8rangnanim8Avatar border
TS
8rangnanim8
Buka Mata Untuk Ganja


Inovasi pengobatan modern beberapa waktu belakangan mendapatkan perhatian khusus setelah kembali advokasi ganja medis dikampanyekan. Ganja yang dikategorikan sebagai zat paling berbahaya oleh pemerintah Indonesia diharapkan untuk dikaji ulang kemanfaatannya. Hal ini tidak lain karena kandungan dalam ganja diyakini memiliki khasiat medis yang ampuh untuk beberapa penyakit tertentu.

Ganja atau dikenal juga sebagai Cannabis Sativadi Indonesia dimasukkan di narkotika Golongan I. Untuk itu pemanfaatannya diatur terbatas pada penelitian dan ilmu pengetahuan saja. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut diancam dengan hukuman belasan tahun penjara hingga pidana mati. Hukuman tersebut dinilai setara jika melihat efek penyalahgunaan ganja terhadap pemakainya yang tidak hanya pada fisik melainkan juga merusak psikis.

Akan tetapi bukan hal baru menyoal ganja yang dikatakan ampuh sebagai obat. Meski dalam pro dan kontra, catatan cina kuno yang diyakini di tulis 4000 tahun sebelum masehi menyebutkan ganja dimanfaatkan sebagai anestesi oleh Kaisar Shen Nung. Hal ini berdasarkan penelitian Barney Warf yang merupakan Proffesor Geografi Sejarah dari Universitas Kansas. 

Setelah kandungan Tetrahydrocabinnol(THC) ditemukan dalam ganja pada periode 1960-an mulai saat itu ganja dibatasi peredaran dan konsumsinya. THC adalah zat yang menyebabkan halusinasi berlebihan dan menyebabkan ketergantungan pada penggunanya. Kandungan lainnya yang dominan dalam ganja adalah Cannabidiol (CBD). Sifat dari zat ini lebih ringan daripada THC karena menurut para ahli tidak mengakibatkan candu. 

Secara garis besar ganja terdiri atas tiga jenis yaitu Cannabis Indica (CI), Cannabis Sativa (CS) dan Cannabis Ruderalis (CR). Baik CI dan CR keduanya memiliki kandungan CBD yang lebih tinggi dari THC. Pada CS kandungan THC lebih tinggi daripada CBD. Menurut weedmaps, sebuah perusahaan teknologi dalam industri ganja, mengkonsumsi ganja dengan kandungan THC dan CBD yang seimbang akan lebih baik ketimbang yang hanya memiliki kandungan THC saja karena menyebabkan ketagihan. Dengan kata lain kemungkinan penggunaan ganja untuk keperluan medis dapat dipertimbangkan. Sampai disini yang dapat kita pahami adalah ganja memiliki manfaat terbatas sama halnya seperti obat pada umumnya. Untuk itu perlu pengaturan yang ketat dan tepat.

Dari Aturan Hukum Hingga Stigma Ganja
Saat ini di Indonesia sendiri mengenai narkotika dan psikotropika masing-masing diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997. Di tahun 2020 dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, beberapa pasal dalam Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Psikotropika direvisi sesuai dengan perkembangan. 

Menurut saya antara undang-undang yang satu dengan yang lainnya disini sudah saling menopang pengaturan peredaran dan konsumsi dari obat-obatan tersebut. Meskipun Undang-undang Cipta Kerja berlaku secara terbatas selama 2 tahun sejak Putusan Mahkamah Konstitusi yang lalu akan tetapi sampai saatnya tiba pasal dalam undang-undang ini berlaku penuh. Pengkategorian ganja sebagai narkotika Golongan I juga hemat saya harus dipahami tidak terbatas pada penelitian dan ilmu pengetahuan saja. Output dari penelitian adalah sebuah laporan yang kemudian dapat dijadikan rekomendasi dalam hal ditemukan sebuah inovasi yang dinilai berguna untuk masyarakat umum. Tentu harus melibatkan banyak pihak terutama akademisi dan ahli. Sayangnya hingga saat ini publikasi mengenai manfaat dan kerugian ganja masih sangat minim.

Stigma negatif narkotika dimasyarakat sudah terlalu menempel. Apapun yang berkaitan dengan hal tersebut selalu dinilai "jahat". Padahal jika disosialisasikan dengan baik maksud dari pembentuk undang-undang mengkategorikan jenis narkotika adalah berdasarkan kegunaannya. Dalam UU Narkotika misalnya, seperti yang disebutkan sebelumnya Golongan I terbatas untuk kegiatan penelitian dan ilmu pengetahuan. Kemudian Golongan II memiliki sifat adiktif yang kuat akan tetapi bisa digunakan untuk membuat obat-obatan. Golongan III juga dapat digunakan sebagai obat dengan sifat adiktif yang ringan. Jadi segala hal yang berkaitan dengan narkotika tidak selalu memberi dampak negatif akan tetapi juga memberikan dampak positif.

Penelitian yang masih kurang, stigma negatif terhadap narkotika, dan pemahaman narkotika sebagai obat masih minim, setidaknya tiga hal inilah yang menjadi tantangan terutama untuk melegalkan penggunaan ganja medis di Indonesia. Jika memang dirasakan bermanfaat maka pemerintah perlu bergerak cepat mengambil sikap dan tidak hanya terpaku pada apa yang tertulis di undang-undang. Konteks dari undang-undang itulah yang perlu untuk dipahami bersama. Sehingga nanti kemanfaatannya bisa dirasakan bersama. 

Potensi Legalisasi Ganja
Indonesia bukanlah menjadi negara pertama yang melegalkan ganja medis jika keputusan ini dibuat. Sudah banyak negara yang melakukan hal serupa bahkan di Asia Tenggara. Berangkat dari fakta tersebut seharusnya referensi legalitas ganja medis di Indonesia menjadi semakin beragam dan menjadi keuntungan tersendiri. World Health Organization (WHO) dalam hal ini juga sudah memberikan lampu hijau mengenai penggunaan ganja sebagai salah satu jenis obat.

Di Amerika Serikat melalui Food and Drug Administration (FDA) hasil dari olahan ganja medis sudah digunakan sebagai terapi kepada pasien penderita kanker, HIV/AIDS dan epilepsi. Menurut penelitian ahli Laura Borgelt dari Universitas Kolorado disebutkan bahwa olahan ganja medis juga bermanfaat untuk pengobatan pasien penderita nyeri kronis sebagai pereda dan penghilang rasa sakit. Selain itu yang belakangan sempat menjati topik hangat perbincangan ganja medis dipercaya oleh seorang ibu dapat mengobati penyakit hydrocephalus yang diderita anaknya. Tidak menutup kemungkinan, akan tetapi juga perlu penelitian yang mumpuni mengenai hal ini. Jangan sampai alih-alih upaya pengobatan mandiri malah berakhir dalam jeruji besi. 

Sudah saatnya pemerintah melihat efektifitas penggunaan ganja medis di Indonesia. Penelitian terhadap permasalahan ini seharusnya juga sudah dilakukan mengingat advokasi ganja medis yang sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu. Sifat berbahaya dari ganja itu sendiri harus segera disamakan konteksnya. Pendapat para ahli dalam hal ini memegang peranan penting. Untuk pengolahannya jika memang memerlukan pabrik dan perkebunan khusus, hal tersebut bisa dipertimbangkan sebagai jalan keluar.

Paling utama dari upaya melegalisasi ganja medis ini adalah keterbukaan dan partisipasi masyarakat. Saat ini kita tidak bisa menampik setiap kali akan diberlakukannya undang-undang strategis, selalu diselingi dengan aksi demonstrasi besar-besaran. Tidak sedikit dari aksi tersebut bahkan menimbulkan korban jiwa dan luka. Hal ini adalah sebagai imbas pemerintah yang dinilai lalai menampung aspirasi sehingga menimbulkan trust issue di masyarakat. Dengan semangat persatuan mari kita bekerja sama, saling membantu untuk kemajuan Indonesia di masa depan.
Diubah oleh 8rangnanim8 03-07-2022 13:25
lleonelbasti372Avatar border
lleonelbasti372 memberi reputasi
2
1.2K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan