsung diletakan terbalik. Piya dan wanita merah saling menatap dan tersenyum kecut.
-
“Dengan mudah membuat tubuh anda sekuat baja.”, “Dengan sayur yang kami tanam sendiri, menjamin kesegaran hingga ke tangan anda.”, “Kamu adalah yang menentukan apa yang kamu impikan di masa depan.” Ringga menguap melihat rentetan iklan yang masuk di sosial medianya, setiap ada kesempatan pasti akan dirinya abaikan iklan-iklan tersebut. “Bosan woy, iklan begini terus.” Keluh Ringga bicara ke layar handphonenya.
Program sudah berjalan selama satu tahun, dan perubahan Ringga terlihat sangat lambat di mata Piya.
“Bling!”
Sebuah pesan singkat masuk, Ringga membuka pesan tersebut, dan membacanya dengan perlahan. “Ring, bulan depan ada acara enggak?” Tanya kawan lamanya yang masih memberikan status mengetik di pojok aplikasi. “Kita kekurangan orang buat mendaki. Mau gabung enggak?” Ringga mengerutkan keningnya. Rasa malas dalam dirinya sedang bertempur. Status mengetik kembali muncul, “Ada Nami juga.” Ringga mengetik balasan, “Ikut.”
-
Hari pendakian tiba. Ringga yang sudah berdiri di pintu terminal merasa sangat bersyukur dengan segala iklan yang sudah membantunya memiliki tubuh yang proposional. Dirinya sangat optimis akan summit nanti di gunung tersebut. Serta akan terlihat keren pastinya di depan Nami.
Beberapa meter dari tempat Ringga berdiri, Piya sedang memperhatikannya. Dengan sedikit rasa takut, Piya menghampiri Ringga.
“Ringga,” Piya memanggil lalu meletakan kedua telunjuknya ke arah muka. “Piya!”
Ringga sejenak mengingat dan seperti menganalisa wajah Piya dari ujung rambut hingga kakinya.
“Piya, anak kelas C?” Ringga menjawab dengan semangat, dirinya yakin bahwa itu akan benar.
Piya merasa senang Ringga mengingat hal tersebut. “Iya, benar.”
“Mau kemana nih, kebetulan banget bisa ketemu disini.”
“Aku mau nyari kamu,” kata-kata Piya seketika membuat jantungnya sedikit berdegup lebih cepat.
“Nyari aku?” Wajah Ringga mengkerut mendengar hal tersebut. “Ada apa ya?”
“Kamu mau mendaki kan?” Piya langsung memegang tangan Ringga. “Kamu hati-hati ya. Nanti kalau sudah turun dari gunung kita makan malam ya. Ada yang mau aku bicarakan.”
Ringga memundurkan langkahnya, dan semakin aneh dengan keadaan yang terjadi, bagaimana mungkin teman lamanya ini bisa tahu rencana yang ingin dilakukannya. Oh ya, pikir Ringga, pasti karena dirinya melihat dari sosial media.
“Ringga!”
Teriakan seorang pria dari pintu bus terdengar.
“Tuh, rombongan kamu udah nungguin, hati-hati ya.” Belum sempat Ringga membalas pertanyaan Piya, dirinya sudah didorong menuju pintu bus yang sudah akan berangkat tersebut.
Piya melambaikan tangan, dan Ringga hanya dapat menatap Piya yang semakin lama semakin kecil dari pandangannya.
-
Setelah turun dari gunung, handphone Ringga kembali mendapatkan sinyal.
Rentetan pesan masuk berbunyi, “Ciye, ada yang nungguin nih,” goda Nami yang berdiri di sampingnya. Ringga hanya memberikan senyum tipis kepada Nami dan perhatiannya kembali kepada handphone.
Seperti dugaan Ringga, pengirim pesan tersebut adalah Piya. Pesan-pesan yang dikirimkan tersebut seluruhnya berisikan rayuan, dan foto-foto Piya yang akan tidur, dan saat dirinya bangun, serta saat dirinya sedang beraktifitas.
Beberapa saat kemudian panggilan dari Piya masuk. Ringga merasa semua ini sudah tidak wajar dan menolak panggilan tersebut.
Dirinya membalas pesan dari piya. “Nanti malam kita ketemu.”
-
Mereka bertemu di sebuah restaurant keluarga. Ringga yang memilih tempat ini, dirinya yakin, jika salah satu dari mereka akan mengamuk, setidaknya akan banyak orang dewasa yang akan menangkan mereka.
“Aku tahu kamu mau marah kepadaku,” Piya membuka pembicaraan. “Silahkan kamu baca.”
Piya menyerahkan beberapa lembar kertas dari tasnya. “Akulah yang sudah membiayai kamu, hingga menjadi lebih baik seperti ini.”
Mendengar penjelasan Piya yang aneh, Ringga membaca surat yang diberikan Piya secara perlahan.
Setelah selesai membaca seluruh isi kertas tersebut, dan mengerti apa yang sudah Piya lakukan untuk dirinya, Ringga menatap Piya yang memiliki tubuh lelah tersebut.
“Lalu apa yang kamu harapkan?” Ringga merobek lembaran kertas tersebut dan menunggu Piya menjawab.
Piya terdiam dan tertunduk melihat apa yang sudah Ringga lakukan.
Ringga bangkit dari kursinya, dan meletakan beberapa lembar uang di meja dan meninggalkan Piya.
Tubuh Piya bergetar, dan pundaknya naik turun. Tangisannya hampir tidak terdengar oleh siapapun, namun air matanya sudah membasahi punggung tangannya.
“Tring!”
Sebuah notifikasi masuk ke dalam handphone Piya.
“Miliki tubuh impianmu.”
-Tamat.
Diubah oleh bekinyot 29-03-2021 13:50
0
414
Kutip
0
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan