mangdana1984Avatar border
TS
mangdana1984
HAID PERTAMAKU
Karya: Pena Asmara

Aku--Amira--gadis kecil berusia tiga belas tahun--korban dari mafia perdagangan anak. Menurut desas-desus, aku terjual saat masih bayi pada Mami Merry--seorang muncikari--penyedia khusus perempuan muda di bawah usia dua puluh dua tahun.

Aku terpenjara dalam asuhan Mami Merry. Sama seperti lima gadis kecil lainnya. Diasuh untuk dijadikan pemuas nafsu lelaki berduit.

Di bawah pantauan mami Merry, tidak ada tenaga yang terbuang. Mencuci, memasak, dan segala pekerjaan rumah adalah tugas yang tak boleh dibantah. Kami adalah budak. Patuh pada perintah adalah keharusan mutlak.

Keperawanan kami adalah harta berharganya. Puluhan juta, bahkan sampai di atas seratus juta--harga yang mami Merry tawarkan kepada para pelanggan--bos-bos penikmat maksiat. Berharap khasiat pada sebuah darah keperawanan.

"Itu harga yang pantas, untuk mengembalikan uang yang sudah aku keluarkan untuk merawat kalian." Begitu ucapnya, kepada kami.

Di usia dini, kami sudah diajarkan cara merias diri. Memuaskan pria, mengenalkan titik-titik birahi pria, cara bersenggama, inti utamanya adalah memberikan servis yang terbaik kepada para tamu langganannya.

Siang itu, aku melihat Asmah yang bernasib sama denganku, sedang menangis di pojok kamar mandi. Tubuhnya menyender di tembok dan tangannya memeluk lutut kaki.

"Kamu kenapa, Asmah?" ujarku sambil ikut jongkok di sampingnya. Tanganku menyentuh bahu Asmah. "Kamu kenapa?" tanyaku sekali lagi.

Ragu-ragu Asmah menjawab pertanyaan, "A--a--aku dapat haid, Ra."

Asmah memeluk erat dan menangis dalam pelukanku.

"Ya ... Allah ...," ucapku lirih

Haid adalah azab bagi kami--budak-budak Mami Merry. Seperti layaknya menunggu sebuah kematian yang pasti datang, tetapi tidak tahu kapan. Kedatangan haid adalah pertanda jika kami siap untuk ditawarkan, di lelang dengan harga termahal. Mami Merry hanya tinggal menghubungi pelanggan kelas atas, dan mencari siapa penawar tertinggi. Lantas setelah masa haid Asmah berakhir, maka siap untuk dijual dan ditawarkan keperawanannya.

Malam ini, Asmah dan Anita sudah di persiapkan. Diberikan pakaian bagus dan di dandani layaknya wanita dewasa. Tidak lupa, Tante Yusnia-lelaki yang berperilaku seperti perempuan--asisten Mami Merry--mewanti-wanti dan mengingatkan mereka berdua untuk mempraktikkan ilmu maksiat yang sudah di ajarkan. Agar dapat memberikan kepuasan kepada pemenang lelangnya.

Hingga menjelang subuh, aku tidak bisa tidur, atau mungkin memang tidak pingin tidur. Aku menunggu Asmah dan mencari tahu bagaimana keadaannya. Khawatir sangat.

Asmah dan Anita pulang dengan wajah yang lelah dan seperti menahan rasa sakit. Langkah mereka tertatih-tatih, memegang pangkal paha. Air mata berurai di pipi. Asmah terus menangis memelukku. Dia tidak bercerita apa pun dan hanya menangis saja. Terus menangis.

Menjelang siang, Mami Merry--si raksasa gendut datang dan langsung masuk ke kamar. Mengumpulkan kami berlima di dalam kamar, dipanggilnya Asmah dan Anita.

"Ini uang untuk kalian berdua, lima juta untukmu Anita dan lima juta untukmu Asmah." Sembari menyerahkan uang itu ke tangan Asmah dan Anita, Mami Merry menoleh ke arah Tante Yusnia.

"Ini hape android termahal untuk kalian berdua," katanya lagi sambil menyerahkan gawai android terbaru untuk Anita dan Asmah.

"Dan, kalian berdua--Anita dan Asmah tidak perlu lagi bekerja untuk membersihkan rumah. Kalian hanya khusus menerima pelanggan."

Licik memang Mami Merry. Kami yang terbiasa tidak pernah memegang duit, diberikan duit sebesar itu dan gawai terbaru. Juga tidak perlu bekerja lagi. Itu cara licik Mami Merry untuk terus menjerat kami semua.

Beberapa bulan kemudian, kulihat Asmah dan Anita perilakunya sudah mulai berubah. Sepertinya mereka sudah mulai menikmati uang yang mudah untuk didapatkan. Mereka bisa membeli apa saja yang mereka mau dan inginkan. Sesekali Asmah memberikan uang jajan kepadaku dan banyak bercerita jika sering diberikan barang-barang mewah dari pelanggannya. Aku hanya diam saja. Dalam hati, aku tidak ingin seperti Asmah.

Hari ini terasa lelah sekali. Kerjaan  seakan tidak pernah habis buatku. Di saat aku sedang menjemur pakaian, aku terhenyak, ada darah mengalir dari pangkal paha turun ke arah kakiku. Air mata mengembang, mengalir perlahan.

"Apakah ini memang takdirku?"

Aku benar-benar dibuat Sedih, bingung sekaligus panik, dengan kedatangan haid pertamaku.

Rasa ketakutan, jika keperawananku akan di  jual dan harus melayani kepuasan sang pemenang tender atas tubuhku, menimbulkan rasa ketakutan yang teramat sangat.

"Apa yang harus kulakukan?" menyerah perlahan pada keadaan, atau menyembunyikan kehaid'anku secara diam-diam.

Aku menoleh ke kiri dan kanan. Memperhatikan sekitar tempatku menjemur pakaian, di lantai paling atas tempat penyekapan kami. Sepi tidak ada siapapun,

cepat-cepat kubersihkan darah haid,  menyembunyikan pakaian bekas kupakai membersihkan darah, dan mengambil sebuah kaus t-shirt, entah itu milik siapa ... untuk menyembunyikan darah haid.

Ijin keluar membeli pembalut, pasti tidak mungkin, melihat ketatnya pengawasan keluar masuk, yang di jaga 24 jam, oleh tukang pukul Mami Merry. Bahkan untuk membeli camilan atau minuman ringan, di warung dekat tempat kami diasuh pun, diawasi ketat.

Satu-satunya cara adalah, jika di antara " SENIOR" mendapatkan haid, dan lalu  menyuruhku, untuk membeli pembalut.

Selesaiku menjemur pakaian, kutemui Asmah, kuajak Asmah untuk sedikit menjauh, mem bicarakan tentang haid ini kepadanya secara diam-diam.

"Aku dapat haid, As," kataku pelan kepada Asmah, sembari mataku mengawasi sekitar.

"Kapan?" setengah berbisik, Asmah menanyakan.

"Tadi, di saat aku sedang menjemur pakaian."

"Trus, buat nutupin haidmu, bagaimana?" sembari Asmah menoleh kekiri dan kanan.

"Aku gunakan T-shirt untuk menutupinya," jawabku pada Asmah.

"Mau berapa lama kau sanggup menyembunyikan haidmu?" tanya Asmah

"Entahlah ... aku juga bingung," jawabku

Air mataku mulai mengembang, mengalir perlahan.

"Aku tidak sanggup melakukannya, Asmah." Ku mengusap air mata.

"Aku harus bagaimana sekarang?"

"Kamu tunggu sebentar, sepertinya ... aku masih menyimpan beberapa pembalut, sisa haidku kemarin." Asmah segera bergegas menuju kamarnya, tidak lama Asmah kembali dan membawa pembalut sisa, agak sedikit di sembunyikan oleh Asmah.

"Nanti, jika aku keluar menemani tamuku, akan aku belikan pembalut yang baru buatmu," kata Asmah.

Aku hanya meng'angguk.

"Terimakasih yah As." Asmah hanya tersenyum, dan meninggalkan aku.

Bergegas, segeraku ke kamar mandi, untuk memakai pembalut.

Tapi, bagaimana caraku menyembunyikan t-shirt bekas yang kupakai menutupi haidku, aku lupa membawa plastik.

Kusembunyikan, t-shirt bekas tadi menutupi haidku di sudut kamar mandi, di belakang rendaman cucian pakaian, entah rendaman pakaian siapa, sebentar ini pikirku. Bergegas  segera mencari kantong plastik.

Kutemukan kantong plastik di sudut-sudut kamar kami semua, junior-junior yang belum di jual Mami Merry, karena kami disatukan di kamar yang sama. Berbeda dengan yang senior.

Saatku menuju kamar mandi, terkejut aku menyaksikan Mami Merry sudah berada di situ, diikuti Tante banci, bodyguardnya, dan beberapa teman sepenampungan, segeraku berbalik arah kembali.

"Amira! ... Kembali ke sini!" Celaka aku. Mami Merry melihatku, dan berteriak memanggilku.

Takut-takut kudekati Mami Merry.

"Apa itu yang kau pegang di tanganmu!" Bentaknya.

Ragu-ragu, kutunjuki kantong plastik yang tadi kusembunyikan.

Tidak banyak bicara, ditamparnya keras wajahku, hingga terjatuh, dijambaknya rambutku, dan kakinya yang besar itu menendangku.

Sakit rasanya. Aku hanya bisa menangis.

Terlihat di sudut ruangan, Asmah pun ikut menangis, melihatku disiksa Mami Merry.

"Kurang ajar kamu, anak sialan....! Berani-beraninya kau coba membohongi aku!"

Kakinya sekali lagi menendang tubuhku.

Tidak ... aku tidak minta ampun ataupun minta Mami Merry tuk berhenti menyiksaku.

Aku hanya diam dan menangis.

"Sekali lagi, kau coba membohongiku, akan kubunuh dirimu!" Teriak keras, Mami Merry mengancamku.

Mami Merry, meninggalkan aku yg terkulai di lantai, diikuti yang lainnya.

Asmah segera menghampiri, memelukku erat, menangis terisak-isak dipelukannya, dan menangis kami bersama.

"Yang sabar yah Ra," ucapnya, sembari terus memelukku.

***

Malam ini, aku didandani layaknya orang dewasa, malam ini, aku dipaksa menjual keperawananku, kepada pemenang tender tertinggi yang aku tidak tahu siapa

"Cantiknya kamu neekk ... Tante banci memujiku, dalam hatiku menangis. Sakit sekali.

Tiba-tiba Mami Merry masuk ke dalam ruangan tempatku didandani, tersenyum dia melihatku.

"Kau, Amira! ... harga jual keperawananmu adalah tertinggi, selama aku berbisnis ini. Kamu memang calon primadona baru di sini." Sambil tertawa terbahak Mami Merry.

"Layani pemenang tendermu dengan baik, praktekkan yang selama ini sudah diajarkan padamu, buat pelangganmu puas, akan ku berikan kau uang sepuluh juta dan hape android terbaru untukmu." Berlalu keluar ruangan Mami Merry. Sembari terus tertawa keras, bahagia sekali dia nampaknya.

"Mungkin memang ini jalan takdirku."

Menangis hatiku ... sakitt rasanya.

***

Teman, bisa membaca novel ini sampai tamat di PlayStore / PlayBooks, dengan judul HAID PERTAMAKU, karya PENA ASMARA
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
182
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan