ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
Gelandangan – Creepy Story


Alex merasa gugup.

Sudah satu jam lebih dia bolak-balik menatap layar ponselnya sembari mengharapkan kabar positif dari orang-orang di dunia maya. Kondisinya saat ini benar-benar mengenaskan. Uang tak punya, perut keroncongan, dan sudah seminggu lebih dia tidak mandi.

Sudah hampir tiga bulan sejak Alex kabur dari rumah. Tak ada alasan khusus kenapa dia memilih kabur, dia hanya merasa perlu untuk keluar dari zona nyaman dan mencari jati diri di alam liar. Dengan tekad kuat dan hanya sedikit uang Alex pun merantau ke ibu kota.

Tujuannya cuma satu, sukses dan membanggakan orangtua, tetapi kejamnya ibu kota menghancurkan semua impian itu. Tak ada pekerjaan untuknya yang hanya punya ijasah Sma. Kebutuhan hidup yang serba mahal membuat tabungannya menipis dengan cepat. Di atas semua itu keluarganya masih tak mau menerima permintaan maafnya. Salahnya sendiri karena kabur tanpa ijin sama sekali.

Akhirnya sekarang Alex pun tinggal di jalanan. Tidur dari stasiun ke stasiun dan mencari makan dari masjid ke masjid. Hari demi hari kelelahan dan stress mulai menumpuk. Satu-satunya penghiburan Alex hanyalah ponselnya yang tak berani dia jual. Cuma di internet dia bisa merasa sedikit lebih rileks dan di internet jugalah dia akhirnya mencari pertolongan.

Alex sudah benar-benar putus asa. Dia sudah tak tahan hidup sebagai gelandangan tapi tak punya uang untuk pulang (dan dia juga malu untuk pulang dalam kondisi seperti ini). Akhirnya dia pun meminta bantuan pada siapa saja yang mau mendengarkannya di sosial media.

Dia (dengan bahasa yang sangat memelas) meminta pertolongan entah itu uang atau tempat tinggal jika berkenan. Dia bersedia melakukan apa pun, bahkan diperlakukan seperti budak pun dia tak apa, asal dia mendapat makan dan tempat untuk bermalam.

Alex pun menunggu lama. Cuma sedikit yang merespon dan kebanyakan cuma mencela. Mereka menyuruh Alex menginap di dinas sosial atau kolong jembatan. Tak sedikit juga yang menyuruhnya menjual ponsel untuk uang makan.

Namun akhirnya satu PM masuk dan membuat Alex merasa terselamatkan. Ada satu orang yang mau membantunya, bahkan menawarkan untuk dijemput. Tanpa ragu lagi Alex pun mengirim lokasinya pada sang juru selamat dan sekitar setengah jam penyelamatnya pun datang menjemputnya dengan mobil.

“Hai, kamu Alex ya?”

Alex mengangguk sambil menelan ludah. Oh, cantiknya ….

Setelah kesialan selama tiga bulan berturut-turut, Alex akhirnya merasa keberuntungannya mengalir seperti tsunami. Orang yang menawarinya bantuan ternyata wanita cantik bertubuh bahenol yang membuat Alex tak mampu memikirkan hal bersih. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Laura dan dia mengajak Alex naik mobil menuju rumahnya.

Di sepanjang perjalanan Laura memulai obrolan ramah tamah. Alex yang gugup hanya bisa menjawab seperlunya. Alex menjadi semakin takjub saat melihat rumah Laura yang besar dan berdiri sendirian di puncak bukit.

“Mbak—“

“Jangan panggil Mbak, aku belum setua itu,” potong Laura sambil nyengir, “panggil Laura aja.”

“Ehh, iya. Laura … kamu di sini tinggal sendirian?”

“Ada adik-adikku sih, tapi mereka lagi liburan. Apa? Jangan mikir yang aneh-aneh lo!”

Laura tersenyum jahil. Alex tersipu malu sambil menggelengkan kepala dengan cepat. Laura pun menyuruh Alex untuk mandi, dia juga mempersiapkan baju ganti untuk Alex. Selagi mandi Alex terus saja takjub pada keberuntungannya. Laura tak ubahnya seperti malaikat yang memancarkan kebaikan.

Selepas mandi Laura sudah menunggunya dengan makanan panas di atas meja. Belum pernah Alex makan dengan begitu buas. Maklum, sudah seminggu ini dia tak pernah merasa kenyang. Selagi Alex makan Laura pamit untuk mandi. Sekali lagi Alex merasa deg-degan. Pikiran kotor tak bisa meninggalkan kepalanya.

“Alex, kamu bisa tidur di kamar atas. Kalau ada apa-apa panggil aku aja.”

Alex kembali menelan ludah. Bagaimana tidak? Laura mengenakan pakaian yang sangat menggoda. Gaun malam ringan transparan itu membuat Alex tak tahu harus menatap ke mana. Menyadari itu, Laura malah tersenyum genit.

“Kamu pengen ya?” tanyanya dengan suara mendesah di telinga Alex. Alex membisu tak tahu harus melakukan apa. Akhirnya Laura pun menempelkan tubuhnya erat lalu berkata dengan suara yang membuat ubun-ubun Alex melambung tinggi, “Tunggu di kamar ya.”

Laura berbalik dan berjalan ke kamarnya. Alex yang tak sanggup berpikir lagi langsung memasuki kamarnya di lantai dua lalu berbaring menunggu. Dia benar-benar merasa bergairah. Jantungnya berdebar-debar memompa darah ke pangkal paha. Alex terus saja bersorak dalam hati. Malam ini memang malam keberuntungannya.

Akhirnya Alex pun mendengar ketukan dari pintu. Pintu terbuka dan Laura masuk dengan langkah pelan seolah tak ingin menimbulkan suara. Alex yang sudah tak sabaran ingin langsung menerkam dan menelanjanginya, tetapi mendadak saja tubuhnya terasa begitu berat.

Aneh. Bukan cuma berat, dia sama sekali tak bisa menggerakkan tubuhnya. Suaranya juga tak bisa keluar. Layaknya orang yang berada dalam sleep paralys, Alex cuma bisa menggerakkan kedua bola matanya dan kedua mata itu menyaksikan tiga orang bertubuh besar mengikuti Laura memasuki kamar.

“Untung aja ada orang goblok sangean ini, kuota bulan ini aman,” ucap pria yang memegang kotak besar di satu tangan.

“Bawa ke kamar mandi aja,” Laura memberi perintah, “lebih gampang bersihin darahnya.”

Kedua mata Alex memelototi Laura menuntut penjelasan saat dua orang mengangkatnya keluar kamar. Laura yang menyadari tatapannya cuma tersenyum sinis dan berkata, “Tolol!”

Alex dibawa ke kemar mandi yang berbeda dari yang tadi dia pakai mandi. Di sana ada sebuah meja besi dengan empat lampu terang di setiap sisi. Alex hanya bisa pasrah saat ketiga orang itu meletakkannya begitu saja di sana. Pria yang memegang kotak pun membuka kotaknya dan di sana Alex bisa melihat berbagai macam pisau yang biasanya dimiliki oleh dokter bedah. Tak hanya pisau, di kotak itu juga ada selang infus, plastik, dan botol kaca berisi air.

Akhirnya Alex pun paham apa yang akan terjadi padanya. Dia mencoba memberontak tapi tubuhnya tetap tak mau bergerak. Dia berteriak, tapi hanya dalam kepalanya suara itu dapat terdengar.

“Untung aja orang-orang macam ini banyak di Jakarta,” Laura berkata dengan nada merendahkan sambil menatap Alex. “Kau nggak sadar makanan tadi udah kukasih obat kan? Ya iyalah. Gelandangan kalau dikasih roti basi juga pasti dimakan.”

Laura tertawa dan diikuti oleh ketiga pria lain.

“Punya otak tapi otaknya di selangkangan. Mau aja ngikutin orang nggak dikenal. Kau mau ini ya? Nih pegang!” seru Laura sambil menggoyangkan dadanya di atas wajah Alex. Ketiga pria itu tertawa semakin keras.

“Udah, nggak usah sedih. Manusia macam kau memang nggak ada gunanya hidup. Mending kau mati aja. Jantung, ginjal, paru-paru, darah, mata, hati, semuanya bakal kami jual ke yang butuh. Kalau begini kan kau bisa lebih berguna.”

Alex merasa langit-langit runtuh menimpanya. Keberuntungan besar itu berubah menjadi malapetaka dan tak ada yang bisa dia lakukan untuk melawan. Dia akan mati dan tak akan ada yang tahu itu. Bahkan jika suatu saat keluarganya mencarinya, mereka tak akan pernah menemukannya.

“Bye bye Alex. Seenggaknya kau nggak bakal kelaparan lagi.”

Itu adalah suara terakhir yang Alex dengar. Alex hanya bisa berdoa dalam hati saat pisau tajam itu bergerak mendekati kepalanya dan setelah itu … semua gelap.

--END--
Diubah oleh ih.sul 30-09-2023 06:11
namakuveAvatar border
sormin180Avatar border
ryanwayongAvatar border
ryanwayong dan 18 lainnya memberi reputasi
19
2.1K
126
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan